27. Panglima

34 6 0
                                    

Jatar duduk terdiam di tanah sembari mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Pikirannya masih terganggu oleh Satur dan Sina tadi, sedangkan Zular dan Metar terlihat sedang berduel pedang satu lawan satu.

"Zular kemarilah."

"Hah?!." Tanya Zular yang tak terlalu mendengar ucapan kakaknya karena ia terlalu fokus dengan duelnya itu. Metar yang peka dengan panggilan Jatar langsung mengehentikan serangannya dan memberi isyarat pada Zular dengan tangannya untuk mempersilahkan pangeran itu pergi dari tempat duelnya. Zular yang mengerti langsung mengangguk sembari berlari kecil menuju kepinggir lapangan.

"Ada apa kak?." Tanya Zular

"Dimana Satur?."

"Dia berada digudang senjata bersama Kakek Sura dan beberapa prajurit disana. Mereka tengah mengangkut beberapa senjata untuk dibawa kemedan perang nanti." Ujar Zular

" Oh, begitu ya. Aku akan kesana."

"Metar, tolong bimbing pasukan disini. Setelah yang lain istirahat, kalian datanglah kegudang senjata karena akan ada rapat disana, jangan lupa panggil Sina juga."

"Dimengerti pangeran." Sahut Metar

Jatar mengacungkan jempol kirinya lalu pergi meninggalkan Kepala perang itu bersama dengan adiknya.

Benar saja ada beberapa prajurit yang mengangkut barang keluar masuk dari gudang senjata. Jatar juga bisa melihat Satur yang tengah menge-cek persediaan senjata bersama Kakek Sura. Semua orang terlihat sibuk dengan tugasnya masing-masing, sampai ada seorang wanita  yang menarik perhatian Jatar keluar dari gudang sambil membawa satu ikat penuh panahan dikedua tangannya. Jatar langsung menghampiri wanita itu yang terlihat kesusahan dengan setumpuk panahan ditangannya.

"Mau aku bantu?." Tanya Jatar menawarkan diri

" Ah, tidak perlu." Ucap perempuan itu

"Bukankah katamu sesama prajurit harus saling tolong menolong." Ujar Jatar tak gentar

Wanita itu langsung memiringkan kepalanya memeriksa siapa orang yang sudah menawarkan diri untuk membantunya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat Jatar ada didepan matanya, refleks ia pun langsung menjatuhkan panahannya karena kaget. Wanita itu terlihat salah tingkah, ia bahkan gugup saat memunguti panahan yang berceceran ditanah.

"Maaf." Ucap wanita itu

"Namamu Jena kan?." Tanya Jatar yang ikut berlutut memunguti panahan itu

"Iya."

"Senang melihatmu lagi."

"Terimakasih pangeran, maafkan aku sudah merepotkanmu."

"Santai saja."

"Omong-omong, maafkan aku soal yang terjadi.."

"Ssshhtt..." Jatar langsung memotong perkataan Jena, ia tak mau mendengarkan permohonan maaf dari wanita itu.

Semua panahan sudah terkumpul ditangan Jatar dan Jena, mereka pun langsung bangkit berdiri lalu pergi bersama menuju peti besar yang sudah disiapkan untuk mengangkut barang pada peperangan nanti. Jena terlihat melambatkan langkahnya mengajarkan diri dengan Jatar yang tertatih-tatih. Kakinya belum pulih total.

"Ini senjata terakhir yang sudah kami masukan ke peti." Ucap Jena

Jatar mengamati semua senjata itu dari kelima peti yang terbuka, ada busur, panah, dan pedang yang sudah diasah. Jumlahnya terlihat cukup untuk pasukan mereka yang berjumlah tak terlalu banyak itu.

"Mmm... Bagus, lalu setelah ini apakah kau ada pekerjaan lain?."

"Tidak. Apa Pangeran membutuhkan sesuatu dariku?."

Sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal " Ah, tidak. Hanya saja..."

"Jatar!!." Sahut Satur dari kejauhan

Jatar langsung berdecak kesal saat melihat temannya yang datang menghampiri mereka diwaktu yang tidak tepat. Saat sudah sampai, Satur langsung menatap Jatar dan Jena secara bergantian lalu melontarkan senyum kecil pada mereka berdua. Jena langsung membalas senyum Satur dengan senyumannya lagi sembari menundukkan kepalanya, setelah merasa pekerjaannya sudah selesai ia pun langsung pergi berjalan mundur meninggalkan Jatar dan Satur tanpa mengatakan apapun. Jatar terlihat ingin mengatakan sesuatu untuk menahan Jena lebih lama disini. Namun karena Satur yang berada diantara mereka, ia akhirnya tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan Jena.

"Sudah melihat pasokan senjatanya?." Tanya Satur memulai pembicaraan

"Sudah." Ucap Jatar sembari menganggukkan kecil

" Baguslah, kalau begitu kita langsungkan saja rapat strateginya segera. "

"Mmm..ayo, tapi tunggu yang lainnya dulu." Ujar Jatar yang masih memandangi Jena dari kejauhan

"Pilihan yang bagus." Bisik Satur tiba-tiba yang membuat Jatar jadi bingung mendengarnya

"Pilihan apa yang bagus?."

Satur menunjuk Jena dengan kedua bola matanya sembari tersenyum mencoba menggoda Jatar yang pipinya mulai memerah.

"Jena?."

"Hhmm?." Ujar Satur mengangkat pundak dan kedua tangannya balik mempertanyakan sesuatu yang sebenarnya tak perlu ia tanyakan lagi. Jatar sendiri hanya bisa diam tertegun menelan salivanya malu dengan Satur  terlihat begitu puas saat menggodanya.

...

Venus menyusuri hutan lembab lebat itu dengan memasang ekspresi kesal. Bahkan ular yang menghalangi pandangannya langsung ia tebas dengan pedang tajamnya itu.

"Sedikit lagi, sedikit lagi...." Gumam Venus sambil mengepalkan tangan kanannya penuh tenaga.

🌺🌺🌺

Semoga kalian suka ya sama ceritanya :)

Jangan lupa,
Tinggalkan jejak vote, comment, dan follow akun ini agar bisa mendapatkan notifikasi terbaru dari ceritanya...

Dan terimakasih bagi kalian yang sudah membaca dan mendukung cerita aku ini

I luv ya ❤️

Nabila

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang