32

20.1K 1.7K 153
                                    

Alfa terbangun dari tidurnya. Pemandangan yang pertama di lihatnya wajah Anin. Alfa tersenyum ketika Anin memeluk dirinya. Tangan Anin berada di perutnya. Sedangkan kepala berada di dada Alfa. Sungguh, perasaan bahagia tidak bisa terelakkan dari diri Alfa. Momen seperti ini lah yang di nanti-nanti Alfa.

Alfa mengelus kepala Anin dengan sayang. Sesekali memberikan kecupan. Wangi Anin sangat menenangkan tubuhnya. Menjadi candu untuk di hirup setiap saat.

Anin merasa terusik. Alfa gelagapan. Ia pura-pura memejamkan mata nya. Ia tidak mau ketahuan oleh Anin. Bisa-bisa perempuan ini kembali marah. Alfa tidak ingin memulai hari dengan cara seperti itu.

Anin membuka mata. Ia menyesuaikan pandangannya. Anin tidak terkejut lagi ketika menyadari ia tidur dalam pelukan Alfa. Anin sudah mempersiapkan hati untuk ini.

Anin mengangkat kepala dari dada Alfa dengan pelan, takut Alfa terbangun dan menyadari kalau ia tidur di atas dada Alfa. Anin akan sangat malu. Karena dalam kondisi seperti ini Anin yang agresif.

Anin memperhatikan raut wajah Alfa dalam diam tanpa melakukan gerakan. Lama Anin memandang ia kemudian turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.

Alfa membuka mata dan menghembuskan nafas sekeras-kerasnya ketika mendengar suara pintu di tutup. Jantungnya seperti lari maraton. Untung saja Anin tidak mendengar. Kalau iya sudah lah, hancur reputasi Alfa.

Alfa duduk dan bersandar di ranjang. Ia mengambil tab dan membuka email. Ia meneliti beberapa dokumen yang masuk ke dalam emailnya. Sembari menunggu Anin selesai ia mengerjakan pekerjaannya.

Anin keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar sehabis mandi. Ia terpaku menatap Alfa yang sudah bangun.

Alfa mengangkat kepalanya dan tersenyum.

" Sudah selesai?"

Anin tidak menjawab. Alfa bangkit dan berjalan mendekati Anin. Sampai di depan Anin Alfa mengangkat tangan dan mengelus pipi Anin.

" Cantik." bisik Alfa pelan. Anin merasakan letupan kembang api di perutnya yang serasa menggelitik. Ia terharu mendengar pujian Alfa. Namun, ia juga tidak mau larut. Ia takut ini semua hanyalah semu belaka.

Anin memalingkan wajah. Alfa tersenyum masam. Ia menurunkan tangan.

" Tunggu Mas. Biar Mas antar kerja."

Saat Anin hendak menjawab, Alfa sudah berlalu ke kamar mandi. Anin menatap pintu yang berisi Alfa di dalamnya.

Apa yang kamu rencanakan, Mas? Apa yang kamu inginkan?
Kenapa rasanya sesulit ini?

Anin mendesah pelan. Ia meraba dadanya merasakan hati nya yang bingung di dalam sana.

Kenapa Alfa berubah baik kepadanya. Kemana Alfa yang membencinya.

Anin berjalan ke lemari mengambil pakaian. Lebih baik ia tetap bersikap dingin kepada Alfa dari pada hati nya kembali hancur saat ia mulai menerima Alfa kembali.

Anin merias wajah tepat Alfa keluar dari kamar mandi. Anin mengernyit kenapa Alfa secepat itu mandi. Alfa adalah orang terlama berada dalam kamar mandi setahu Anin.

Alfa mengambil baju lalu melepas handuk di belakang Anin. Namun, Anin dapat melihat nya di dalam kaca. Anin memejamkan mata rapat-rapat. Mata nya sudah ternoda pagi-pagi ini.

" Bisakah tidak memakai baju di sini?" Dingin dan datar suara Anin menyentak atensi Alfa. Ia tersenyum akhirnya Anin bicara juga. Alfa bahkan menghilangkan malu nya saat ini.

" Udah terburu-buru, Princess."

Glek.

Panggilan itu. Panggilan yang sudah lama tidak di dengar Anin. Dulu sekali Anin sangat menyukai panggilan ini keluar dari bibir Alfa. Sekarang Anin mendengar lagi.

Anin menggigit bibir. Semakin banyak ia mengingat kenangan mereka dahulu. Hatinya tersentuh dan merasa rindu dengan panggilan Alfa. Lalu sekarang ia mendengar lagi. Anin tidak bisa berkata-kata.

Anin kembali menyibukkan dirinya di depan cermin. Ia terdiam. Hatinya tak akan sanggup jika terus-terusan seperti ini.

Alfa berjalan mondar mandir dalam kamar. Sedangkan Anin sudah hampir selesai. Tinggal memoles lipstik. Finish.

Alfa mengambil dasi dan menggantung di leher tanpa memasang. Alfa kembali hilir mudik sambil mengancingkan baju. Entah apa lagi yang di lakukan Alfa, namun membuat mata Anin sakit memperhatikan Alfa.

Rambut nya pun belum di sisir. Alfa kembali seraya memasang jam tangan. Anin mendesah keras.

Alfa tersentak ketika Anin memegang tangannya. Suasana hening. Alfa tidak percaya dan terlampau terkejut saat Anin memegang tangannya.

" Duduk!"

" Hah?"

Alfa linglung saat Anin memerintahkan untuk duduk. Anin menunjuk kursi rias dengan mata nya. Alfa paham. Ia langsung duduk. Anin mendekat. Alfa gugup.

Ya Tuhan. Kemana seorang Alfa yang di takuti oleh lawan bisnis nya. Kenapa berhadapan dengan Anin membuat ia langsung ciut seperti ini.

Anin segera memasangkan dasi Alfa dengan telaten dan terampil. Sudah banyak berubah. Dahulu Anin kurang pandai memasangkan dasi. Bahkan Alfa ikut turun tangan mengajari nya. Sekarang lihat lah betapa lihainya tangan itu membuat simpul.

Alfa memandang wajah Anin dalam jarak sedekat ini. Saat ini mereka sama-sama dalam keadaan sadar.

Selesai memasang dasi. Anin mengambil gel rambut yang terletak di meja rias. Ia yakin kalau itu punya Alfa. Dirinya tidak memakai barang tersebut. Pasti lah Alfa yang punya.

Anin menyisir rambut Alfa. Anin tak sadar jika ia menyisir dengan gaya yang di sukainya.

" Sudah selesai."

Alfa memandang dirinya di cermin. Alfa terdiam.

Gaya rambut ini. Bisik hati Alfa.

Alfa menoleh kepada Anin.

" Kamu menyisir rambut Mas dengan gaya kesukaanmu. Terima kasih, Mas selalu menantikan ini."

Anin terdiam. Ia kembali memperhatikan rambut Alfa. Anin tak sadar.

Rambut Alfa di sisir dengan rapi dengan belah agak ke tepi sedikit. Jiwa maskulin langsung menyergap pembawaan Alfa.

Anin tidak menjawab. Ia segera keluar dari kamar. Jantungnya berdegup kencang. Kenapa ia bisa tidak sadar saat melakukan itu. Namun di sudut hati ada percikan gelombang yang mengisi kekosongan itu. Alfa tersenyum menatap punggung Anin.

Tbc!!

9/07/21

Satu kata buat Anin?

Satu kata buat Alfa?

Jangan lupa vote dan komentar nya yahh

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang