Part Dua Puluh Tujuh

6K 565 6
                                    

Happy reading
Enjoy

======

"Kenapa, Pril?"

"Bel, lo sibuk nggak?"

"Enggak, sih. Kenapa?"

Mengambil duduk di bawah lampu jalanan, April dengan cepat menjelaskan maksud ia menelepon Bela. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Jika bukan karena ojek yang ditumpanginya tadi tiba-tiba menurunkannya di jalan, begini April sudah tiba di rumah. Bahkan sudah bisa rebahan di atas kasur yang nyaman. Jadi, sepulangnya ia dari apartemen Gama, April sudah ingin memesan taksi. Namun, baru saja ia ingin membuka aplikasi kendaraan online itu, April ditawari ojek biasa yang melintas di hadapannya. Tanpa pikir panjang karena sudah terlanjur kesal dengan kejadian di apartemen Gama, April pun menyetujui tawaran ojek itu.

Sepanjang perjalanan April hanya diam saja. Entah lupa atau pikirannya yang sedang tidak konek, April bahkan tidak memberitahukan alamat rumahnya pada ojek itu. Bukan apa-apa, karena biasanya April sudah terbiasa memakai aplikasi ojek online sehingga ia hanya perlu bilang, "Sesuai aplikasi ya, Pak". Namun, sekarang ini April yang tengah melamun mendadak buyar saat dirasakan motor yang sedang ia tumpangi mendadak berhenti. Yah, seperti kejadian di sinetron, April diturunkan di jalan karena rupanya ojek itu kehabisan bensin. Dan saat itu lah April tersadar bahwa jalanan tempat ia berdiri saat ini adalah jalanan sepi. Bahkan daerah ini sangat jauh dari alamat rumahnya.

"Astaga, tapi lo nggak apa-apa, kan?" terdengar suara Bela di seberang sana. April menggeleng meskipun ia tahu Bela tidak melihatnya. Apakah hari ini hari sial untuknya? Kenapa bisa begini? Kenapa ia bisa sampai di jalanan yang sepi begini?

"Pril, lo nangis?"

Benarkah? April juga tidak tahu. Bahkan ia tidak menyadari mendapati dirinya sudah terisak pelan sehingga membuat Bela yang berada di seberang sana histeris. "Hey hey tenang. Jangan nangis, jangan panik!" padahal Bela sendiri yang terdengar panik.

Bersungut-sungut kesal, April bangkit berdiri sembari mulai berjalan mencari minimarket yang dekat dari sini. Ia perlu membeli air minum untuk mengisi tenggorokannya yang tiba-tiba kering. Aneh, padahal malam ini lumayan dingin namun, April malah merasa gerah. Di satu sisi ia juga berkeringat hingga muncul keinginan untuk melepaskan jaket yang melingkar di badannya. Sial! Ini jaket milik Gama.

"Mana bau parfumnya Gama banget lagi!" gerutu April tanpa sadar ponselnya masih terhubung dengan Bela di seberang sana.

"Hah? Gimana Pril?"

April mengerjapkan matanya lalu melirik ponsel yang masih menempel di telinganya. "Eh, enggak. Ya udah, gue tutup dulu."

Sebenarnya maksud April menelepon Bela adalah supaya sahabatnya itu menjemputnya di sini. Namun, ia baru ingat Bela tengah di Jogja saat ini. Astaga... Tanpa sadar ia malah menganggu sahabatnya yang pasti saat ini tengah asik menikmati liburan. Ck! Kenapa sih, ia selalu merepotkan orang-orang dari dulu? Kenapa ia tidak menjadi seperti kedua Kakaknya yang mandiri sedari dulu.

"Beban banget gue, Tuhan," gumamnya sembari membuka aplikasi ojek online. April ingin cepat-cepat sampai ke rumah, lalu membersihkan diri dan tidur. Namun ponselnya tiba-tiba berdering dan menampilkan nama pacarnya terpampang di layar. Sembari mengumpat kesal, April memilih mengabaikannya sampai ojek yang dipesannya datang.

***

"Nyari apa, Dek?"

April yang tengah berjongkok, terkejut saat mendengar suara Ibunya. Langsung memasang senyum lebar, April memamerkan giginya sembari menggeleng. Tadinya ia tengah menyentuh tanaman-tanaman Ibunya, jadi daripada nanti dimarahi karena merusak koleksi kesayangan Ibunya itu, April langsung berjalan ke arah pagar rumahnya lalu kembali berjongkok terlihat mencari sesuatu.

Amazing AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang