Part 36 Terbongkar

336 15 0
                                    

Alya baru kembali ketika hari sudah sangat larut. Untung saja ia mempunyai kunci cadangan, jadi ia tidak perlu repot-repot membangunkan orang rumah ketika ia pulang malam.

Alya membuka pintu dengan sangat pelan. Ia tidak ingin membangunkan Andi yang pasti sudah tertidur. Ia belum mempersiapkan jawaban jika sampai Andi bertanya.

Salahnya memang, jika ia sudah berdua dengan Tedi , maka waktu akan sangat cepat berlalu. Rasanya setiap menit yang ia lewati bersama selalu terasa kurang dan kurang.

Alya membuka pintu kamar dengan perlahan. Benar dugaannya, Andi sudah terlelap. Semenjak bekerja sebagai pelatih basket, pola tidur Andi jauh lebih teratur. Tidak suka berdagang untuk bermain game online lagi.

Alya berjalan berjinjit untuk meredam suara langkah kakinya, kemudian merebahkan diri di tempat tidur di samping Andi usai sebelumnya mengganti pakaiannya dengan piyama. Namun ketika ia akan menaikkan selimutnya, ia dikejutkan dengan suara Andi.

"Baru pulang Al?" tanya Andi.

"Eh, iya Ndi ... Itu ... Aku ... Tadi ...." Alya tergagap, ia belum menyiapkan jawaban untuk Andi.

"Tidurlah, ini sudah malam." Andi lalu berbalik tidur membelakangi Alya.

Alya menatap punggung Andi dalam diam.

***

Alya terbangun dan mendapati Andi sudah tidak ada di sampingnya. Ia melihat jam di dinding kamarnya, ternyata sudah jam 8 pagi. Ia kemudian mencari ponselnya di dalam tas, ternyata mati daya. Kemudian ia bangun dan mencari keberadaan chargernya, tapi tidak ia temukan.

Andi masuk ke kamar di saat yang tepat. "Ndi, lihat charger aku gak?" tanya Alya.

"Engga," jawab Andi singkat.

"Pinjem dulu punya kamu dong."

"Ambil aja, ada di ransel aku." Andi menunjuk ke arah ransel yang biasa ia bawa ke tempat latihan basket yang tergeletak di sudut kamar tidurnya. "Ibu nyuruh kita sarapan Al."

"Aku mandi dulu deh, abis itu nyusul kesana."

"Ya udah, aku tunggu di meja makan yah."

"Oke."

Andi berlalu pergi dari sana, sementara Alya bergegas mandi usai mencolokkan ponselnya ke kabel charger.

***

Perlu waktu sekitar 45 menit untuk Alya mandi dan merapikan diri. Ia keluar dari kamar dan segera menuju ke ruang makan. Pemandangan berbeda ia lihat pagi ini. Semua anggota keluarga berkumpul bersama di meja makan. Mas Ridwan beserta anak-anaknya, mas Lukman dan mbak Tati beserta Azril, baby Vano yang sedang di asuh baby sitternya, dan tentunya Ibu mertuanya beserta Andi.

Ada apa ini? Apa aku melupakan acara keluarga? Batin Alya.

Alya duduk dengan kikuk di kursi kosong di samping Andi. Ia melihat Andi fokus melahap makanannya. Ini terlalu hening. Tak ada sapaan maupun canda tawa. Hal itu membuat Alya semakin bingung.

Alya mengambil piring kosong dan mengisinya dengan nasi. Tepat saat Alya akan mengambil lauk, mbak Tati tiba-tiba bersuara, "enak banget ya bangun tidur langsung makan. Gak tahu malu!"

Deg.

Alya menoleh ke arah mbak Tati. Ia tahu sindiran itu ditujukan untuknya, "mbak nyindir aku?" tanya Alya frontal.

"Kamu merasa?"

"Mbak gak punya kaca di rumah? Bukannya mbak sama saja?"

Baru saja mbak Tati akan berucap, mas Lukman memegang tangan mbak Tati seraya menggeleng ke arahnya. Ia kemudian dan melanjutkan sesi makannya.

Ada apa dengan mbak Tati? Bukankah kami sudah baikan tempo hari? Batin Alya.

"Alam, kalau sudah selesai makan, bawa adik-adik kamu main di luar ya," titah bu Roswita.

