04. Panglima

82 8 0
                                    

Hatar ternyata baik-baik saja, buktinya ia terlihat bisa duduk dan tersenyum di singgasana tepatnya di dalam tenda peristirahatan raja.

"Sina sangat menyayangiku, seperti yang telah ia katakan."

"Ia siapa?." Tanya panglima Vetur terheran-heran.

"Paman, kau pasti tau."

...

Seseorang tengah digantung dilapangan eksekusi, lelaki itu terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi. Entah kenapa, putri itu sangat marah dan ingin membunuhnya sesegera mungkin, padahal tadi itu keadaan nya begitu lemah tak berdaya.

"Cepat jawab pertanyaanku. Atau aku tidak akan melepaskanmu."

"Kakak sudahlah." Pinta Zular adik dari Sina

Pria itu menghela nafas berat, ia terlihat pasrah dengan keadaannya sekarang. Tapi, ia juga harus kembali kebumi. Ia dalam keadaan tertekan sekarang.

"Aku adalah prajurit khusus kerajaan Moondom. Prajurit kepercayaan yang tak terlihat selama ini, makanya kau tak mengenaliku. Aku bekerja sebagai mata-mata untuk Raja Hatar. Tugas kali ini aku terpaksa harus berpura-pura sebagai pejuang kerajaan Sundom selama bertahun-tahun. Namun, agar mendapatkan kepercayaan raja dari Sundom, aku harus menyakiti kakak mu dimedan perang kemarin. Hal itu sangat sulit kulakukan, ditambah ada kau yang ikut pula turun kebumi. Aku telah memprediksi hal ini akan terjadi. Perempuan selalu terbawa perasaan tanpa memikirkan akibatnya, namun jika raja memberitahukan kau saat itu, ditakutkan akan ada mata-mata lain dari kerajaan Sundom yang mendengar nya atau penghianat dari Moondom sendiri, kami berduapun membiarkan kau pergi kemedan perang, bahkan Pangeran Jatar pun tidak mengetahuinya hingga akhirnya dia mendapat pesan dari raja saat berniat mengejar kita. Dan jangan khawatir, kakakmu baik-baik saja saat ini. Punggung kakakmu itu sekuat baja, lagipula aku tak menyayatnya dengan dalam, ia hanya drama saja pura-pura kritis." Ucap pria itu dengan nada ejekan diakhir kalimat.

"Jadi, mohon!!. Sekarang tolong lepaskan ikatan ini, aku harus segera kembali pergi kemedan perang." Pinta  pria itu

Ia sudah tidak tahan lagi jika terus menerus diperlakukan aneh oleh putri arogan yang sedari tadi mengikat kedua tangan dan kakinya ditengah lapangan dengan terik matahari yang menyengat. Sina memasang raut wajah yang penuh pikiran, tapi akhirnya ia menatap kembali pria itu dengan tajam seperti akan mengatakan sesuatu.
Disisi lain, Zular merasa sangat canggung diantara mereka berdua, ia hanya bisa menatap kasihan pada pria itu. Ia merasa tidak berdaya dan dilema. Disisi lain pria itu yang sudah ia kenal sebagai kepercayaan Raja Hatar dan yang lainnya ada Sina yang kesal, atau lebih tepatnya ia sangat kesal dengan insiden penculikan di bumi tadi.

" Lepaskan dia Zular!." Perintah Putri Sina pada adiknya yang membuat pria itu langsung bernafas lega. Sina pun pergi dengan keangkuhan dan kekesalan diwajahnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Setelah beberapa langkah ia menjauh dari Zular dan pria itu tiba-tiba saja Sina menghentikan langkahnya dan membalikan tubuhnya menoleh kearah pria itu dengan tatapan sang penyihir "Bukan berarti aku sudah memaafkanmu ya. Ingat itu!." Ucap Sina tiba-tiba yang membuat Zular dan pria itu kaget. Sina pun kembali melanjutkan langkahnya memasuki istana.

"Maafkan atas kelakuan kakakku yang berlebihan itu, Satur." Ucap Zular lirih yang merasa bahwa kakaknya sudah pergi dari tempat ini.

Ternyata nama pria itu adalah Satur.

Zular memang sudah mengenal Satur dari sebelum peperangan ini. Ia pernah berlatih bersama dikarantina jauh dari istana saat usianya waktu itu masih menginjak umur 8 tahun. Kini ia sudah berumur 16 tahun, beda 3 tahun dengan Sina.

"Tidak apa-apa kawan. Aku harus segera kembali ke bumi, Raja Hatar sudah menunggu ku."

"Seharusnya kau tidak mengatakan itu semua pada Putri Sina."

"Tak masalah, lagian aku tidak akan bersembunyi lagi setelah perang ini berakhir. Mereka semua akan ku kalahkan"

"Hehe, baiklah. Semoga berhasil."

...

Sina terus saja memikirkan peperangan tadi dan kakaknya Hatar. Namun, ini memanglah salahnya. Dia belum begitu kuat, bagaimana jika ia sampai sungguhan ditawan oleh kerajaan musuh. Maka itu akan menyulitkan kedua kakaknya dimedan perang.

"Selamat datang Putri Sina." Ucap seseorang yang tiba-tiba saja muncul dikamar Putri Sina.

Sina memutar tubuhnya 180° dan mencari arah panggilan itu "Ratu Gena."

"Hatar baru saja mengabariku dari bumi lewat prajuritnya, bahwa kau kembali ke istana. Aku sungguh bahagia. Memikirkan mu disini membuat ku sangat gelisah, aku takut kau kenapa-napa disana. Tapi, setelah kau kembali aku menjadi sangat tenang."

"Maafkan aku telah membuat mu cemas." Ucap Sina sambil membungkukkan tubuhnya

"Sepertinya kau sedang kesal saat ini."

"Pria menyeramkan itu sudah menghina ku."

"Pria?!."

"Amm.. Maksudnya... Tidak apa-apa, aku hanya sedang sedikit pusing."

"Oh, ya?. Tapi aku tidak melihat kejujuran itu dari raut wajahmu."

"Hhh.. apa aku selemah itu?. Aku hanya ingin melindungi raja." Ucap Sina sambil menghentakkan kedua kakinya penuh kekesalan.

Gena yang kebingungan hanya bisa ber-a ria dan memcoba untuk menjelaskan sesuatu agar Sina bisa mengerti dengan keadaan ini.

"Kau tidak lemah Sina. Yang kau lakukan sangat lah berani, tetapi jika terlalu terbawa perasaan itu tidaklah baik. Lawan kita itu adalah orang-orang yang licik, mereka akan mengambil kesempatan apapun untuk dijadikan sebuah kemenangan. Coba bayangkan jika salah satu dari mereka mengetahui bahwa ada seorang putri yang berperang dalam medan tempur. Kau pasti akan jadi sasaran empuk mereka. Lalu,siapa yang akan susah? Ya, raja dan pasukannya."

"Dia benar." Lirih Sina

"Ratu!. Apakah kau mau melatih ku. Sebelum Panglima Vetur  pulang, aku tetap harus berlatih bukan?. Jadi,aku minta agar kau bisa membimbing ku untuk menjadi lebih kuat lagi."

Entah kenapa suasana hati Sina bisa berubah semudah itu, ia menjadi terlihat bersemangat dari sebelumnya. Matanya memancarkan api yang membara dan senyumnya menandakan semangat yang menyenangkan. Sekarang ia sudah bertekad untuk mengasah kemampuan dan kekuatan anginnya yang diturunkan oleh mendiang ibunya dulu. Sina tidak bisa berdiam diri saja menunggu Panglima Vetur pulang. Ia harus berlatih dengan keras, agar ia bisa ikut ke medan tempur bersama saudara-saudaranya.

"Tolong latihlah aku. Sebelum paman pulang, aku ingin sekali bisa berlatih dengan mu." Lanjutnya sambil membungkukkan badan.

Gena yang mendengar permohonan dari Sina langsung menyambutnya dengan senyum lebar, ia mengelus kepala Sina dengan lembut beberapa kali.

"Baiklah. Suatu kehormatan bisa mengajarimu."

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang