12. Panglima

63 6 2
                                    

Wanita itu terlihat sangat cantik dengan riasan wajah dan mahkota bulan sabit dikepalanya, ditambah ia memakai gaun biru langit cerah berbentuk terompet khas seorang pengantin. Namun, bukan raut wajah bahagia yang ia tunjukkan. Tapi, kesedihan dan penderitaan. Pengantin ini sangat menyedihkan.

"Aku ingin bunuh diri saja." Gumam Sina.

"Mohon bersabar tuan putri. Seseorang pasti akan menolong mu." Ucap salah satu pelayan yang ada didekatnya. Tapi sepertinya ucapan itu tak cukup untuk menghibur hati Sina yang gundah gulana.

Dalam hati, ia mencoba untuk optimis dan berharap bahwa yang diucapkan pelayanan nya itu akan segera menjadi kenyataan.

"Tuan putri, saya akan menutup wajah mu dengan selendang pengantin ini." Ucap pelayan yang datang dengan sebuah selendang transparan berwarna biru. Sina hanya mengangguk saja dengan pandangan kosong.

"Mari tuan putri,kita ke aula. Raja Venus sudah menunggu mu."

"Raja?!." Ucap Sina dengan senyum penuh dendam dan bendungan air mata yang hampir meluap. Ia tak menyangka ada orang sejahat Venus dan Gena di dunia ini. Ia makin muak dengan sebutan raja yang diucapkan orang-orang untuk Venus. Sina pasrah lalu bangkit dari kursi riasnya mengikuti pelayan itu.

"Tunggu sebentar Tuan Putri, kau melupakan selendang penutup wajahmu." Ucap seorang dayang berambut hitam panjang ikal yang tiba-tiba muncul dihadapannya dengan senyum tipis penuh arti.

"MARI BERPESTAA."

Suara musik mengiringi acara pernikahan ini,Venus sudah menunggu Sina di pelaminan dengan tatapan tajam dan senyum yang merekah sinis. Hingga akhirnya matanya hanya tertuju pada satu wanita bergaun biru langit saja, seketika senyumnya makin mengembang, matanya memancarkan ketertarikan yang kuat pada sang putri. Sina berjalan perlahan menuju pelaminan,ia pun duduk di samping Venus dibantu para pelayannya.

"Walaupun tertutup selendang, kecantikan mu itu masih terlihat dan terasa dihatiku."

Sina tak berkata apa-apa, tangannya begitu gemetaran dan kepalanya tertunduk sedari tadi ia datang.

Upacara pernikahan pun dimulai dengan kedatangan sang penghulu, wali istana mempersilahkan mereka untuk saling mengucapkan janji,namun sebelum itu Venus diperintahkan untuk membuka selendang biru muda yang menutupi wajah Sina agar bisa saling memandang satu sama lain. Sang putri mencoba berpaling namun dengan cepat Venus kembali mengarahkan wajahnya tepat di depan pria berbaju merah tua itu.

"Sina, aku sangat mencintaimu." 

Tangannya makin gemetaran, hidupnya di ambang kehancuran. Perlahan Venus membuka selendang itu. Dimulai dari terlihat nya mulut, hidung, mata, hingga seluruh bagian wajah, ia berharap riasan Sina dapat membuatnya terpana. Tapi, sungguh terkejutnya Venus melihat hal tersebut. Ia tak mendapati Sina disana, hanya seorang pelayan yang berdiri dengan isak tangis sambil bergidik ketakutan karena ular hitam melingkari lehernya seperti akan bersiap-siap menggigit wanita itu kapan saja. Dia sangat marah, begitu pula dengan Gena yang terkejut disinggasananya. Venus melampiaskan kemarahannya pada benda-benda yang ada disekitar, ia melempar barang tersebut kesembarang tempat hingga membuat aula menjadi gaduh dan berantakan.

"DIMANA SINA?!." Ia menarik kerah baju dari pelayan itu.

"Sang.. sang.. putri.. dia, dia.."

"Ssshhhss." Tiba-tiba saja ular hitam itu menggigit leher sang pelayan. Hingga beberapa saat berlalu dengan cepat, racun tersebar keseluruh tubuh wanita itu dan membuatnya meninggal ditempat.

"ULAR SIALAN!." Umpat Venus marah.

"Aaaaaaarrghh.." Geram Venus membuat semua orang menjadi merinding ketakutan tak berani menatapnya.

"CARI DIA, BAWA DIA KEHADAPAN KU. AKU INGIN SINAA!." teriak Venus menggema di seluruh istana.

...

Sina seperti sudah dihipnotis oleh wanita cantik nan misterius itu dan saat kembali sadar ia sudah berada diluar istana dalam pangkuan seorang pria misterius.
Seorang pria bertopeng hitam yang hanya menutup area mata sampai hidung itu memegangi Sina dengan erat ketika ia menjalankan kudanya pergi menjauh dari istana, posisi Sina didepan sedangkan orang bertopeng itu ada dibelakang sembari fokus menjalankan kudanya. Sina hanya pasrah saja, jika ia dibawa pergi jauh dari istana menuju kebumi. Atmosfer nya pun lumayan panas saat akan mendarat kebumi. Ia tidak sempat untuk melihat wajah orang yang telah menculiknya, tapi disisi lain dia bahagia karena batal menikahi lelaki jahat bernama Venus. Ia harus berterima kasih kepada orang tersebut.

Sesampainya di bumi, tepatnya di hutan belantara lelaki itu langsung menurunkan dirinya dan Sina dari kuda putih itu. Mereka saling berhadapan. Sina pun langsung membuka topengnya dengan cepat sebelum terjadi sesuatu pada nya, orang itupun tidak bisa menandingi kecepatan dan tindakan Sina yang tak terduga itu. Dengan raut wajah yang serius, Sina menatap wajah pria itu dengan seksama tanpa berkedip sedikit pun. Perubahan ekspresi Sina langsung berubah cepat saat mengetahui siapa yang telah menculik sekaligus menolongnya.

"Satur."

"Sudah ku bilang kan lain kali aku akan menculikmu lagi. Dan perkataanku pun terbukti." Ia kembali merebut topeng yang ada ditangan Sina dan membuangnya kesembarang tempat.

"Bagaimana, Tuan putri ?." Lanjutnya dengan tatapan sembari menggoda.

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang