"Ini lah tempat yang aku maksud."
Sina langsung tersenyum lebar dan berkaca-kaca mendengar hal tersebut dari Satur. Rasanya ia ingin terbang, namun kekuatannya harus ia hemat bukan?. Angin sepoi yang menyejukkan menyentuh kulit pipi Sina, hamparan padang rumput hijau terlihat berkilau terkena sinar matahari. Burung-burung berterbangan sambil berkicau merdu, banyak bunga dengan jenis dan warna yang berbeda-beda disana. Hal itu membuat Sina makin takjub dan tak bisa menutup mulutnya. Pemandangan alam yang begitu indah.
"Bagus bukan? Kita sudah sampai."
Sina melihat sebuah gua yang tertutup daun rambat yang lebat. Apakah itu gua yang dimaksud Satur?.
"Ayo." Ajak Satur
Sina tersenyum lebar dan langsung berlari menikmati keindahan alam ini. Setelah lama berjalan jauh dan bertarung setengah mati, akhirnya mereka sampai juga ditempat tujuan. Dan sebentar lagi tujuan mereka akan segera terlaksana untuk kembali merebut kerajaan Moondom dari tangan Venus dan Gena.
Saking bahagianya Sina terjatuh karena kelelahan menopang dirinya, bersamaan dengan itu pula ada sebuah perasaan yang memaksanya untuk keluar, mengingat masa kelam yang baru saja ia alami membuat hatinya hancur. Ada rindu yang sudah tak bisa dibendung lagi oleh raga, semuanya terjatuh dalam bentuk air mata.
"Aku merindukan mu Kak Hatar, aku merindukanmu Paman Vetur. Aku merindukan kalian berdua, aku sangat terpukul disini. Kenapa kalian meninggalkan ku. Aku lelah harus berpura-pura tegar lagi. Aku sangat merindukan kalian. Kerajaan,rakyat, saudara-saudara ku, mereka sedang tidak bersamaku sekarang, bagaimana aku bisa tegar." Ucap Sina dengan nada suara parau. Ia mengusap air matanya, dan tersenyum palsu kepada Satur saat menyadari bahwa ia tengah menangis dihadapan panglima. Tapi, semua sudah terlanjur perasaan yang selama ini ia tahan langsung saja meluap walaupun sekarang ini Sina tengah berada dihadapan Satur. Ia menangis pelan sesenggukan, rasa pahitnya begitu terasa saat menatap wajah Sina yang kesakitan.
Satur hanya bisa menunduk menahan kesedihannya. Ia juga sangat menyayangi Hatar sama seperti Sina. Dan sekarang ia pun sudah menyayangi Sina melebihi dirinya sendiri, ia tidak ingin Sina terluka ataupun bersedih lagi atau sampai direnggut dari dirinya. Ia tidak ingin membiarkan hal yang sama pada Hatar terjadi juga pada Sina. Hatinya pun ikut hancur, bagaimana pun juga Satur sudah sangat menyayangi Sina.
Ia tidak bisa menahan dirinya lagi, Satur langsung saja menghampiri Sina dan memeluknya dengan erat. Mata Sina langsung membulat sempurna, tiba-tiba saja ia kesulitan untuk bernafas, bahkan Sina saja belum sempat untuk berdiri, air matanya langsung berhenti bersamaan dengan rona pipi yang langsung memerah. Hal itu membuatnya semakin kaget, karena ia juga mendengar suara Satur yang menangis terisak-isak.
"Pindahkan lah kesedihanmu padaku putri. Aku tidak bisa melihatmu seperti ini. Aku tidak ingin kehilangan senyummu,aku tidak ingin kehilangan tawamu, yang aku inginkan adalah kau selalu bahagia dan terus memarahi ku. Kau tidak pantas untuk kesedihan ini, pindahkanlah semuanya padaku. Aku..aku... Aku sangat..." Satur tidak meneruskan perkataannya yang terakhir dan langsung melepas pelukannya itu setelah menyadari apa yang telah ia perbuat.
"Maafkan aku." Ucap Satur sambil menghapus air matanya.
Sina masih terdiam ditempat menatap Satur yang bertingkah laku bukan seperti dirinya yang Sina kenal selama ini. Menangis?, Apakah ia benar-benar Satur?. Sesedih itukah jika ia melihat Sina menangis?. Sina membantu menghapus air mata Satur dengan tangannya. Ia masih menatap Satur bingung, Sina masih mencerna apa yang baru saja Satur katakan padanya.
"Terimakasih." Ucap Sina lirih mencoba untuk mengontrol perasaannya yang campur aduk. Dengan penuh kehangatan, Sina mengarahkan tangan kanannya pada pipi Satur yang basah ia mengusap perlahan menghapus air mata sang panglima itu. Ternyata dibalik kegagahan dan keberanian yang ia miliki, Satur bisa terlihat rapuh juga dihadapan wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moondom : Panglima
RomanceGenre : romance, action, military. Semuanya telah berubah setelah insiden malam itu terjadi. Senyum manis dan amarah yang selalu kau pancarkan tidak terlihat pada hari itu, cahaya bulan tak lagi bersinar terang seperti dulu. kekosongan hati dan kekh...