Setelah mengganti perban dikakinya, Jatar merasa agak baikan dengan luka sayatan yang dalam itu, bahkan mungkin ia bisa sedikit berjalan tanpa kruk bantuannya. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan pelan-pelan ke kanan dan ke kiri mengitari ruangan yang luas itu. Semua orang seperti Sina, Zular, Metar dan tabib yang mengobati Jatar tadi terlihat sangat senang dengan perkembangan Jatar yang sudah bisa berjalan tanpa kruk kayunya walaupun masih pelan-pelan. Jatar memasang ekspresi senang saat mendapati dirinya sudah bisa berjalan lagi, memang masih ada rasa sakit akibat bekas jahitan dari luka itu dan tulang yang patah akibat injakan algojo besar suruhan Venus.
"Aku akan mencoba jalan-jalan keluar. Aku juga ingin melihat sejauh mana latihan pasukan Panglima Satur." Ucap Jatar sembari mengambil belatinya dan memasukannya kedalam saku celana sebelah kiri.
"Kalau begitu bawa krukmu."
"Tidak usah."
"Tapi... Kau terlalu memaksakan diri."
"Sudahlah. Kalau aku terus dibantu tongkat itu, kapan aku bisa berjalan normal?."
"A- baiklah, hati-hati kak." Ujar Sina yang terlihat tak begitu yakin dengan keputusan kakaknya itu
"Tentu." Ujar Jatar penuh semangat, ia langsung keluar dari ruangan itu perlahan-lahan sampai punggungnya sudah tak terlihat lagi oleh mata telanjang Sina
"Oke, ayo Zular sekarang giliranmu. Minum obatnya." Ucap Sina yang terlihat memegangi adiknya erat untuk mempermudah tabib memberikan ramuan herbal kepada Zular. Anak itu sesekali terlihat meronta-ronta saat ingin diberi obat herbal itu, ia seperti orang yang phobia terhadap obat.
"Aaa aku tidak mau rasanya tidak enak."
"Sekali saja, ini rasanya tidak terlalu buruk." Bujuk Sina
"Aku tidak mau." Zular malah makin menutup mulutnya rapat-rapat, ia begitu keras kepala. Walaupun dia adalah seorang kesatria hebat Zular tetaplah Zular, seorang adik kecil dari ketiga kakak yang hebat dengan sifat mereka masing-masing.
"Ayolah, Paman Metar kau juga harus minum obat itu. " Ucap Sina yang melihat Metar masih menggenggam gelas yang berisi obat herbal cair berbau tidak enak itu. Tangannya bahkan terlihat gemetaran.
"A-baiklah. Tapi, sepertinya tidak untuk hari ini." Ucap Metar gugup
"Sudahlah, aku lebih baik mengasuh anak kecil sungguhan." Ucap Sina pasrah.
Disisi lain, Jatar masih berusaha berjalan sambil memegangi tembok menuju keluar. Ia terlihat susah payah berjalan dengan keadaannya sekarang, kakinya masih tertatih-tatih sekaligus ia harus menahan sedikit rasa sakitnya yang diakibatkan oleh luka yang masih belum sembuh dan kering.
"Aarghh.." kakinya sudah tak kuat lagi untuk menopang badannya yang besar sampai ia terjatuh ke lantai.
"Seharusnya tadi aku bawa tongkat sialan itu. "
"Seharusnya memang begitu, tapi kau terlalu memaksakan diri." Ucap seseorang yang menyodorkan tangannya untuk membantu Jatar berdiri
"Ah, terimakasih. Kau pria baik." Ucap Jatar yang langsung menerima uluran tangan darinya itu. Saat menggenggam tangan itu, Jatar langsung membulatkan matanya karena tangan tersebut mungil seperti perempuan dan lembut. Ia langsung menatap orang yang yang telah mengulurkan tangannya pada Jatar. Betul saja, seorang perempuan tengah berdiri dihadapan Jatar, dia berperawakan tinggi ramping, berambut pendek seperti laki-laki. Perempuan itu terlihat cantik namun gayanya tampak seperti pria.
"Maafkan aku, aku kira kau pria."
"Tidak apa-apa. "
"Suaramu sedikit berat seperti pria."

KAMU SEDANG MEMBACA
Moondom : Panglima
RomanceGenre : romance, action, military. Semuanya telah berubah setelah insiden malam itu terjadi. Senyum manis dan amarah yang selalu kau pancarkan tidak terlihat pada hari itu, cahaya bulan tak lagi bersinar terang seperti dulu. kekosongan hati dan kekh...