18

20.3K 1.7K 89
                                    

Selamat pagi!!!!

Jangan lupa tekan bintangnya duluuu yahh..

Vote dulu gaes..., Banyakin vote nya. Kalo bnyak kakci update double. Mau double kan??

Pencet bintangnya yahh!!!


" Anin."

" Maaf bertamu malam-malam. Namun, ada hal yang penting ingin ku bicarakan. Dan tidak bisa menunggu!" beritahu Anin to the point.

Alfa sepertinya mengetahui maksud kedatangan Anin ke sini. Biarlah, yang penting Alfa sudah senang Anin sekarang berada satu atap dengan nya.

" Masuk!" ujar Alfa pelan. Anin mendekat lalu duduk di sofa yang diikuti Alfa. Mereka duduk saling berhadapan. Anin menatap wajah Alfa dan memindai nya pelan-pelan. Anin tidak menduga kalau ia akan seberani ini berhadapan dan menemui Alfa. Sungguh, Anin merasa dirinya mempunyai nyali yang sangat besar.

" Aku tidak percaya jika kamu sekarang berada di hadapanku." Alfa memulai pembicaraan. Anin masih diam tidak bersuara.

" Bagaimana kabarmu Anin. Rasanya walau sudah bertemu kemarin. Tetapi aku belum menanyakan ini sama kamu."

" Baik." Jawab Anin datar.

Alfa tersenyum. Ia mengamati lamat-lamat wajah Anin. Ia sangat merindukan wanita yang sedang duduk berhadapan dengannya sekarang. Jarak mereka sangat dekat namun terasa jauh untuk di gapai. Seolah ada jarak yang membentang di antara mereka.

Anin menggigit pipi bagian dalam nya ketika tak sengaja menatap mata Alfa. Ia mungkin salah menilai. Tidak mungkin Alfa memberikan tatapan yang sangat merindu seperti itu, bukan. Sorot penuh rindu, sedih dan luka yang bercampur di dalam tatapan Alfa.

Namun berselang beberapa detik, Alfa kembali menetralkan raut wajah dan tatapannya.

" Ada apa? Kenapa malam-malam sekali kesini. Kenapa tidak menyuruhku saja yang menemui mu. Di luar hujan deras. Bahaya."

" Kenapa peduli?" desis Anin. Ia marah mendengar ucapan Alfa yang berbentuk perhatian dan kepedulian itu.

Alfa tidak berhak.

" Karena aku berhak."

Anin tersenyum miring.

" Kamu bukan siapa- siapa lagi buatku. Kita sudah menjadi manusia yang berjalan di tempatnya masing-masing."

" Aku masih suamimu. Jangan lupakan itu!"

Alfa mengetatkan rahangnya. Anin menyadari.

" Suami? Bukankah kita sudah bercerai?" pancing Anin.

Wajah Alfa memerah. Gigi nya beradu. Alfa mengepalkan tangan yang berada dalam saku-saku celananya.

" Di mata hukum kamu berada dalam tanggung jawabku. Kamu tidak bodoh, kan?"

Sekarang gantian Anin yang menatap marah Alfa.

" Jangan main-main dengan ikatan sakral."

Mereka saling menghujam tatapan. Mereka seolah beradu siapa yang paling kuat.

" Jangan berbicara seolah aku yang membuat kita berada dalan situasi ini. Bukankah kamu yang melayangkan surat laknat itu kepadaku?"

" Aku melakukannya atas permintaanmu. Dimana letak salah nya?"

" Salah. Karena aku tidak pernah meminta." Suara Alfa naik satu oktaf.

Suasana di antara mereka memanas.

" Bukankah kamu yang memintaku pergi?" Anin menatap luka ke arah Alfa.

Alfa terdiam.

" Benar. Menyuruh pergi bukan meminta cerai."

Alfa bangkit lalu keluar dari ruang kerja. Alfa takut ia akan melampiaskan kemarahannya di sana. Alfa tidak mau Anin melihat kengerian dirinya.

" Aku belum selesai bicara!" ujar Anin keras menyusul Alfa di belakang.

Anin tak sadar kalau mereka sekarang sudah berada dalam kamar.

" Silahkan bicara!" Alfa dengan santai membuka bajunya sehingga Alfa sekarang toples.

" Apa yang kamu lakukan?" Jerit Anin tertahan. Anin mengalihkan matanya tidak mau menatap Alfa. Bukan seperti ini pembicaraan yang di inginkan Anin.

Alfa tersenyum miring.

" Jelaskan kenapa kamu tidak menceraikanku!" tuntut Anin.

" Hanya tidak mau."

Anin melototkan matanya. Anin terpaksa harus menatap tubuh polos bagian atas Alfa.

" Jangan bercanda dalam situasi seperti ini, Alfarabi."

Alfa tiba-tiba sudah berada di hadapan Anin dengan secepat kilat. Wajahnya sudah memerah menahan marah.

Anin terpaku tidak bisa mundur. Kakinya seperti di lem tidak bisa bergerak.

" Mulut ini sepertinya harus di beri hukuman." Desis Alfa. Anin menatap nyalang mata Alfa. Ia tidak akan takut dan lemah lagi berhadapan dengan seorang Alfarabi.

" Kenapa? Merasa tergoda dengan panggilanku?" Anin menelusuri wajah Alfa dengan telapak tangannya.

" Apakah panggilan ku lebih sexy dan menggairahkan di banding selingkuhanmu?"

Nafas Alfa memburu. Ia tidak menyangka Anin akan seberani ini. Kemana Anin yang polos dan penurut.

Alfa mengepalkan tangannya. Alfa memejamkan mata ketika dadanya di raba oleh jemari lentik Anin.

Masih sama. Rasa, sentuhan dan belaian Anin masih sama.

Anin tersenyum miring. Anin berjinjit. Bibir merek hampir bertemu.

" Bergairah kah?" bisik Anin menggoda.

Alfa membuka mata dengan cepat. Saat Alfa hendak mengangkat tangannya, Anin mundur. Alfa susah payah menahan dirinya.

" Sepertinya sia-sia aku kesini. Lebih baik kita memang tidak bertemu. Ah tepatnya, aku tidak menemuimu."

Anin berbalik hendak meninggalkan kamar yang menjadi saksi rumah tangga mereka dahulu.

Langkah Anin terhenti karena di tahan Alfa.

"Tidak ada yang bisa pergi dari kamar ini."

" Apa maksudmu?" tekan Anin marah. Alfa menatap dalam Anin.

Entah bagaimana caranya Anin sudah terkurung di dalam kamar. Pintu di kunci Alfa dari luar.

Anin berteriak lalu mencoba membuka pintu. Anin menggedor-gedor pintu yang malah membuat tangannya sakit.

" Keluarkan aku dari sini!" Teriak Anin.

Alfa menyandarkan tubuh nya di daun pintu. Alfa terpaksa melakukan ini.

" Jangan berteriak. Nanti suara mu habis. Lebih baik segera beristirahat karena aku tidak akan membukakan pintu."

Alfa segera berlalu setelah berucap. Ia berusaha menulikan telinga mendengar teriakan Anin.

Tbc!

Alfa merencanakan apa coba?

Kenapa Anin harus di kurung?

Apakah Alfa tidak mau berpisah dengan Anin. Atau ada hal lain ya??🤔🤔😆😆.

PLEASE VOTEEEEEEEEE

KOMENTARRR

HEHEHHE....

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang