07. Panglima

74 9 1
                                    

Keesokan hari yang melelahkan untuk memulai pagi, terlihat Sina dan Gena sedang beradu pedang di lapangan tempat biasa para prajurit berlatih. Disana semua orang bisa melihat pemandangan bumi dari bawah langit dan bisa menyentuh anak awan berwarna putih lembut basah seperti kapas yang habis dibasahi dengan air,  warna pagi ini seperti warna galaxy dengan ungu yang mendominasi lalu warna oranye dari cahaya matahari yang menghangatkan. Di atas menara pemantau, Satur memperhatikan para prajuritnya berlatih pedang, memanah, dan mendalami kekuatan mereka masing-masing. Seperti angin dan petir. Dan tak lupa, mata tajamnya pun selalu tertuju pada gadis bergaun terompet berwarna light blue dengan rambut yang dikuncir satu panjang. Dikepalanya ia mengenakan mahkota kecil berwarna silver bekilau dengan liontin bulan.

" Ayo!! Bangkitlah putri!!." Ucap Gena yang sepertinya menang dalam duel satu lawan satu.

"HIAAA." 

Gerakan yang tak terduga, tidak bisa dibaca lawan. Sina menendang kaki Gena hingga ia kehilangan keseimbangan dan langsung menghempaskan tubuh ratu dengan kekuatan anginnya.  Ia terpentok tiang yang ada ditengah lapangan.

"Kau sudah mulai memahami apa yang aku ajarkan putri. Tapi,itu masih belum seberapa!." Kata Gena sambil meringis kesakitan.

" Ratu!." Panggil sang pelayan yang langsung membungkuk.

"Ada apa?."

"Raja meminta kau datang ke kamar nya."

"Sepagi ini?. Bukan kah sejam yang lalu kau bersama dia." Ucap Sina tak terima.

"Lelaki selalu mengacaukan kegiatan wanita." Ucap Gena sambil tersenyum dan merapikan bajunya yang berantakan akibat serangan Sina tadi.

"Terimakasih untuk latihan hari ini."

"Tidak masalah." Ucap Ratu Gena yang memakai gaun putih panjang dan mahkota bermata bulan sama seperti Sina namun ukurannya lebih besar lagi.

"Dia sangat cantik dan berbakat." Ucap Sina yang mengagumi kakak iparnya.

Gena sudah pergi dari sana. Sina mulai melakukan gerakan pendinginan agar badannya menjadi tidak sakit lagi setelah berlatih dengan gerakan yang memanaskan otot-otot tubuh. Bersamaan dengan itu langkah kaki terdengar jelas mendekat kearah Sina. Sina sudah merasa ada seseorang yang sedang mendekati nya, ia pun bersiap untuk menyerang orang tersebut.

"YAAAA!." Sina membalikan badannya dan berteriak sembari melakukan serangan berupa tendangan ke arah kepala. Namun, sayang tendangan itu gagal karena ditangkis lelaki yang berjalan menuju arahnya.

"Lain kali, saat pertempuran nanti akan ku biarkan kau disana." Ucapnya.

"Kenapa? Kau mengakui kehebatanku?."

"Dan lain kali, kau akan kuculik lagi." Ucap Satur yang masih memegangi kaki Sina.

"Apakah itu sudah menjadi hobi barumu sekarang?."

"Tidak. Tapi rasanya seru sekali jika aku digantung lagi ditiang eksekusi." Ucap Satur sembari mengarahkan bola matanya pada tiang khusus pengeksekusian orang.

"Kau ini aneh dan bodoh. Suatu kekeliruan saat kakakku menunjukmu sebagai panglima baru. Aku tidak menyukai mu."

"Masa bodoh, aku tidak peduli dengan apa yang kau rasakan padaku."

Tatapan matanya yang tajam dan dingin berhasil memanah hati Sina.
Sina terlihat ciut dihadapan Satur, setelah memakai seragam panglima ia terlihat lebih kuat dan jahat. Namun ia tidak ingin disebut lemah, banyak sekali kata-kata menjatuhkan yang ia ingin lontarkan sekarang juga pada Satur untuk membalas perbuatannya waktu itu. Sebaliknya,tidak ingin berdebat lebih lama Satur akhirnya pergi dari hadapan Sina dengan badan yang tegak dan so keren. Dan apa boleh dibuat, Sina pun kembali lagi pada kegiatannya berusaha tak menghiraukan Panglima jahat itu. Mereka kembali dalam kegiatannya masing-masing walau hati sebenarnya sama-sama ingin berbuat sesuatu untuk menyakiti satu sama lain.
Namun dibalik hal tersebut, Satur merasakan keanehan keadaan sekitar. Mata dan telinga nya mulai bekerja dengan tajam. Ia mengamati  keadaan secara perlahan dengan cermat. Tak lebih dari tujuh langkah tiba-tiba saja Satur membalikan badan berlari kearah Sina lalu memeluknya dengan erat hingga terjatuh kelantai, saat itu juga Satur pun mencoba menggelindingkan tubuh mereka agar sedikit menjauh dari tempat Sina berada tadi. Hal itu dilakukan sangat cepat dan mendadak, Sina begitu terkejut sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa. Rasanya ia baru saja di terkam harimau dan akan segera mati. Posisinya bisa dibilang sangat tidak aman bagi wanita dan pria, apalagi bersamaan dengan itu Jatar keluar dari istana melihat mereka berdua dari kejauhan. Sina hanya bisa terdiam melihat wajah Satur tepat di atas wajah Sina.

Jatar dan prajurit nya sangat terkejut dengan hal yang baru saja mereka lihat. Hati Jatar menjadi gelisah,aura kakak yang posesif nya pun begitu saja muncul dari balik kewibawaan nya. Ia berjalan begitu cepat menghampiri mereka berdua.

"JANGAN SENTUH SINA, ATAU KAU AKAN KU PENGGAL SATUR!.SEENAK JIDAT HAL ITU DILAKUKAN DIRUANG TERBUKA. Tidak sabaran." Ucap Jatar yang panik.

Buru-buru Satur bangkit dan pergi berlari kearah benteng tembok,tapi bukan karena takut dipenggal oleh Pangeran Jatar melainkan seperti orang yang akan mengejar sesuatu dibalik tembok besar disebelah barat, ia pun tak sempat menanggapi Jatar yang emosi.

"Panah?." Tanya Jatar terheran-heran saat sampai di tempat Sina berada.

Sedangkan Sina terlihat syok dengan peristiwa yang baru saja ia alami.

"Itu tadi apa?." Ucapnya lirih.

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang