growth of love | akan indah jika saling mencintai, bukan?
.
.
.Udara pagi yang sejuk menyelimuti jalan setapak menuju rumah lama Jeffrey. Rose berjalan di sampingnya, dan sesekali mereka saling mencuri pandang—senyum kecil terukir di wajah masing-masing. Jeffrey masih merasa seperti dalam mimpi. Setelah semua yang terjadi, setelah perdebatan panjang dan jarak yang memisahkan mereka, kini Rose benar-benar berada di sampingnya lagi.
Jeffrey melirik Rose untuk kesekian kalinya, dan setiap kali tatapan mereka bertemu, Rose selalu tersenyum lembut, membuat jantung Jeffrey berdegup lebih cepat. Di dalam hatinya, Jeffrey merasa beruntung, seperti ia mendapatkan kembali sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang hampir hilang.
“Kamu beneran di sini ya?” Jeffrey berkata setengah berbisik, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Rose.
Rose menoleh, matanya bersinar penuh kelembutan. “Iya aku disini, mas. Emang seharusnya aku dimana lagi?”
Jeffrey tertawa pelan, menggelengkan kepala. “I still can’t believe it. Rasanya aneh aja, kemarin kita... ya, kamu tau lah.”
Rose hanya tersenyum, tangannya pelan-pelan meraih tangan Jeffrey, menggenggamnya erat. “Kita udah di sini sekarang, that’s what matters.”
Genggaman tangan Rose memberikan rasa nyaman yang luar biasa bagi Jeffrey. Ada perasaan hangat yang menjalar dari ujung jarinya, seakan setiap ketegangan dan rasa sakit dari masa lalu perlahan-lahan mencair.
Sambil berjalan, Jeffrey tidak bisa menahan senyum. Sesekali ia menggoda Rose dengan menyentuh lembut ujung jari-jarinya, mengusap rambut panjangnya bahkan Jeffrey tidak segan untuk mencubit pipi Rose karena gemas.
“Kamu tuh kenapa sih mas? Jahil banget.” Ucapnya mendengus. Meskipun protes, tetapi wajahnya selalu memerah setiap kali Jeffrey menggoda, dan itu hanya membuat Jeffrey semakin tersenyum.
Mereka berjalan dalam keheningan yang nyaman, tangan masih saling menggenggam, hingga akhirnya rumah lama Jeffrey mulai terlihat di kejauhan. Rumah itu seperti berdiri dengan megah di tengah suasana pedesaan yang tenang, seolah mengundang mereka untuk kembali ke kenangan-kenangan lama yang tersimpan di setiap sudutnya.
“Selamat pagi A Jeffrey, Neng Rose! Baru pulang ya?”
Rose dan Jeffrey menoleh. Mang Dadang, pria paruh baya yang ramah dengan wajah penuh senyum. Ia menyapa mereka sambil bersandar pada sapu yang dipegangnya, matanya menyipit karena sinar matahari pagi yang hangat.
“Oh, Mang Dadang!” Jeffrey tersenyum canggung, sambil melepaskan genggaman tangannya dari tangan Rose. Rose juga ikut tertawa kecil, merasa malu karena mereka begitu asyik dalam dunia mereka sendiri dan tidak menyadari keberadaan Mang Dadang.
“Iya, Mang, baru aja sampai.” jawab Jeffrey dengan nada sopan. “Mang Dadang udah lama di sini?”
Mang Dadang mengangguk, masih dengan senyum hangatnya. “Ah, biasa atuh A. Dari tadi pagi beres-beres halaman. Tapi lihat kalian berdua teh, seneng Mang Dadang mah. Udah damai, ya? Hehehe.”
Rose dan Jeffrey saling pandang sejenak, keduanya tersenyum malu. Jeffrey kemudian menjawab, “Iya, mang. Aku sama mas Jeffrey udah baik-baik aja. Eh bunda masih disini kan mang?”
Mang Dadang tertawa pelan, nada bicaranya penuh kehangatan khas seorang pria yang bijaksana. “Bagus, atuh. Harus selalu damai, A, Neng. Biar hidup teh tenang. Aduh bunda Lia udah pulang tadi neng, katanya biar kalian lebih leluasa ngobrolnya."
Rose sedikit kecewa ketika mendengar bahwa bundanya pergi lebih dulu, padahal ia belum banyak mengobrol dengan bundanya karena pikirannya terlalu kalut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBW || jaerose
FanfictionSalah jodoh? Kok bisa? Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...