Siska mengajak kami ke sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari sana. Nama restoran yang Siska pilih sangat sesuai dengan kepribadiannya, sederhana.
“Anak-anak bilang kamu mau nikah ya?”
“Eh, iya ... Maaf belum sempat sebar undangan, baru yang deket-deket rumah aja.”
“Oh iya, minta nomor hape kamu, biar kita gampang kontekan.”
“Aku gak punya hape Al, kalau mau hubungi aku, ke nomernya mas Tedi aja.” Siska lalu menoleh ke arah calon suaminya itu yang sedari tadi diam saja menikmati makanannya. “Mas bisa simpankan nomernya Alya?”
Tedi mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan dua belas angka sesuai dengan yang aku diktekan.
“Miscallin mas.”
Satu panggilan masuk ke ponselku dari nomor tidak di kenal. Dan pada deringan kedua, panggilan terputus. Aku tahu itu nomor mas Tedi. Lalu aku save dengan nama 'Mas Tedi'.
Kami melanjutkan acara makan siang kami diselingi obrolan-obrolan ringan antara aku dan Siska. Sementara Tedi hanya menjadi pendengar setia.
“Jadi kamu sudah nikah Al? Kok gak ngundang aku?”
“Oh iya sorry. Habisnya aku gak tau kontak kamu.” Padahal aslinya aku lupa. Saking banyaknya temanku, aku sampai tidak hafal satu persatu, mana yang aku undang dan yang tidak aku undang. “Jadi kapan pernikahan kalian?”
“Awal bulan depan, Al. Kamu datang ya. Ini sekalian saja undangannya aku kasihin di sini,” ucap Siska seraya menyodorkan selembar undangan pernikahannya ke arahku.
“Aku usahain ya. Masih dua minggu lagi kan?” Aku menerima undangan yang diberikan Siska dan membacanya sekilas.
“Iya.”
“Oh iya, kalian ceritain dong gimana awal kalian bertemu,” godaku pada pasangan kekasih yang duduk di depanku tersebut.
Siska yang pemalu berpasangan dengan Tedi yang pendiam, pasti hubungan mereka sangat garing. Diantara mereka berdua, tidak ada yang bisa menghidupkan suasana. Sungguh canggung.
“Ehm itu ....” ku lihat Siska sedikit melirik ke arah Tedi, namun yang di lirik tetap fokus pada makanannya. “Kami bertemu di tempat kerja.”
Apa ini? Mereka tidak seperti sepasang kekasih yang akan segera menikah. Hubungan mereka sangat terlihat canggung. Tapi hal itu justru membuatku semakin penasaran ingin mengetahui ada apa dibalik sikap mereka.
“Oh ... Kalian teman kerja? Memangnya kamu kerja di mana Sis?”
Belum sempat Siska menjawab pertanyaanku, Tedi bangkit dari duduknya, “saya sudah selesai. Kalau kalian masih mau ngobrol, biar saya tunggu di mobil.” Lalu pergi setelah meninggalkan sejumlah uang di atas meja.
Kami menatap kepergian Tedi hingga tak terlihat lagi. Ada apa dengannya? Apakah dia marah karena aku bertanya tentang hubungannya dan Siska?
“Sis, sepertinya calon suami kamu tidak suka ya kita ngobrol-ngobrol di sini?”
Siska mengibaskan tangannya di depan wajahnya, “bukan seperti itu Al, ehm ... Itu sudah jadi wataknya saja.”
“Oh ....”
“Al, kita pulang sekarang saja yuk.” Siska nampak tidak enak mengatakannya. Mungkin karena dia melihat makananku masih sisa setengah.
“Yaudah.”
Sebenarnya sayang juga menyisakan makanan seperti itu, tapi mau gimana lagi. Kalau aku ditinggal Siska, aku mau pulang sama siapa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)
RomanceAlya dan Andi yang sudah berpacaran semenjak SMA memutuskan untuk menikah setelah lulus kuliah. Bagaimana mereka menjalani kehidupan rumah tangganya?