🍃CHAPTER 28🍃

5.3K 574 18
                                    

Adamson duduk di sofa dengan tatapan lurus ke arah meja, menatap sepiring nasi dengan lauk terpisah made in 'Kedai Terserah' yang belum juga disentuh olehnya.

Adamson menghembuskan napasnya kasar begitu teringat sikapnya pada Senja beberapa menit lalu. Emosi menguasainya, menganggap hanya dirinya yang memiliki kebenaran, selain itu ia tidak peduli.

Awalnya Adamson ingin membujuk Senja dengan cara lebih lembut. Ingin mengajaknya jalan atau mentraktirnya makan. Adamson sengaja datang ke perusahaan cabang.

Saat Adamson tiba, ia tidak melihat Senja di area jobnya dan ketika ia masuk ke ruangan Arli tanpa sengaja melihat Senja ada di ruangan itu juga.

"Ehm, saya pergi dulu Pak Arli" ucap Senja buru-buru saat melihat Adamson datang.

Arli mengangguk seraya tersenyum manis membuat Adamson menatap Arli kesal.

"Selamat siang, Pak Adamson. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Arli dengan bahasa formal namun dengan wajah seperti meledek.

"Ada urusan apa dia menemuimu?" Tanya Adamson seraya melirik ke arah pintu yang baru saja ditutup Senja.

"Bukan apa-apa" jawab Arli seraya mengecek email yang baru saja masuk.

"Kau mengencani muridmu sendiri?!" Tuduh Adamson seraya duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

Arli terkekeh pelan. "Tadi Senja mengatakan padaku kalau dia ingin pindah tempat Prakerin. Itu saja..."

"Kenapa? Apa dia tidak menyukai tempat kerjanya? Bukankah dia sangat menyukai bengkel dari pada area produksi?"

"Masalahnya ada padamu, Dam"

"Aku?"

Adamson meringis, merasa perih di sekitar tangannya. Benar saja, buku-buku jarinya sedikit lebam karena meninju pintu sampai mengeluarkan tenaga dalamnya. Untung saja pintunya terbuat dari kayu mahal. Kalau triplek? Wah... auto mental.

"Arli?" Gumam Adamson saat terngiang dengan ucapan Senja.

"Pak Arli. Orang yang saya sukai adalah Pak Arli. Apa anda puas, Bos?"

"Arghh!" Adamson menggeram kesal. Apalagi saat teringat Arli dan Senja berduaan di ruangan kantor tadi siang. Adamson mulai nethink.

"Bagaimana bisa Arli? Apa gadis itu buta? Aku lebih tampan, lebih hebat dari dia. Apa dia tidak tahu kalau Arli adalah orang yang terlalu lurus dan kaku? Laki-laki membosankan seperti dia siapa yang mau? Aku saja bahkan tidak pernah tertarik dengannya" Adamson benar-benar sebal sekarang.

🍃🍃🍃

Senja melangkahkan kaki ke arah bengkel dengan hati enggan. Mengingat kejadian tadi malam, bahkan ia sampai susah tidur.

Di sela langkahnya, Senja melihat mobil CRV putih melintas ke arah parkiran. Ia tahu siapa pemilik mobil itu.

"Selamat pagi, Senja" sapa laki-laki yang baru saja keluar dari mobil itu dengan senyuman ramah yang khas.

"Pagi juga, Pak"

"Ehm, Senja..." ucap Arli membuat Senja menoleh. "Mengenai pindah tempat prakerin, saya tidak bisa memutuskan. Karena keputusan ada pada--

"Ya, Pak saya tahu" potong Senja lesu. "Saya udah duga Pak Arli nggak mau bantuin saya"

"Bukan begitu. Masalahnya--

"Masalahnya itu ada pada Bos Adamson kan?" Sela Senja. "Ayolah, Pak Arli. Bantuin saya. Saya seriusan nyerah ngadepin makhluk kayak dia"

"Saya tahu saya punya masalah sama Bosnya Pak Arli itu. Tapi nggak akan selancar ini kalau Pak Arli tidak membantunya"

Taklukan Gay Itu![✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang