26. Panglima

34 6 0
                                    

Diruang yang luas dan sepi itu, tepatnya dikamar Sina. Ia terduduk diam di kursi sembari menatap keluar jendela. Sesekali ia berdecak kesal memikirkan Satur yang menghindarinya tadi. Ia memendamkan wajahnya dikedua lututnya, ia merasakan rasa sakit dikepalanya karena terlalu keras memikirkan Satur. Entah kenapa hatinya langsung hampa seperti habis dicampakkan seseorang. Apakah Satur akan membenciku?.

Tok tok tok

"Siapa?." Tanya Sina. Namun, tak ada jawaban dari luar.

Sina beranjak perlahan dari kursinya mencoba untuk berdiri tegak menyambut siapa yang akan masuk ke kamarnya itu walaupun suasana hatinya sedang tidak baik.

"Silahkan." Ucap Sina

Seseorang membuka pintu itu perlahan sampai terdengar suara bunyi engselnya yang agak mengganggu telinga. Pria itu memasuki kamar Sina sembari menundukkan kepalanya kebawah, ia berjalan begitu lambat penuh keraguan. Pria itupun kembali menutup pintunya sebelum kembali melangkah mendekati Sina, melihat pria itu Sina langsung tersentak kaget dan mulai merapikan dirinya, sesekali ia menatap cermin untuk memastikan penampilannya yang rapih.

"Satur, aku kira siapa tadi."

"Sina...mmm, aku."

"Iya ada apa?." Tanya Sina sangat ramah namun salah tingkah. Kedua terlihat canggung dan gagap satu sama lain, ya mungkin karena kesalahpahaman ini yang membuat mereka jadi canggung.

Satur mendekat satu langkah "Tadi itu..."

Belum Satur melanjutkan ucapannya, Sina berlari dengan cepat sambil meraih kedua tangan Satur,Iris hitam kecoklatan itu terlihat berkaca-kaca, sang putri menatap panglimanya dengan tatapan sedih.

"Kau marah padaku?. Apa aku terlalu berlebihan tadi?. Apa rasanya sakit?."

"A- bukan."

Tubuh Satur menjadi gemetaran, wajahnya jadi kaku. Ekspresinya seketika berubah menjadi seperti orang yang tengah menahan rasa sakit, tiba-tiba saja Satur menjauhkan dirinya dari Sina dan menarik tangannya dengan kuat untuk lepas dari genggaman Sina. Satur seperti orang yang terdorong, ia langsung jatuh kelantai sembari meremas kuat dadanya. Keningnya mengerutkan, matanya menyipit menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja timbul di sekitar dadanya. Sina yang melihat Satur kesakitan langsung mendekatinya gelisah, Sina tidak tau harus apa saat ini.

"Aah, jantungku sakit." Rintih Satur

"Mau aku panggilkan tabib."

"Tidak. Aku tidak apa-apa, bantu aku berdiri!." Perintah Satur pada Sina

Bergegas Sina langsung membantu Satur untuk berdiri.

"Ayo duduk dulu dikursi."

"A- tidak tidak, aku harus pergi."

"Tapi."

"Mm... Jatar sudah menungguku dilapangan."

Sambil merasakan rasa sakit yang masih ada, Satur langsung melangkah pergi secara tertatih dari kamar Sina. Ia tak mau lama-lama disana. Sina bahkan tak bisa berbuat apa-apa, Satur tak akan mendengarkan perkataannya.  Kini ia hanya bisa menghela nafas berat menjatuhkan dirinya kelantai seperti orang yang kelelahan.

Disisi lain, Satur menutup pintu kamar Sina perlahan. Ia menarik nafas lega sembari menyandarkan punggungnya ketembok, saat ini Satur terlihat mengatur nafasnya perlahan agar bisa kembali normal. Jantungnya pun sudah mulai berdetak dengan normal lagi. Keadaan berangsur membaik saat ia sudah keluar dari kamar itu.

"Ternyata serangan jantung rasanya sakit juga." Gumam Satur

"Itu bukan serangan jantung namanya." Ucap Jatar tiba-tiba yang mengagetkan Satur sampai ia hampir kehilangan keseimbangannya untuk berdiri. Sejak kapan pria itu berada disamping Satur?.

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang