Part 27 Selanjutnya Apa?

96 11 0
                                    

“Sebenarnya apa yang mau mas tunjukkan?” tanyaku ketika aku dan Tedi sedang dalam perjalanan pulang.

“Aku ingin kamu melihat hubungan bu Ningrum dan Siska. Kamu mengira bu Ningrum menyayangi Siska kan?”

Aku kembali teringat saat makan malam di rumah Tedi tadi. Bagaimana cara bu Ningrum menyuruh-nyuruh Siska, dan bentakan-bentakan yang Siska terima ketika ia berbuat kesalahan.

“Siska! Kamu bisa berjalan lebih cepat tidak?! Kenapa kamu lelet sekali!”

“Siska! Mana minumnya? Kamu pikir aku bisa makan tanpa minum?”

Aku mengembuskan napas kasar. Di banding Siska, ternyata hidupku jauh lebih beruntung. Ibu mertuaku jauh lebih baik berkali-kali lipat dari ibu mertua Siska.

“Ibu Mas tidak menyukai Siska, tidak juga menyukaiku, lalu seperti apa menantu idamannya?” tanyaku.

“Kamu sungguh ingin tahu Al? Hahaha.” Tedi tertawa sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. “orang seperti dia itu tidak menyukai hal lain selain uang. Kamu paham kan? Dia pernah berkata pada ayahku bahwa dia tidak mau mempunyai anak karena hanya akan fokus menjadi ibuku. Tapi sebenarnya aku tahu alasannya. Dia ingin menjaga tubuhnya agar tetap cantik dan terawat agar menjadi magnet untuk uang lebih mendekat kepadanya.”

Deg. Tedi bilang  ibu sambungnya tidak ingin memiliki anak? Mengapa situasinya mengingatkanku akan diriku sendiri? Kalau Tedi adalah ayahnya, jadi bukankah itu berarti aku adalah bu Ningrum? Aku segera menggelengkan kepala. Mengusir pikiran bodoh bahwa aku sama dengan bu Ningrum.

 Lagi pula aku bukan wanita yang mendekati Tedi karena uang bukan? Tapi kalau bukan karena kekayaan Tedi, saat ini aku tidak mungkin ada di sisinya. Uangnya lah yang telah mendekatkan kami. Jadi kalau begitu, aku dan bu Ningrum sama saja? Aku menggelengkan kepala sekali lagi. Berusaha meyakinkan diri kalau aku tidak sama dengan wanita itu.

“Kamu kenapa Al?” Pertanyaannya membuyarkan lamunanku.”

“Eh, gapapa kok mas, memangnya kenapa?”

“Aku lihat kamu berkali-kali menggelengkan kepala, apa kamu pusing?”

“Engga mas, aku baik-baik saja.”

“Al ....” Tedi menggenggam tangan kananku dengan tangan kirinya. “Aku merindukanmu.” Ia kemudian mengecup punggung tanganku singkat.

Jantungku berdebar. Benar, kejadian demi kejadian yang terjadi pada kami membuat kami terpaksa tidak bertemu. Aku pun merasakan kerinduan yang sama seperti yang Tedi rasakan.

Aku menatap wajahnya dari samping, matanya, hidungnya, dan bibir itu ... Jantungku kembali berdetak lebih kencang.

“Kamu mau kita mampir sebentar sebelum pulang?”

“Kemana?”

Tedi tersenyum. Dan aku tahu arti dari senyumannya.

***

Aku mengenakan kembali pakaian yang tercecer di atas lantai usai menyelesaikan 3 jam panas kami.

“Kamu yakin mau pulang Al? Ini sudah larut.” Tedi masih terbaring di atas tempat tidur.

“Sebenarnya aku ingin menghabiskan malam bersama kamu di sini Mas, tapi aku harus pulang. Di rumah sedang berduka, aku tidak mempunyai alasan untuk tidak pulang.”

“Baiklah.” Tedi bangun dan segera berpakaian setelah sebelumnya membersihkan diri.

Kami keluar dari hotel dan segera menuju ke tempat parkir di mana mobil Tedi berada. Waktu sudah menunjukkan hampir jam 11 malam. Aku harus segera pulang.

Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang