33. Panglima

7 2 0
                                    

Semua pasukan sudah berkumpul di ruangan yang agak luas membentuk sebuah lingkaran besar dengan terdapat sebuah peta strategi ditengah-tengah dan secarik surat yang baru saja Satur dapat dari orang misterius. Disisi kanan terlihat Kakek Sura yang berdiri mengamati rapat, di dalam lingkaran juga ada Satur yang duduk berada diantara Jatar dan Metar dan disampingnya Zular duduk sembari memegang tongkat yang panjang.

"Apa kau yakin?." Tanya Jatar

"Kita tidak punya pilihan lain."

"Terlalu pengecutkah kita sampai harus bersembunyi dan menyamar jadi budak." Ketus Zular yang masih marah pada mereka.

"Keadaan kita berbeda dengan sebelumnya, ada sang putri di tangan Venus. Dia bisa kapan saja menyakiti Sina ketika kita sibuk menyerang mereka dari depan. Bukankah keselamatan sang putri juga sebuah hal yang utama?." Tanya Satur

"Kau benar. Aku terlalu terbawa emosi." Ucap Zular lirih

"Mungkin akan beresiko jika kita percaya seratus persen pada surat ini. Tapi yang dikatakan Satur memang ada benarnya. Lagipun, dengan menggunakan strategi ini kita bisa menghemat waktu dan tenaga. Bahkan mungkin nyawa." Ucap Jatar

"Bagaimana jika surat ini adalah jebakan?." Tanya salah satu prajurit sambil mengacungkan tangannya

"Percaya instingku."

"Baiklah, lalu apa yang harus kita lakukan agar instingmu bisa kami percaya sepenuhnya?."

"Dengar kan!." Satur merangkul Jatar dan Metar di ikuti oleh pasukannya yang ikut mendengarkan kata-kata yang akan dikemukakan Satur secara seksama.

" Aku akan membagi kita menjadi dua kelompok....lalu..."

...

Venus terlihat berdansa dengan bayangannya sendiri dengan sekuntum mawar merah ditangannya di sebuah ruangan luas nan gelap yang hanya disinari oleh sedikit cahaya bulan purnama yang lewat dari balik jendela, alunan kakinya bak mengikuti arah angin yang meniupkan kelopak bungan mawar merah yang bertebaran dilantai. Sangat ekspresif penuh dengan suka cita, berbeda dari dirinya. Ada cahaya yang bersinar cerah dari wajahnya yang terlihat lebih manis dan bahagia jika dikategorikan dalam seorang villain.

"Sedang jatuh cinta?." Ucap seseorang tiba-tiba memecah keheningan malam purnama yang indah itu.

"Kau? Darimana saja? Aku tidak melihatmu beberapa waktu ini."

"Aku tidak kemana-mana, hanya dikamarku saja."

"Oh ya?, Baiklah." Ucap Venus mulai agak serius. Namun wanita itu yang tidak lain adalah Gena hanya menanggapi tatapan sinis saudaranya dengan tenang dan santai. Wanita itu bahkan terlihat tersenyum lebar saat mendapati saudaranya sedang dilanda kasmaran yang berlebihan.

Mereka saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya Venus pun mengalah dan memilih untuk pergi dari ruangan tersebut meninggalkan Gena. Sambil tersenyum simpul Venus menyelipkan setangkai bunga mawar yang sedari tadi dia genggam ditelinga kanan Gena.

"Cantik." Bisik Venus yang langsung angkat kaki dari pijakannya.

"Hati-hati dengan perasaanmu." Ucap Gena tanpa jeda yang membuat Venus menghentikan langkahnya.

"Diamlah, jangan memulai lagi." Ujar Venus tegas diikuti dengan hawa panas yang muncul dari tubuhnya. Tanpa berbasa-basi lagi yang membuat Gena mengatakan sesuatu, Venus langsung pergi dengan mendobrak pintu yang besar dengan kekuatan anginnya hingga menimbulkan suara yang keras disekitar ruangan sampai kepenjuru koridor istana.

"Ini semua salahku." Kata Gena dengan nada suara lirih dan parau seperti orang yang sedang menahan tangis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang