Satur, Jatar dan yang lainnya menunggu Jena siuman dari pingsannya.
"Sudah enam jam Jena belum siuman apakah dia baik-baik saja?." Tanya Jatar gelisah pada Kakek Sura
"Lukanya cukup parah, wajar saja dia belum siuman. Setelah beberapa saat dia pasti akan segera sadar." Ujar Kakek Sura mencoba menenangkan Jatar.
Disisi lain, Satur terlihat mengerutkan keningnya berpikir keras dengan rasa cemas yang terlihat jelas di matanya. Sedangkan Zular masih saja menangis tersedu-sedu memikirkan kakaknya yang tidak ada disini, melihat semua orang yang terlihat tidak melakukan apapun untuk menyelamatkan kakaknya, Zular langsung beranjak dari duduknya dan menggebrak meja disampingnya.
BRUUUK..
Mata semua orang langsung tertuju pada Zular yang terlihat marah dengan air mata yang mengalir begitu deras.
"Apa-apaan ini, sudah jelas bahwa Kakakku diculik oleh Venus. Mengapa kalian masih diam saja?."
"Tenangkan dirimu pangeran." Ucap Metar
"Bagaimana aku bisa tenang?. Kakakku dalam bahaya."
Satur beranjak dari duduknya mengambil pedangnya yang tergeletak dimeja dan pergi keluar tanpa bicara sepatah kata pun pada mereka. Jatar menatap tajam Zular yang mulai tak terkendali dengan ketakutannya itu, ia mengerti apa yang dirasakan oleh adiknya. Tapi, jika ia berbuat gegabah tanpa memikirkan rencana yang matang maka semuanya akan ikut terjerumus dalam penderitaan yang ditimbulkan oleh kejahatan Venus.
"Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Sina dan Jena. Belajarlah untuk tidak gegabah pangeran. Syukur Sina dan Jena tidak memberitahu atau memancing tempat ini pada Venus." Ucap Jatar pada Zular.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?."
"Pergi bersama Tuan Metar dan arahkan para pasukan. Kita akan mulai rencana perebutan kembali kekuasaan dan putri segera. " Perintah Jatar
"Aku akan menemui Satur dulu." Jatar pun bergegas pergi menyusul Satur keluar.
Ditempat lain, Satur terlihat begitu sedih. Dia terus saja memukul bebatuan yang berada dekat didepan pintu gua.
"Jika aku bukan panglima maka aku mungkin sudah pergi merebutmu kembali."
"Aku harus memikirkan rencana peperangan dan mengarahkan pasukan, dan itu perlu sedikit waktu. Bahkan aku tidak memiliki waktu sama sekali untuk tidak bisa mengkhawatirkanmu. Disisi lain aku juga tidak boleh egois dan harus memikirkan kerajaan."
"Aku sangat membenci ketidakberdayaanku ini Sina."
"Tapi aku yakin kau akan baik-baik saja. Aku mohon jangan sampai kau menghancurkan keyakinanku ini. Aku pasti akan datang."
Beberapa saat Satur berdiri didepan gua, ia sadar akan bahaya yang tengah mengancamnya saat ini. Sangat mudah bagi musuh untuk menyerangnya ditempat terbuka. Benar saja, ia melihat mata panah melambung pesat menuju bebatuan yang tadi ia pukuli, sepertinya anak panah itu bukan ditujukan untuk melukai Satur. Terdengar suara menancap mata panah yang mengenai batu tersebut membuat Satur langsung mencari dimana asal panah itu berasal. Namun, belum Satur memeriksa ke arah mana panah itu berasal ia melihat secarik kertas yang ikut tertancap di ujung mata panah tersebut seperti sebuah surat yang telah ditujukan untuk Satur.
"Apa itu." Satur mengambil panah yang menancap dibatu dan mengambil secarik kertas tersebut lalu membukanya.
Jika kau dan pasukanmu ingin memasuki istana maka datanglah esok di malam hari tempat dipusat bulan. Kau akan menemukan begitu banyak tawanan budak yang dulunya adalah prajurit Moondom. Bergabunglah dan menyamar ditengah-tengah mereka sebagai seorang budak. Keesokan harinya, para goblin akan membawa kalian ke istana tepat diruang bawah tanah. Kuncinya kau harus percaya padaku, aku akan mengarahkanmu selalu.
"Siapa?." Tanya Satur setengah berteriak setelah ia membaca surat dari sosok misterius.
Namun tidak ada jawaban sama sekali. Hanya kicauan burung dan suara daun yang berterbangan, terdengar sangat tenang. Satur melangkah menjauhi gua dan kembali melirik kesekelilingnya, namun nihil tidak ada tanda-tanda seseorang berada disana. Hingga seseorang tiba-tiba menepuk pundak Satur pelan, sontak Satur langsung menoleh kebelakang dan ia mendapati Jatar yang kebingungan melihat sikap Satur yang begitu kaget melihatnya.
"Kenapa?."
Nafas Satur terdengar tak beraturan, ia terlihat gugup saat menatap wajah Jatar. Apakah sebegitu kagetnya ia?.
"Kau." Ujar Satur sambil menelan saliva nya.
"Ikuti aku." Lanjut Satur yang pergi lebih dulu di ikuti oleh Jatar yang terdiam sejenak lalu berjalan dibelakang sang panglima mengikuti kemana ia akan pergi.
...
Sina menatap pemandangan disekitar istana dari atas balkon kamarnya. Sekelibat kenangan bersama orang-orang terkasihnya lewat dihadapannya. Ia melihat dirinya yang dulu berduel bersama Paman Vetur dan kakak nya Hatar di lapangan. Ia pun melihat kedua saudaranya Jatar dan Zular sedang berebut makanan dari nampan yang dibawa para dayang. Senyuman dan tawa terlihat murni terpancar dalam wajah Sina yang dulu, Sina Rindu dipeluk Hatar. Dia rindu saat ia dimarahi oleh paman Vetur. Tawa kecil terdengar jelas saat Sina melihat kenangan dimana ia tengah menarik telinga Jatar yang ketahuan menggoda para dayang dan Zular yang tertawa lepas melihat Jatar yang meringis kesakitan minta ampun pada Sina. Matanya seketika langsung berkaca-kaca saat kenangan dari bayangan dirinya dan Satur yang tengah bertengkar didekat tiang eksekusi, sungguh perdebatan yang indah. Kenangan-kenangan tersebut secara tidak langsung membuatnya makin sakit sekaligus sedikit melampiaskan rasa kerinduannya pada mereka. Seperti manis dan pahit yang bercampur jadi satu. Tapi rasa pahit lebih dominan dari rasa manis yang akhirnya membuat Sina terasa mual dan makin tertekan oleh rasanya.
"Teringat masa lalu?."
Sina menoleh kearah suara tersebut, ia melihat dayangnya Venus yang cantik itu tersenyum padanya.
"Kenapa!?. Terganggu?. Dasar wanita jalang." Ucap Sina Sinis
"Benar kata Satur, mulutmu memang pedas dan ketus."
"Kau?." Sina sedikit heran dan terkejut saat gadis itu menyebutkan nama Satur.
"Lana." Ucap gadis itu memperkenalkan dirinya sendiri lalu sedikit membungkukkan tubuhnya pada Sina.
"Aku kekasihnya Satur."
"Apa?!." Ucap Sina tersentak dengan pernyataan gadis dihadapannya itu.
"Bercanda." Ujar Lana yang langsung tertawa kecil melihat Sina yang terkejut setengah mati.
Sina yang tak suka dengan lelucon tersebut langsung menatap kearah lain salah tingkah sembari memasang raut wajah jengkel.
"Ssshhhss.." Gadis itu mendesis tepat kedekat telinga Sina hingga buluk kuduk sang putri pun langsung terangkat merinding.
"Panggil aku jika Si Venus mengganggumu." Bisik Lana sambil tersenyum lalu menarik sudut bibirnya, gadis itu pun pergi berjalan meninggalkan Sina dengan anggun. Hingga sesuatu muncul dari balik pundak Lana yang membuat Sina kembali terkejut sekaligus merinding.
"Ular." Ucap Sina pelan
"Dia... apakah dia wanita ular yang telah membantu Satur melarikan diri dari penjara waktu itu ?." Tanya Sina.
Gadis itu kembali menoleh ke arah Sina dengan senyumnya yang manis lalu kembali berjalan keluar hingga punggungnya sudah tak terlihat lagi oleh jangkauan pandangan mata Sina.

KAMU SEDANG MEMBACA
Moondom : Panglima
RomansaGenre : romance, action, military. Semuanya telah berubah setelah insiden malam itu terjadi. Senyum manis dan amarah yang selalu kau pancarkan tidak terlihat pada hari itu, cahaya bulan tak lagi bersinar terang seperti dulu. kekosongan hati dan kekh...