1.

61.2K 2.2K 25
                                    

Anindya Putri H

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Anindya Putri H. Nama perempuan yang sedang berdiri menghadap jendela besar di sebuah apartemen mewah yang menjadi tempat tinggalnya selama lima tahun terakhir.

Anindya sosok perempuan cantik dan tangguh. Body semampai di tunjang dengan wajah cantik dengan mata tajam itu membuat para pria tidak berkedip di luar sana.

Perempuan berambut panjang itu tidak terusik dengan bunyi dering handphone yang menggema. Ah lebih tepatnya Anin menulikan telinga dari bunyi handphone yang berbunyi tidak henti-hentinya sedari tadi.

Pasalnya, Anin sudah tahu siapa yang sedang menelponnya. Anin juga tahu orang yang sedang menelponnya tidak akan berhenti merecoki handphone sebelum dirinya mengangkat panggilan tersebut.

Anin menghirup udara dan membuangnya pelan-pelan. Kepala nya di putar seratus delapan puluh derajat dengan tubuh agak miring dengan posisi semula. Anin melihat handphone berkedip-kedip. Orang yang sedang menelponnya benar-benar tidak pantang menyerah.

Anin yang semula mendekap tangan di dada kemudian menurunkannya dan berjalan pelan menuju meja tempat handphone tergeletak.

Suasana apartemen yang sepi semakin membuat bunyi dering handphone Anin terdengar keras di telinga dan menggema.

Anin mengambil handphone nya dan mengusap layar ke atas. Anin menempelkan handphone di telinga seraya mengeratkan kardigan yang sedang di pakainya.

" Anak nakal. Kau membuat pria tua ini selalu menunggu Anindya."

Sapaan pertama yang terdengar sebelum Anin mengucapkan salam atau sekedar mengucapkan Hello.

Anin diam tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya menatap lurus pada pajangan lemari yang menghiasi apartemennya.

Terdengar helaan nafas berat dari lawan bicara. Anin masih diam tak bicara.

" Anin," suara pria tua itu terdengar berat dan lelah. Anin mengedipkan matanya sebelum menjawab panggilan tersebut.

" Ya," suara lembut Anin mengalun indah. Namun hanya kalimat tersebut yang keluar dari tenggorokannya.

" Kabarmu gimana di sana?"

" Baik."

Lagi dan lagi terdengar helaan nafas pria tua tersebut. Bahkan, Anin tidak menanyakan balik kabarnya. Seperti biasa bagaimana seorang Anin sejak dulu.

Anin mencengkram handphonenya. Rasanya Anin ingin sekali berbicara banyak, namun seperti ada sesuatu yang menghalanginya untuk tak bicara panjang lebar setelah sekian tahun berlalu.

" Sudah lima tahun berlalu Anin. Kapan kamu tepati janjimu. Kakek sudah tua Anin. Umur Kakek tidak akan panjang lagi. Kakek ingin kamu disini menemani hari-hari kakek yang tersisa sedikit ini." Lelah. Itulah yang terdengar dari nada suara pria tua yang mengaku dirinya sebagai kakek tersebut.

Anin berusaha membuat dirinya tegar dan tidak lemah mendengar suara Kakek.

" Ya. Anin akan tepati."

" Kapan Anin kapan?" Cerca Kakek cepat.

" Besok."

Anin bisa mendengar suara Kakek terkesiap dan suara benda jatuh di seberang telephon. Anin menduga ada suatu benda yang jatuh.

" Kamu tidak sedang membohongi kakek kan?" terdengar seperti tuduhan dan sekaligus harapan.

" Tidak."

" Jam berapa? Biar Kakek minta Joni menjemput di bandara."

" Tidak usah. Anin bisa naik taxy."

" Tidak. Tidak. Kakek tidak mengizinkanmu. Kakek akan suruh Joni menjemputmu. Ah, atau Kamu ingin pulang ke---,"

" Tidak." Jawaban Anin dengan cepat memotong ucapan Kakek.

" Baiklah. Kabari Kakek jika sudah sampai!" Titah Kakek tidak mau di bantah.

" Ya," sahut Anin terdengar lirih.

" Kakek tutup. Di sini sudah larut sekali. Kakek mau istirahat. Sepertinya malam ini tidur pria tua ini akan pulas. Kakek tidak sabar menunggu hari esok."

" Hm," hanya terdengar gumaman jawaban dari Anin.

" Yasudah, kamu juga harus istirahat. Besok kamu akan melalui perjalanan yang panjang."

" Ya,"

Sebelum panggilan di tutup suara lirih Kakek terdengar.

" Anin. Hati-hati dan maafkan Kakek."

Jantung Anin berhenti berdetak. Anin berusaha biasa-biasa saja.

" Ya, terima kasih, Kakek." Lalu Anin segera mematikan panggilan sebelum pembicaraan semakin panjang dan tidak jadi berakhir. Anin mencengkram pinggiran meja menyalurkan emosi yang tertahan di tubuhnya. Anin menghirup udara kemudian membuangnya dengan kasar.

" Waktu lima tahun ini akan berakhir dan selamat datang kehidupan baru," gumam Anin pelan namun sarat akan ketegasan dalam nada suaranya.

Anin menutup gorden jendela yang menampilkan pemandangan lampu kota dan gedung-gedung pencakar langit serta lalu lintas kendaraan di bawah sana.

Anin mematikan semua lampu ruangan dan berjalan ke kamarnya yang temaram. Karena lampu utama juga di matikan.

Lima tahun terakhir Anin menyukai suasana sepi seperti ini. Tenang dan tidak menganggu. Anin merebahkan tubuhnya dan mencoba untuk mengistirahatkan pikiran dan hati nya yang sedang bertarung di dalam sana.

Semoga besok awal kehidupanku yang baik.

Anin berdoa dalam hati sebelum menutup matanya dengan harapan yang tinggi akan ucapannya barusan.

Tbc!!

29/04/21
Haiii gaess..., Kakci hadir lagi dengan cerita baru yang berbeda dengan sebelumnya ya.

Cerita ini merupakan project dalam jangka waktu sebulan selesai. Doakan semoga lancar ya gaes...

Ohh yaa.., jangan lupa vote dan komentar nya ya gaes.

Suka dengan bab pertama ini. Kasih komentar kalian.

Tungguin update nya siap maghrib nanti ya jika ekspetasi cerita ini bagus dan kalian syukkaaa🥰🥰🤩.

Jangan lupa juga follow dulu sevelum membaca dan masukin ke library kalian ya gaess...💃💃💃

Okee tengkyuuuu🥰🥰😘

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang