15. Panglima

61 6 1
                                    

Lukanya sedikit parah akibat pertarungan sengit tadi. Satur terlihat menahan rasa sakitnya dan menekan luka itu dengan lengan kanannya, dengan semua bahan yang ada Sina mengobati luka sayat Satur dengan obat dedaunan herbal yang ia racik sendiri, bahan dan alatnya pun begitu sederhana yang ia temukan disekitar hutan. Terdapat batu untuk melumutkan daun herbalnya dan wadah sederhana yang terbuat dari daun kering, dan semua itu ia kumpulkan sendiri.

"Membuat obat seperti ini sangatlah mudah, aku selalu membuatnya di istana untuk para prajurit kakakku yang terluka sehabis pulang dari medan perang, atau terluka akibat latihan." Ucap Sina sambil meng-ulek racikan nya dengan batu berukuran sedang.

Berada dihutan belantara seperti ini,membuat Sina kesulitan untuk mendapat fasilitas memadai seperti dulu. Tapi ia selalu saja bisa menyesuaikan diri walaupun sedikit kesulitan dengan hambatan dan kekurangan yang ada. Tentu saja hal itu membuat hati Satur terenyuh dan merasa kasihan pada sang putri cantik itu.

"Maafkan aku sudah membawa mu pergi ke tempat seperti ini."

"Mengapa minta maaf."

"Aku sudah membuatmu kesusahan. Tuan putri pasti kelelahan, seharian berjalan, bertarung,dan..."

"Kata siapa aku kesusahan. Aku senang dibawa olehmu." Ucap Sina dengan nada hangat.

Deg.

Jantung Satur berdegup kencang mendengar ucapan dari Sina tadi, ditambah Sina yang menunjukan senyum manis yang belum pernah Satur lihat sebelumnya. Ia terpana dan tenggelam dalam sebuah ciptaan Tuhan yang begitu cantik dan sempurna. Tanpa sadar, Satur tersenyum simpul menatap hangat Sina yang fokus pada pengobatan lukanya.

"Aaa." Tiba-tiba saja Satur berteriak keras sambil sedikit menghindari tangan Sina yang tengah mengobati lukanya. Bersamaan dengan itu pula, teriakan dari Satur membuat Sina kaget ditempat.

"Maaf, aku tidak sengaja menekan lukamu." Ucap Sina

"Pelan-pelan makanya, rasanya sakit."

"Kamu ini panglima macam apa hah? Begitu saja sudah teriak kesakitan."

Satur hanya bisa mendengus kesal saja, percuma jika ia terus berdebat dengan sang putri. Ia tidak bisa marah bagaimanapun juga, apalagi pada seorang wanita yang sudah mengobati lukanya.

...


Tiga orang laki-laki terlihat berjalan beriringan. Satu laki-laki berada didepan memimpin jalan dua orang laki-laki yang berada dibelakang nya. Walaupun kakinya terlihat terbalut kain dan tertatih-tatih, ia cukup cepat dalam hal berjalan dibantu oleh sebuah tongkat ranting yang kuat.

"Sebentar lagi kita akan bertemu dengan Satur dan Sina." Ucap Jatar menoleh kebelakang.

Zular dan Metar langsung mengangguk dengan penuh semangat.  Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan tersebut ditengah-tengah hutan yang dipenuhi pepohonan dan jalan yang licin itu.

🌺🌺🌺

Semoga kalian suka ya sama ceritanya :)

Jangan lupa,
Tinggalkan jejak vote, comment, dan follow akun ini agar bisa mendapatkan notifikasi terbaru dari ceritanya...

Dan terimakasih bagi kalian yang sudah membaca dan mendukung cerita aku ini

I luv ya ❤️

Nabila

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang