BAB 6

3.6K 446 18
                                    

How to Be the Man She Trusts : banyak hal tidak terduga

.

.

.

Suasana rumah terasa berbeda malam ini, lebih sunyi dari biasanya. Rose duduk di sofa ruang tamu dengan tangan terlipat di dada, menatap kosong ke arah layar ponselnya yang terus-menerus ia nyalakan hanya untuk melihat apakah ada pesan masuk dari Jeffrey.

Kosong.

Tidak ada panggilan tak terjawab maupun pesan masuk, tidak ada satu pun tanda bahwa pria itu berniat menghubunginya. Sejak pagi tadi Jeffrey sudah bersikap aneh, lelaki tidak banyak bicara bahkan tatapannya yang biasanya penuh dengan sindiran kini datar dan tak terbaca.

Jika Jeffrey masih marah karena ucapannya semalam   bukankah justru Jeffrey yang ikut campur dalam urusannya sejak awal? Jeffrey selalu menganggap dirinya memiliki hak lebih dalam hidup Rose, dan Jeffrey juga yang berkali-kali menekan batas kesabaran Rose dengan sikapnya yang selalu merasa paling benar. Jika pria itu sekarang marah, dia seharusnya marah pada dirinya sendiri, bukan pada Rose.

Namun meskipun begitu, Rose tetap merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya.

Sejak kapan diamnya Jeffrey menjadi masalah? Sejak kapan ketidakpedulian pria itu terasa lebih mengganggu dibanding seribu perdebatan yang mereka lalui?

Biasanya Jeffrey bukan tipe orang yang memilih diam, dalam setiap situasi pria itu selalu punya sesuatu untuk dikatakan—entah itu sindiran, argumentasi tajam, atau sekadar ucapan datar yang sering kali membuat Rose kesal.

Rose tidak terbiasa dengan ini. Ia tidak terbiasa dengan Jeffrey yang memilih pergi alih-alih menghadapi, ketidakpedulian yang kini terpampang jelas di wajah pria itu setiap kali mereka bertemu membuat Rose merasa gelisah. Jeffrey seakan sudah mencapai titik di mana ia tidak mau lagi berusaha untuk memperbaiki keadaan, seolah dia sudah selesai dengan semuanya.

Jam di dinding menunjukkan hampir tengah malam dan Rose mulai kehilangan kesabaran. Tangannya sudah berkali-kali melayang ke layar ponsel, menahan dorongan untuk menghubungi Jeffrey lebih dulu.

Lagipula kalaupun dia bertanya, apa yang harus dia tanyakan? Kenapa kamu menghilang? Kenapa kamu diam? Kenapa kamu tiba-tiba berubah seperti ini? Semua pertanyaan itu tidak masuk akal. Jeffrey bisa melakukan apa pun yang dia mau, dan Rose tidak peduli. Seharusnya tidak peduli.

Sedangkan di tempat lain, di sudut kota yang jauh dari keheningan rumah mereka Jeffrey sedang duduk di sebuah bar dengan segelas whiskey di tangan, membiarkan dirinya larut dalam suasana yang kontras dengan apa yang ada di dalam kepalanya. Musik berdentum kencang, lampu-lampu redup berkedip dengan warna merah dan biru, suara gelas beradu dengan meja kayu terdengar di mana-mana, tetapi pikirannya tetap saja tidak bisa lepas dari Rose. Berapa kali pun ia mencoba untuk mengabaikannya, setiap tegukan whiskey yang menghangatkan tenggorokannya hanya membuat ingatan tentang wanita itu semakin tajam.

Jeffrey seharusnya bisa lebih kuat dari ini. Seharusnya bisa lebih tenang dan rasional seperti yang selalu ia tunjukkan di depan Rose. Namun kenyataannya, dia hanya seorang pria yang sedang berusaha mati-matian untuk tidak memikirkan seseorang yang bahkan sejak awal bukan miliknya.

Semakin Rose mendorongnya menjauh, semakin ia merasa ingin menarik wanita itu lebih dekat. Semakin Rose menunjukkan bahwa ia tidak membutuhkan Jeffrey dalam hidupnya, semakin besar keinginan Jeffrey untuk membuktikan bahwa ia selalu ada untuknya. Semakin Rose mencari Juan, semakin Jeffrey ingin menjadi seseorang yang tidak bisa dibandingkan dengan siapa pun, termasuk dengan pria yang telah lama menjadi bagian dari hidup Rose itu.

MBW || jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang