10. Panglima

61 7 0
                                    

Sina duduk diatas kasurnya dengan pandangan kosong yang masih sama saat ia sedang berada diruang bawah tanah tadi. Para dayang yang ada dikamarnya pun menjadi kesulitan untuk melayani sang putri yang tidak mau bicara. Bahkan salah satu dayang terlihat luka kecil karena telah dilempari piring berisi makanan kewajahnya oleh Putri Sina.

Disisi lain Satur tengah berjalan melewati koridor istana yang akan pergi menuju kamar sang putri. Tak jauh dari kamar sang putri, seseorang berlari kecil menghampiri Panglima Satur dengan raut wajah yang pasrah.

"Panglima, Tuan putri tidak mau makan. Dia pun mengamuk pada dayang-dayangnya." Ucap pria paruh baya itu.

"Ck..." Satur berdecak kesal. Langkah nya pun ia percepat untuk segera memasuki kamar sang putri.

"Panglima Satur memasuki ruangan." Ucap penjaga pintu kamar Sina.

Semua dayang langsung berbaris memberi jalan untuk Satur. Sina menatap Satur dengan raut wajah datar. Gadis itu terlihat pucat seperti mayat hidup.

"Sina, kenapa tidak mau makan?." Tanya Satur lembut

"Bagaimana dengan pembunuh kakakku?."

"Aku sudah memerintahkan mata-mata kerajaan ini untuk mencari tau tentang semuanya, percaya padaku. Kau hanya perlu bangkit dan melawan semuanya dengan hati yang lapang."

"Bagaimana hatiku bisa lapang saat pembunuh nya masih berkeliaran. Mungkin saja si pembunuh itu tengah tertawa bahagia atau sedang merencanakan hal yang lebih buruk lagi. Bagaimana aku bisa makan saat seseorang yang aku cintai sudah direnggut dari kehidupan ku?." Tanya Sina parau penuh penderitaan.

"Kau bukanlah putri pemberani yang aku kenal saat ini." Ucap Satur

"Iya, lalu apa!?. Itulah kenyataannya." Ujar Sina setengah marah. Ia melempari Satur dengan bantal-bantal yang ada disekitarnya. Dan Satur pun tak sedikitpun mengelak lemparan tersebut, ia hanya bertekuk lutut diam melayani perlakuan sang putri yang tengah dilanda kesedihan hebat. Satur menatap kearah sekeliling dayang yang terlihat ketakutan. Hingga matanya pun langsung terdiam pada salah satu dayang yang masih terduduk dilantai menahan rasa sakit akibat luka didahinya.

"Hatar tidak akan menyukai sikapmu yang seperti ini." Ucap Satur membuat Sina jadi terdiam tak melempari Satur dengan barang lagi.

"Kau jadi kasar pada dayang-dayang. Kau menyusahkan saja." Ucap Satur memarahi

"Kau mendorong mereka hingga terluka, kau meneriaki mereka, kau menyiksa mereka. Apakah Hatar akan menyukai itu?, Tidak!. Lihat mereka, menjadi ketakutan saat disampingmu. Tidak seperti biasanya."

"Jika terus begini, aku yakin pembunuh itu akan merasa menang dan makin bahagia melihatmu kacau seperti ini." Jelas Satur makin menceramahi Sina. Kini Satur kembali pada mode garangnya dalam menyikapi sang putri.

"Lihat!, Lihat sekeliling mu!, Perbuatan tercela yang sudah kau lakukan!." Kata Satur sembari menggoyang-goyangkan pundak Sina agar ia setidaknya bisa sadar dengan perlakuan buruknya pada para dayang.

"Apa yang kau maksud?." Tanya Sina mulai menatap kesekeliling ruangan dan orang-orang disekitarnya.

Sina menatap dayang yang terluka itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kirinya sambil menangis tersedu-sedu, lalu ia beranjak turun dari kasur dan menghampiri dayang malang itu.

"Maafkan aku." Ucap Sina lirih. Sina terlalu kalut akan kesedihannya sehingga ia tidak bisa menyadari perlakuan buruknya yang sudah menyakiti orang-orang disekitarnya.

"Maafkan aku semuanya. Tolong maafkan aku." Pinta Sina sembari bertekuk lutut menundukkan kepalanya pada para dayang yang ada disana. Melihat Sang putri yang bertekuk lutut, para dayang pun dengan cepat langsung ikut menundukkan wajahnya dan duduk setengah sujud dihadapan Sina.

Moondom : Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang