Sina menangis didepan cermin yang memantulkan seorang wanita dengan derita di balik wajah cantiknya, ia menatap dirinya yang penuh ketidakberdayaan, hidupnya kini bagai jatuh tertimpa tangga. Begitu menyakitkan hingga sulit rasanya untuk bangkit kembali.
Dalam cermin terdapat satu pantulan orang lagi yang berada di belakang Sina. Orang itu memandangi Sina dengan tatapan yang membuat sang putri sedikit risih.
"Kau ternyata cantik sekali Putri Sina." Ucap seseorang yang terpantul di cermin tempat Sina berkaca.
"Berhenti kau!. Kau tak pantas menyebutkan namaku. Dan, lancang sekali kau sudah memasuki kamar ku tanpa izin."
"Hhh..kau angkuh sekali. Apa kau sudah lupa, kerajaan ini milikku sekarang. Kau tak perlu memerintah ku."
"Aku sangat membencimu dan adikmu itu. Rencana mu untuk menikahiku hanya impian semata, aku tak sudi menikah dengan lelaki lemah seperti mu."
"SINA!!." Venus menghampiri Sina dan langsung meremas kedua pundak nya dengan kasar. Namun,Sina mencoba untuk tak memperlihatkan rasa sakitnya itu. Ia malah membalas perbuatan Venus dengan senyum sinis.
"Kita lihat saja sampai kapan keangkuhan mu itu akan bertahan. Duhai kekasihku." Ucap Venus dengan lembut di akhir kalimat.
Ia hanya bisa terdiam memalingkan wajahnya dari Venus. Sina sungguh muak dengan kedatangan Venus kekamarnya.
"Harusnya kau beruntung diriku akan menikahi mu. Kau akan hidup mewah seperti dulu, tidak seperti kedua saudara mu itu. Mereka akan ku buat menjadi seorang pelayan,dan hmmm..siapa itu? Oh, si Panglima Satur penjaga mu yang pemberani, ia akan segera mati dengan cara yang mengenaskan dihadapan semua orang. Si penghianat ayahku memang pantas mendapatkannya."
Sina tetap diam tidak menggubris perkataan dari Venus. Walaupun rasanya ia ingin menikam dada Venus bertubi-tubi dengan segera.
"Bersiaplah besok,kita akan segera menikah. Berdandanlah dengan cantik, calon istri ku."
Venus melepaskan genggamannya yang kuat lalu pergi dari kamar Sina. Terdapat bekas merah biru lebam di tangannya akibat genggaman Venus yang terlalu kuat. Hatinya begitu remuk, hidupnya diambang penderitaan dan kematian yang perlahan. Sina menjatuhkan dirinya ke kasur dan menenggelamkan wajahnya pada bantal hingga tangisannya tak menimbulkan suara yang keras hanya terdengar Isak tangisnya saja. Entah apa yang harus ia lakukan untuk melarikan diri dari cengkeraman Venus.
…
Gena tersenyum bahagia melihat semua interior dari berbagai sudut istana bersama Venus yang baru saja datang. Mereka merasa bahwa kekayaan ini hanya milik mereka berdua semata. Kemenangan ini adalah hal terhebat yang belum mereka rasakan sebelumnya.
"Aku sudah menguasai kerajaan ini,tinggal sang putri yang cantik itu." Ucap Venus sembari memikirkan wajah Sina yang cantik.
"Hhh.. terserah raja baru kita." Ucap Gena yang langsung dirangkul oleh kakaknya. Ia mengetahui bahwa adiknya itu tidak suka jika ia membicarakan Sina. Raut wajah Gena seperti orang yang tengah kesal.
"Kita harus berterima kasih pada ayah dan Fegas, karena sudah rela mati konyol demi kita. Hahah." Ujar Venus dengan nada jahat.
Di penjara yang gelap dan sumpek, terlihat dua prajurit yang berjaga tergeletak dilantai dengan busa yang terus keluar dari mulutnya. Seorang dayang berambut hitam panjang ikal dengan ular hitam yang melingkar di lehernya menyelundup masuk dengan hati-hati, ia mengendap-endap dengan langkah yang bahkan tak terdengar sedikitpun. Ia seperti mencari seseorang dari balik jeruji besi yang berjajar luas hingga keujung yang terlihat tanpa batas. Hingga akhirnya dia berhenti didepan jeruji besi yang dipenuhi tulang-belulang didalamnya.
"Panglima." Dayang itu melempari seorang pria dengan kerikil yang terluka parah terikat oleh rantai besi yang menggantung tubuhnya.
"Lana membawa kunci yang kau minta."
"Ssshhhss.." Dayang itu mendesis seperti ular
Pria itu terbangun dan membuka matanya perlahan lalu tersenyum menarik sudut bibirnya. Matanya setajam elang siap-siap untuk keluar dan terbang meninggalkan sangkar burung tempatnya disiksa itu. Pelan-pelan dayang muda itu membuka pintu penjara dengan kunci yang sudah ia bawa. Sinar obor yang dibawa oleh sang dayang dapat memperlihatkan wajah beringas dari pria itu. Ya, itu adalah sang panglima Satur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moondom : Panglima
RomanceGenre : romance, action, military. Semuanya telah berubah setelah insiden malam itu terjadi. Senyum manis dan amarah yang selalu kau pancarkan tidak terlihat pada hari itu, cahaya bulan tak lagi bersinar terang seperti dulu. kekosongan hati dan kekh...