15

20.9K 1.7K 125
                                    

Ketukan heels beradu dengan lantai. Anin duduk di samping Kakek dan berhadapan dengan Alfa dan Karen.

" Kakek senang. Akhirnya kamu datang. Terima kasih." Kakek mengusap kepala Anin dengan sayang.

Anin mengangguk sembari tersenyum tipis.  Anin tidak menyangka kala Kakek juga mengundang Alfa ke sini. Jika Anin tahu, sudah Anin pastikan kalau ia tidak akan hadir tadi. Tetapi, menimbang perasaan Kakek, Anin akhirnya memenuhi permintaan Kakek untuk hadir malam ini.

" Ciih, dasar perempuan sial." Gumam Vera. Wulan menyenggol lengan Mamanya memperingati.

Anin tersenyum miring melihat wajah Vera yang tidak menyukai kedatangannya begitupun dengan Karenina.

Anin lebih memilih orang seperti Vera yang terang-terangan tidak menyukainya di bandingkan Karenina, Anaknya.

Manusia seperti Karen lebih berbahaya. Baik di depan, jahat di belakang. Anin sangat membenci tipe manusia yang bersembunyi di balik topeng seperti Karenina ini. Anin harus lebih berhati-hati.

" Ayo kita langsung makan. Berhubung semua nya sudah datang. Keburu dingin nanti makanannya." ujar Hadiwijaya dengan wajah sumringah.

Anin berinisiatif mengambilkan Kakeknya makann dengan mengisi piring Kakek. Kakek tersenyum lebar. Jelas sekali tampak raut wajah kebahagian. Dadanya menghangat terharu dengan sikap Anin.

" Cukup, Kek?"

Anin memperlihatkan isi piring. Kakek mengangguk.

" Cukup, sayang."

Anin mengangguk. Vera kembali meradang.

" Anak pembawa sial memang pintar mencari muka." Vera berujar santai sembari menyuap makanannya. Ia tidak peduli jika seluruh mata melihatnya.

Alfa menggenggam erat sendok dan garpu di tangannya. Ia tidak suka dan benci mendengar perkataan Vera.

" Jaga bicara kami, Vera. Jangan memancing masalah disini!" Geram Hadiwijaya. Ia lelah dengan anak perempuannya tersebut.

Anin memegang tangan Kakek. Berusaha menenangkan.

" Jangan pedulikan, Kek. Anin tidak masalah dengan ucapan tante Vera. Mungkin tante Vera nggak suka dengan kehadiran Anin malam ini." Anin tersenyum manis sekaligus sedih.

" Justru kehadiran kamu yang paling penting di sini." Kakek berujar tegas.

" Maaf tante Vera. Sudah mendengarnya langsung kan. Kehadiran aku disini sangat penting."

Vera melayangkan tatapan marah nya kepada Anin. Pandai sekali rubah licik ini berkilah dan pura-pura baik. Begitulah pikiran Vera.

" Mba Karen apakah sedang diet?" Karen tersentak ketika Anin melemparkan pertanyaan. Anin menatap Karen. Alfa juga melihat isi piring Karen yang sedikit.

" Hah? Oh itu---,"

" Jelas dong Mba Anin yang cantik. Kalau Mba Karen makan banyak. Nanti badannya melebar. Nggak bagus di foto." ucapan Karen di potong oleh Genta.

" Jangan bicara sembarangan kamu!" Wulan membela kakaknya. Ia menatap tajam kepada Genta yang tersenyum santai seolah tidak ada beban.

" Loh memang kenyataannya begitu kan?" timpal Rena polos. Wajah Karen memerah. Ia paling tidak suka jika orang-orang sudah menyinggung perihal body nya di sini.

" Ah kasihan sekali. Tidak bisa menikmati makan enak berarti ya!" ujar Anin pelan.

" Saran saja. Lebih enak mempunyai tubuh berisi dari pada kurus. Bukan begitu Mas Al?"

Anin memberikan anak panahnya kepada Alfa yang menatap Anin tepat di matanya. Anin tersenyum miring.

Apa maksud ucapan Anin. Bisik hati Karen curiga. Dadanya panas. Kenapa Anin berbicara seakan memiliki ujung seperti itu.

" Tentu saja. Aku lebih menyukai tubuh yang berisi. Apalagi di tempat yang seharusnya." Alfa menjawab tenang.

" Tapi kasihan ya Mas Alfa. Kan udah lima tahun di tinggal Mba Anin. Nggak pernah jajan di luar kan, Mas?"

Tepat sasaran. Ucapan sarkas bernada tenang di ucapkan oleh Genta membuat para orang dewasa diam. Anin juga menunggu jawaban Alfa. Anin mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Alfa yang juga menatapnya.

" Kamu sudah terlalu lancang Genta." ujar Vera pelan.

" Tidak baik menanyakan hal pribadi seperti ini." Tambahnya tidak suka.

" Nggak pernah. Karena aku mempunyai istriku yang lebih dari segalanya. Tidak masalah menunggu lima tahun." suara tegas Alfa membuat jantung Anin berdebar cepat. Anin termangu di tempat nya. Di sudut  hati Anin yang paking dalam Anin senang. Namun, di sudut hati yang lainnya Anin meragukan ucapan Alfa barusan.

Sedangkan Karen sudah mengepalkan tangannya di bawah meja. Sungguh fakta barusan sangat menyakiti hati Karen. Ternyata selama ini Alfa tidak berani lebih jauh dengannya karena masih mengharapkan Anin. Karen benar-benar marah.

Anin masih memberi pengaruh yang cukup besar untuk Alfa. Bahkan sudah berpisah saja. Alfa masih tetap mengharapakan Anin. Karen membenci fakta yang di dengarnya barusan.

Suasana meja makan masih terus berlanjut. Tetapi, tidak ada yang tahu bagaimana perasaan masing-masing manusia yang terlibat di sini.

Anin tidak berani menatap Alfa. Anin  takut jika hatinya masih mengharap, namun yang di harapkan malah memberi harapan semu belaka. Anin tidak sanggup jika kembali terluka.

Tbc!!!

14/06/21

Jangan ada yang marahh gaesss....

Ada yang suka Anin masih mencintai Alfa atau sebaliknya???

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang