Happy reading <3
Enjoy
Gama tahu Ibunya akan berkunjung ke apartemennya karena tadinya, Ibunya itu sudah mengabari terlebih dahulu. Namun ia tak menyangka jika kedatangan April nyaris berbarengan dengan Ibunya, terlebih lagi ada Brenda yang ikut-ikutan ke sini membuat Gama yang kepalanya berdenyut karena sedang sakit, lebih bertambah nyeri lagi saat melihat tingkah Brenda.
Gama menatap Ibunya lemah yang dibalas dengan ringisan kecil oleh Ibunya. Mengusap wajahnya kasar, Gama lantas beranjak bangun dari tempat tidur meski kepalanya terasa pusing sekali. Kemudian ia mengajak Ibunya untuk mengobrol di luar sementara April dan Brenda ia tinggalkan di kamar. Sesampainya di luar, Ibunya itu buru-buru memegangi tangannya seraya meringis. "Abang kok nggak bilang ada pacarnya, sih? Tau gitu Ibu nggak minta ditemani Brenda," kata Ibunya tak enak hati.
Gama menggeleng. "Nggak apa-apa, Buk. April pasti ngerti kok," ucapnya berusaha meyakinkan.
Falia lagi-lagi merasa bersalah, terlebih tadi ia lupa menyambut uluran tangan April yang bermaksud untuk menyalaminya. Karena tadinya netranya fokus pada Brenda yang menatapnya sedih. Biar bagaimanapun, Brenda itu merupakan anak dari tetangganya dari dulu, yang sudah ia anggap anak sendiri. Sedari kecil, perempuan itu memang terang-terangan menunjukan ketertarikan pada putra sulungnya.
Falia sampai lupa menyambut uluran tangan si perempuan yang baru ia ketahui merupakan pacar anaknya. "Yaudah, kalau gitu Ibu pulang aja, ya? Kamu udah ada pacarnya, kan, yang ngurusin?"Gama mengangguk sembari memijat kepalanya yang terasa pusing. Tidak lama terdengar suara pintu kamar terbuka menampilkan sosok Brenda yang berjalan ke arahnya. Gama menatap Ibunya yang dari sorotnya, terpancar jelas bahwa ia ingin agar Ibunya segera membawa Brenda pergi dari sini.
Seakan mengerti tatapan anak sulungnya itu, Falia buru-buru memeluk anaknya sekilas sebelum menarik lengan Brenda sembari beranjak keluar dari apartemen.
"Tante, mau ke mana? Katanya mau ngurusin Gama. Ayok, nanti aku yang suapin bubur..." ucapan Brenda terdengar samar-samar karena Gama langsung menuju ke kamarnya dan segera membaringkan tubuhnya ke kasur, karena sungguh kepalanya benar-benar terasa berat dan pusing.
Ia pejamkan matanya untuk meredakan pusing yang tiba-tiba menyerang. Merasa sudah mendingan ia membuka matanya lalu menangkap sosok April yang masih berdiri di dekat pintu kamar. Tampak bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Gama tertawa pelan, lalu kembali menarik selimut tebal untuk menutupi badannya.
"Ngapain berdiri di situ? Sini," panggil Gama karena April masih berdiri di tempatnya sambil menggosok kakinya menggunakan kaki yang satunya.
Yang di tatap lantas mengerjap pelan seraya berdecak. Namun, tetap saja ia berjalan mendekat ke tempat pria itu berbaring. "Udah minum obat?" tanyanya yang di jawab Gama dengan gelengan pelan.
Sekali lagi, April berdecak lalu menuju ke lemari baju Gama yang menyatu dengan dinding. Dilihatnya beberapa kaos milik pria itu lalu mengambilnya salah satu. Sedangkan Gama yang sedang berbaring di kasur menatapnya penasaran namun, ia mengabaikannya. April lalu menarik lepas selimut Gama hingga tersibak semua.
"Dingin April," Gama yang sedang memejamkan matanya, lantas memprotes saat dirasakan selimut yang melingkari badannya di tarik oleh seseorang. Tentu saja orang itu adalah April.
April menyerahkan kaos yang diambilnya tadi. "Ganti pake ini," perintahnya. Karena melihat Gama yang sedang mengenakan sweater tebal hanya akan membuat proses pengeluaran panas terhambat dan menyebabkan suhu tubuh tidak kunjung turun. Jika begitu, kapan sembuhnya?
Tanpa suara, Gama menerimanya lalu begitu saja ia membuka sweaternya, menggantinya dengan kaos putih yang diberikan April. Sementara perempuan itu sudah keluar dari kamar dan memindahkan bubur yang dibawakan Ibu Gama ke mangkuk. Mengambil segelas air putih, lalu kembali lagi ke kamar dan mendapati Gama sudah kembali merebahkan diri ke kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amazing April
Romance"Nggak semua orang punya pacar. Tapi semua orang, pasti punya jodoh." * Sudah baper, sudah dekat, tinggal menunggu jadian. Eh, dia malah jadian dengan sahabat sendiri. April pernah mengalaminya. Dan sialnya, itu bukan hanya kejadian sekali saja. Ta...