Alya semakin yakin, kalau ada sesuatu yang serius akan terjadi. Biasanya ibu mertuanya menyuruh anak-anak pergi jika akan ada pembicaraan khusus dewasa di rumahnya.

Semua orang sudah selesai makan, hanya piring Alya yang masih terisi makanan. Alya mengunyah dengan canggung. Bagaimana tidak, semua orang masih duduk di tempat mereka masing-masing seolah sedang menunggu Alya menyelesaikan makannya. Akhirnya, dengan alasan kenyang, Alya menyudahi sarapan paginya.

Mbak Tati menyodorkan ponsel milik Alam ke hadapan Alya, "apakah itu kamu Alya?"

Alya mengambil ponsel tersebut dan melihat layarnya. Bola mata Alya membulat seketika ketika melihat foto dirinya yang sedang dicium oleh Tedi. Melihat dari backroundnya, Alya yakin foto itu diambil di lobi apartemannya. Alya men-scroll layar ponsel Alam. Ada banyak foto-foto dirinya dan Tedi, termasuk ketika ia liburan di Surabaya, Bali, dan Labuan bajo. Dan yang terbaru, fotonya tadi malam. Alya mengenali kemeja yang ia kenakan. Dalam foto tersebut, Tedi sedang memeluk pinggang Alya memasuki lobi sebuah hotel bintang lima.

Takut-takut, Alya mengangkat kepalanya. Semua memandang ke arahnya, kecuali Andi dan mas Ridwan.

"Dari mana mbak mendapatkan foto-foto ini?" tanya Alya, "apakah selama ini Alam yang memata-mataiku?" lanjut Alya dalam hati.

"Tidak penting mbak dapet dari mana Alya. Sekarang kamu tinggal jawab, itu kamu atau bukan?"

Alya menoleh ke arah Andi, "Ndi, kamu percaya kan sama aku Ndi."

Andi bergeming. Matanya tetap tertuju pada gelas di atas meja makan.

"Kamu boleh tutup mata atas semua ini karena cinta, Ndi. Tapi tolong pikirkan juga nama baik keluarga kita!" ucap mbak Tati.

"Ja-jadi kamu sudah tahu Ndi?" tanya Alya lirih.

"Jadi benar itu kamu Alya?" Tanya bu Roswita, "padahal ibu berharap itu hanya editan orang yang tidak bertanggung jawab," lanjutnya.

Alya kemudian menoleh ke arah mas Ridwan, "ini ulah mas kan? Mas yang suruh Alam memata-matai aku?"

"Stop menyalahkan orang lain karena kesalahan kamu sendiri Alya!" Andi membuka suara. Matanya merah, seperti menahan amarah, "stop, please."

"Ndi ...."

"Kamu mau tahu foto-foto itu berasal dari mana?" tanya Andi, "foto itu dikirim seseorang di grup whatsapp sekolah Alam! Sekolah tempat aku melatih basket! Sekolah almamater kita Alya!"

"Ap-apa?" Alya terkejut, ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

Alya berlari meninggalkan semuanya di meja makan. Ia menuju ke kamarnya dan mengambil ponselnya. Usai menyalakan dayanya, puluhan pesan masuk bersamaan, terutama dari grup Alumni.

Alya membuka grup alumni SMPnya. Seperti dugaannya, mereka sedang membicarakan dirinya. Ia kemudian membuka grup alumni SMA, namanya juga sedang menjadi trending topik di sana. Tak berbeda dari dua grup sebelumnya, grup alumni perguruan tingginya pun sedang membahas dirinya. Inilah risiko menjadi populer saat sekolah dan kuliah. Segala berita tentangnya, cepat sekali menyebar.

[Gak nyangka yah si Alya ternyata pelakor.]

[Denger-denger istri cowoknya baru lahiran.]

[Tega banget yah, padahal istri cowoknya itu sahabatnya sendiri loh.]

[Si Alya bosen kali sama yang seumuran, cari yang mateng.]

[Padahal si Andi kurang apa, udah baik, ganteng, tajir lagi.]

[Cantik tapi murahan.]

"Aaaaaarrgghhh!!!" Alya berteriak histeris. Ia sudah tidak sanggup lagi membaca umpatan-umpatan yang dilayangkan teman-temannya kepadanya.

Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang