26

20.6K 1.5K 51
                                    

Hallo selamat pagi menjelang siang

Mariii ramaikann si jejak lukaa😆😆

"Dokter Anin."

Anin menoleh ke belakang saat melihat dokter Arkan memanggil dirinya. Anin baru saja keluar dari ruang visit. Anin tersenyum. Ia sudah lumayan dekat dekat rkan. Mereka juga sering sharing mengenai masalah kesehatan dan berbagai penyakit. Bahkan mereka juga kerap bertemu saat acara meeting dan makan siang bersama dengan para rekan lain.

"Iya, dok?"

Arkan menyengir dan menggaruk belakang lehernya. Anin menunggu dan menaikkan alisnya. Anin tahu kalau Arkan akan menyampaikan sesuatu, namun Anin tidak ingin mendahului.

"Formal aja kali ya?" terlihat sekali kalau Arkan Nampak sdikit gugup.

Anin tersenyum tipis.

"Kan sudah saya bilang sebelumnya." Arkan mengangguk kemudian berdehem. Anin memasukkan tangannya ke jas snelli yang di pakainya.

"Kamu nanti ada waktu nggak malam?"

Arkan menatap Anin dengan harap-harap cemas.

"Memang kenapa?"

Datar. Begitulah ekspresi dan tanggapan Anin. Arkan saja dibuat mati kegugupan. Ia dengan susah payah menelan ludahnya yang terasa kering.

"Saya mau mengajak kamu ke sebuah acara Amal."

Anin menatap Arkan. Kemudian mengangguk.

"Boleh. Share lokasi saja. Kita ketemu di tempat ya!"

Arkan melotot mendengar jawaban Anin. Sedangkan Anin sudah berjalan jauh di depannya. Anin memang sosok yang dingin dan datar. Namun, itulah pesona nya yang membuat seorang Arkan tertarik.

"Dok..."

Arkan tersentak ketika seseorang menepuk bahunya. Ternyata Erik, temannya. Bekerja di rumah sakit ini juga.

"Kaget gue." Gumam Arkan.

"Siapa yang nyuruh lo bengong di koridor rumah sakit. lo udah dengar kan kalau rumah sakit itu banyak hantunya."

"Nggak mempan, Bro."

"Hahhahah..." Erik tertawa kemudian merangkul leher Arkan.

"Temenin gue makan!" pinta Erik seperti perintah. Arkan memutar bola mata nya, namun tak urung mengikuti keinginan sang teman.

"Let's go!"

***

Hadiwijaya datang ke kantor bersama pengawalnya. Semua orang menunduk memberi hormat kepada pemilik perusahaan. Hadiwijaya langsung minta di antar ke ruangannya.

"Beri tahu seluruh departemen untuk memberikan laporan dalam waktu liam belas menit."

"Baik, Tuan."

Hadiwijaya duduk menghadap jendela besar yang menampilkan gedung-gedung tinggi dan jalan yang di padati mobil dan motor yang berlalu lalang. Lama Hadiwijaya termenung sembari berpikir. Ia sudah tua. Sebentar lagi akan menghadap Tuhan. Namun permasalahan dalam keluarga nya belum juga terselesaikan. Terlebih antara Vera yang selalu tidak menyukai Anin, cucunya.

Hadiwijaya bahkan sudah lelah menasehati Vera. Hadiwijaya memejamkan mata kemudian mendengar suara Toni.

"Tuan. Ini semua laporannya sudah saya kumpulkan!"

"Bagus. Letakkan di sana. Kamu bantu saya memeriksa dokumen ini. Saya bisa maticepat kalau masih melihat tulisan-tulisan itu."

"Baik, Tuan!"

Sejam mereka memeriksa dokumen. Mereka menemui kecurangan di bagian keuangan.

"Sepertinya ada yang korupsi, Tuan!"

"ya, saya tahu."

"Tuan ingin saya melakukan apa?"

"Tidak perlu saya sudah tahu siapa yang melakukan ini!"

Toni menganggukkan kepalanya. Ia tidak meragukan kemampuan seorang Hadiwijaya. Meskipun sudah tua, kemampuan dan kejelian seorang Hadiwijaya tidak bisa di ragukan lagi.

"Panggilkan Rudi!" perintah Hadiwijaya menggeram. Tony segera memencet intercom dan memanggil nama Rudi agar datang ke ruang pemilik perusahaan.

Tak lama pintu terbuka. Masuklah Rudi dan Vera. Hadiwijaya menyerngit.

"Aku memanggil Rudi. Kenapa kamu ikut masuk?" tajam tatapan yang di berikan Hadiwijaya kepada anaknya.

"Aku Cuma pengen tahu apa yang Ayah bicarakan." Jawab Vera santai. Ia langsung duduk di sofa yang tersedia dalam ruangan ini.

Hadiwijaya memijit pelipisnya tidak ingin memperpanjang masalah.

"Baik. Terserah kamu. Biar kamu tahu sekalian."

Setelah itu Hadiwijaya melemparkan sebuah dokumen ke hadapan Rudi dan Vera.

Braaaaakkk

"Jelaskan! Bagaimana bisa uang sebanyak itu keluar dari perusahaan ini? Kamu kemanakan uang itu, HAH?"

Rudi tersentak.

"Maakk...sud---"

"Tidak usah bertele-tele dan mengelak." Potong Hadiwijaya. Wajah Rudi memutih. Ia gugup dan ketakutan. Vera merebut dokumen tersebut dan meneliti nya.

"Maksud Ayah nunggu Mas Rudi?"

Vera melotot. Sang Ayah memejamkan mata kemudian menatap Rudi marah.

"Nggak. Mas Rudi nggak mungkin ngelakuin ini. Ayah harus cari tahu lebih teliti lagi. Ini pasti ada orang yang fitnah Mas Rudi. Aku yakin sekali," ucap Vera.

"Betul, Yah. Sa..saya nggak ngelakuin ini." Jantung Rudi sudah berdebar keras. Ia mengutuk kenapa hal ini bisa bocor.

"Kalau bukan kamu lalu siapa, hah? Saya bukan orang bodoh yang bisa kamu bodohi. Walaupun kamu menantu saya. Saya tidak akan tinggal diam!"

"AYAHHHH!"jerit Vera keras.

Hadiwijaya menatap tajam anaknya.

"pelankan suara kamu Vera, kamu tidak di perlukan di sini!"

Glekk. Ucapan Ayahnya sangat menyakitkan. Vera mengepalkan tangannya.

"Sekarang kalian keluar. Tunggu intruksi dari saya! KELUARRR!!"

Suara Hadiwijaya menggelegar dan membelakangi mereka.

"Usir mereka!"

Vera marah-marah karena di usir dari ruang Ayah nya sendiri. Tinggallah Vera dan Rudi yang saling berhadapan.

"Kita pulang, mas!"

Rudi mendesah gusar. Setelah ini bisa di pastikan mereka akan bertengkar. Satu masalah belum selesai, sekarang datang lagi satu masalah.

Tbc!

30/06/21

Nah kannn masalahh lainn muncul lagi.

Kali ini datang nya dari si mak lampir vera dan keluargaa. Wkwkwkw

Cuma hari ini. Promo 130.000 dapat 9 pdf/ebook novel kakci yah. Buruann!!!

Hub. 085271367230

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang