14. Panglima

56 6 0
                                    

Wajah Sina tersorot oleh sedikit cahaya yang masuk dari luar gua,ia membuka matanya perlahan dan melihat seseorang tengah mengasah pedangnya disamping Sina.

"Sudah bangun akhirnya,kau pasti merasa sangat lelah ."

"Kenapa? apa kau akan menyebutku si payah?!. Semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak tau, banyak hewan kecil terbang yang menggigitiku." Ucap Sina dengan nada sinis walaupun nyawanya masih belum terkumpul semua.

"Kau ini!. Apakah tidak bisa sekali saja berpikiran positif pada ku."

"Kenapa? kau tidak suka ya?."

"Iya!. Lebih baik kau itu diam!."

"Mmm." Sina memendamkan wajahnya menatap tanah. Ia mengerutkan dagunya kesal sembari mengucek-ucek kedua matanya mencoba untuk bangun.

"Kau galak sekali."

"Tuh kan! Dasar si perasa."

"Iya. Aku tidak bisa dimarahi. Puas!!"

Satur langsung menghela nafas berat dan melanjutkan kegiatan mengasah pedangnya.

"Tapi, sejujurnya aku mengakui kehebatan mu putri. Aku sangat mengagumi mu, walaupun terkadang aku tidak suka dengan  perlakuan mu padaku." Ucap Satur mencairkan suasana.

"Oh, begitu ya. Kau juga.."

"Aku bukan apa-apa. Tanpa kakakmu, aku mungkin saja akan tetap menjadi seorang budak sekarang,dia telah mengajariku banyak hal,dia adalah orang yang baik dan penuh cinta. Raja Hatar sangat menyayangiku, dia tidak pernah membuat orang-orang disekitarnya kesusahan."

Sina menanggapi pernyataan Satur dengan penuh kebahagiaan dan rasa bangga terhadap kakaknya. Mungkin dari perjalanan ini ia akan terus mendapatkan hikmah dan teladan di antara orang-orang disekitarnya. Lalu dari perjalanan ini, Sina dan Satur akan memahami perilaku antara satu sama lain dengan baik.

"Ayo kita pergi."

Sina hanya mengangguk kecil.

Mereka memasuki hutan lebat penuh pohon yang besar dan semak-semak di samping jalan yang hanya bisa dilalui satu orang. Sina berjalan didepan Satur dan Satur berjaga-jaga dibelakang untuk melindungi Sina. Jalan setapak itu sangat licin akibat air hujan, sehingga Sina sulit berjalan bahkan ia selalu saja hampir tergelincir. Sendal dan kakinya pun sekarang dipenuhi dengan lumpur cokelat. Sampai mereka mendapati jalan yang agak menanjak penuh lumpur dan kerikil kecil, Sina agak ragu untuk melangkah hingga akhirnya keseimbangan Sina pun goyah, kakinya tidak bisa menopang kuat tubuhnya dan dan alhasil Sina terjatuh kebelakang. Namun dengan sigap Satur menangkap Sina tepat pada waktunya. Suasana yang tak terduga mulai mereka rasakan,bahkan keduanya sampai terpaku memandang satu sama lain dalam kurun waktu yang cukup lama untuk saling menatap mata. Bahkan Satur merasakan getaran aneh dalam dirinya,ia tak terbiasa dengan perasaan tersebut.

"Sina!!." Satur tiba-tiba saja memeluk Sina erat dan menghindari tempat mereka berdiam menuju semak-semak yang lebat. Satur membantingkan dirinya dan menjadikan tubuhnya sebagai tempat mendarat Sina. Lalu dengan cepat Satur menukar posisi nya menjadi di atas Sina. Mata Satur mulai melihat kesegala arah, Sina yang kebingungan hanya bisa menatap wajah Satur yang mengekspresikan bahwa saat ini tengah ada bahaya yang akan mengintai mereka.

"Apa yang kau lakukan?!." Tanya Sina kaget.

Sebuah panah terlihat menancap di tanah tempat mereka berada tadi. Berarti ada seseorang yang akan mencoba menghabisi mereka sekarang seperti kemarin. Untung saja Satur langsung bergerak cepat peka pada setiap serangan dari manapun.

Quetar datang dengan membawa sepuluh prajurit terhebat Moondom yang menaiki kuda terbang berwarna putih. Mereka melingkari Sina dan Satur dari berbagai sisi diatas. Satur menenggak melihat siapa saja orang-orang itu dari atas yang menggunakan kuda terbang kerajaan. Terlihat Quetar yang tersenyum sinis menarik sudut bibirnya merasa sudah menang dalam tugas menangkap mangsa. Satur sudah bersiap dengan pedang nya yang mengalir aluran listrik begitu pula dengan Sina yang sudah siap dengan belati pemberian Satur semalam.

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang