Part Sembilan Belas

6K 520 13
                                    

Happy reading
Jangan lupa tap bintang dulu sebelum baca ya <3
.
.
.

Gama memarkirkan mobilnya di halaman rumah Ibunya. Terdapat beberapa mobil juga terparkir di sana yang ia tebak pasti mobil milik teman-teman Deara—adiknya. Ia melihat jam yang terlingkar di pergelangan tangan, sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Ia mendapati rumahnya yang sepi membuatnya mengerutkan dahi. Sambil mengingat-ingat tanggal, hari ini benar hari ulang tahun Deara, 'kan? Apa ia salah mengingat? Netranya tertuju pada pembantu rumah tangga yang melintas di depannya. Segera saja Gama mendekat ke arahnya.

"Mbak," sapa Gama.

Wanita paruh baya itu menoleh dan agak terkejut. "Loh, Nak Gama? Ngagetin aja, Mbak kira siapa," balas Ratih sambil mengelus dadanya. Ia pikir siapa yang sore-sore begini tiba-tiba memanggilnya, hampir saja ia mengeluarkan latahnya.

Gama meringis sebelum bertanya, "Deara sama Ibu mana, Mbak? Kok sepi gini?"

"Oh, non Dea lagi di kamarnya. Kalo Ibu lagi ada arisan di lantai dua," jawab Ratih membuat Gama mengerutkan alisnya.

"Deara tidur? Bukannya hari ini dia ulang tahun ya, Mbak?" tanya Gama lagi.

Ratih mengangguk. "Kata non Dea, dia maunya nanti malam aja di rayainnya. Di restoran gitu, katanya. Tapi maunya cuma keluarga aja."

Gama semakin mengerutkan alisnya. "Terus yang di luar itu bukan mobil teman-teman Deara berarti?"

Ratih menengok ke luar, sebelum kembali menatap majikannya. "Bukan, itu mobil teman-teman arisannya Ibu. Duh, udah ya Nak Gama. Mbak, ke dapur dulu, mau bawain makanan." Lalu segera berbalik meninggalkan Gama yang mengangguk.

Ia pikir beberapa mobil yang di luar itu merupakan mobil teman-tema Deara. Ternyata bukan, melainkan mobil teman-teman arisan Kanjeng Mami. Memilih melangkahkan kakinya lalu menaiki tangga, Gama tanpa sengaja mendengar suara perempuan yang familiar di telinganya. Dan benar saja, saat ia sampai di atas, Gama melihat Brenda sedang duduk dengan ibu-ibu arisan lainnya.

"Tante, Gama udah datang belum? Padahal aku udah nungguin lho, dari tadi."

Gama segera bersembunyi di balik lemari sambil mengumpat pelan. Untung saja Brenda tidak sempat melihatnya. Sial, ngapain juga ia naik ke sini? Lebih baik ia pulang dulu ke apartemen sebelum kembali lagi di sini nanti malam. Lagi pula ulang tahun Deara baru akan di rayakan malam nanti. Ia ingin berbalik menuruni tangga, namun pasti gerakannya bisa di lihat oleh Brenda.

Gama terlonjak kaget saat bunyi pintu kamar di belakangnya terbuka, dan mendapati Deara yang terlihat baru bangun. "Lho, Bang Gama? Kapan datangnya? Aku mmmp—"

Gama segera mendekap mulut adiknya itu dan menyeretnya memasuki kamar. Astaga, suara Deara begitu menggema dan ia yakin sekali, Brenda pasti mendengarnya. Karena jarak ruangan tempat Ibunya menggelar arisan dengan tempatnya berdiri tadi lumayan dekat.

Deara segera melepaskan tangan Abangnya itu dari mulutnya. Ia menatap galak pada Abangnya, namun malah di tatap tak kalah galaknya oleh Abang satu-satunya itu. Deara berdecak. "Kenapa sih, Bang?"

"Di luar ada Brenda, dan Abang lagi ngehindarin dia. Tapi suara cempreng kamu tadi, malah bikin dia sadar kalau Abang ada di sini."

Deara segera menyengir. Namun tak ayal ia tertawa karena mengingat bagaimana tetangganya itu sangat terobsesi dengan Abangnya. "Ya mana aku tau. Lagian—"

"Gama? Gama, kamu di dalam? Dea bukain dong. Aku mau masuk, Abang kamu di dalam, 'kan?"

Kalimat Deara terpotong saat mendengar suara dari luar kamar. Ia menatap Abangnya sambil melotot, sebelum ia segera mendorong lengan Gama untuk bersembunyi di balkon kamarnya.

Amazing AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang