“Kamu pasti bertanya-tanya, mengapa aku membawa sahabat kamu ke sini. Begitu kan Siska?” Tanya Tedi dengan nada rendah.
Siska yang duduk dengan gugup di seberang meja tamu rumah Tedi hanya bisa memelintir jari-jari tangannya. Ia tahu, kedatangan Alya dan berkumpulnya mereka saat ini adalah akibat dari fitnah yang ia ciptakan kepada sepasang kekasih si hadapannya ini.
“Aku mau sahabat kamu ini menjadi saksi atas apa yang akan aku ucapkan. Aku minta maaf.” Takut-takut, Siska melihat sekilas ke arah Tedi. Tatapannya sungguh mengintimidasi. “Aku minta maaf karena telah memaksa kamu menyerahkan kesucian kamu dan memaksa kamu mengandung anakku. Aku juga minta maaf karena aku mencampakkanmu ketika aku tahu kamu hamil anakku. Dan satu lagi, aku minta maaf karena telah meminta kamu untuk menjauhi keluarga kamu yang tidak setara denganku.”
Tidak tahan dengan kondisi seperti ini, Siska bangkit berdiri dan merendahkan dirinya dengan duduk bersimpuh di bawah kaki Tedi. Ia sadar, Tedi sudah tahu semuanya.
“Maafkan aku mas ....” Ucapan dan apa yang dilakukan Siska mengejutkan Alya yang sedari tadi hanya duduk memperhatikan sepasang suami istri tersebut.
“Kenapa kamu meminta maaf? Bukankah kamu yang mengatakan pada sahabatmu itu kalau aku—“
Belum sempat Tedi melanjutkan kalimatnya, Siska segera memotongnya, “Sudah mas, cukup, jangan katakan lagi. Aku meminta maaf.” Siska mulai terisak. Bahunya berguncang, sedangkan Tedi tidak terlihat akan memintanya bangun.
“Kamu berkali-kali minta maaf, memangnya apa kesalahanmu?” tanya Tedi santai.
“Aku ... Aku telah mengatakan hal yang tidak-tidak tentang mas,” jawab Siska lemah.
“Oh ya? Memangnya kamu mengatakan apa?” tanya Tedi sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Siska.
“Mas ... Tolong jangan seperti ini ... Aku mohon ....” Siska kembali menangis, “aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintai mas ....”
“Begitukah cara kamu mencintai? Dengan memfitnahnya Siska?” Tedi sedikit menaikkan nada bicaranya, “Katakan!”
“Maaf mas ... Maaf ....” tangisan Siska semakin terdengar memilukan.
Tedi mencengkram kedua pipi Siska dengan tangan kirinya, “kenapa hanya kata maaf yang kamu ucapkan, aku muak mendengarnya. Aku hanya ingin mendengar kebenaran,” desis Tedi. Ia kemudian mengenyahkan wajah Siska. Hal itu membuat tubuh Siska sedikit oleng karena perut besarnya menyulitkannya untuk menjaga posisi duduk agar tetap stabil.
Alya sudah akan berdiri untuk membantu Siska, tapi Tedi mengangkat tangannya sebagai tanda kalau Alya tidak boleh melakukan apa pun. Dengan tidak enak hati, Alya kembali mendaratkan pantatnya di sofa.
“Wow ... Suami istri dan sekretaris suaminya berkumpul kembali. Wonderful view!” bu Ningrum datang begitu saja dan duduk di atas sofa.
“Sudah aku bilang jangan mencampuri urusanku bu Ningrum,” Tedi berkata pelan, namun tajam.
“Hei, ibu tidak berniat mencampuri urusan kamu Nak. Ibu membutuhkan Siska untuk memijat ibu. Ibu harap urusan kamu dengannya segera selesai,” ucap bu Ningrum tanpa mempedulikan Siska yang terduduk di atas lantai. “Eliiiin!” Bu Ningrum memanggil asisten rumah tangganya.
Seorang wanita paruh baya bertubuh kurus datang menghampiri mereka, “iya nyonya?”
“Buatkan aku minum!” titah sang nyonya.
“Bu Elin? Ibu di sini?” Alya memandang ke arah asisten rumah tangga Tedi.
Bu Elin menoleh ke arah Alya. Ia sama terkejutnya dengan Alya.
“Kenapa ibu jadi asisten rumah tangga di sini?” tanya Alya lagi.
Tedi menoleh ke arah Alya, “kamu mengenalnya Al?”
“Tentu saja, bu Elin adalah ibunya Siska.”
Bukan hanya Tedi, bu Ningrum juga nampak terkejut mendengar penuturan Alya. “Apa?!?” bu Ningrum lalu menatap tajam ke arah bu Elin, “benar itu Elin?”
Bu Elin menatap Siska yang sedang terduduk di lantai, mata mereka bertemu. Mereka saling memandang beberapa detik.
Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, bu Ningrum berdiri di hadapan bu Elin dan bertanya sekali lagi, “benar begitu Elin?”
“Maafkan saya nyonya,” ucap bu Elin seraya menundukkan pandangannya.
“Oh ... Jadi masuknya Siska menjadi ke rumah ini juga rencana kamu, begitu Elin?”
“Maaf nyonya.”
“Kamu merekomendasikan Siska untuk bekerja di restoran saya, lalu kamu memprovokasi saya untuk memasukkan obat perangsang ke dalam minuman Tedi agar Tedi menyetubuhi Siska. Dengan begitu saya bisa mendapatkan penerus yang bisa saya kendalikan. Itu juga rencana kalian?” tanya bu Ningrum geram. “Kamu ingat apa yang kamu katakan waktu itu? 'Siska itu sepertinya polos nyonya, dengan menjadikannya menantu nyonya, dia pasti akan sangat berguna untuk nyonya, dan dia juga akan melahirkan penerus yang bisa nyonya kendalikan'. Merasa familiar dengan kalimat itu Elin?”
Bu Elin diam. Ia menundukkan kepalanya.
“Jadi kalian yang menjebakku?” pertanyaan Tedi menyadarkan bu Ningrum kalau ia telah membongkar rahasianya sendiri. “Pergi kalian semua dari sini!”
Bu Elin mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Tedi. Ia kemudian berjalan tergesa ke arah Tedi dan ikut bersimpuh di bawah kaki Tedi, di samping Siska. “Maafkan saya tuan, saya memang salah. Tapi Siska sangat mencintai tuan. Saya akan pergi, tapi tolong biarkan Siska tetap di sini.”
Tedi menarik paksa kedua ibu dan anak tersebut dan menyeretnya keluar. Ia menghempaskan mereka berdua ke halaman rumahnya.
Siska mengaduh, ia memegangi perutnya yang besar. Cairan merah kental mengalir di bawah kakinya. Hal itu sontak membuat bu Elin panik.
“Siska, kamu kenapa nak?” tanya bu Elin cemas.
“Sa-kit bu.” Siska mencengkram kuat tangan bu Elin.
Alya yang sedari tadi berdiri di belakang Tedi berlari ke arah Siska untuk melihat kondisinya. Ia berjongkok di depan Siska sambil memegangi tangannya. Ia kemudian menoleh ke arah Tedi yang nampak tidak peduli, “mas, kita harus membawa Siska ke rumah sakit mas, Siska mengalami pendarahan.”
“Aku tidak peduli Al.”
“Mas, ibunya mungkin salah, tapi anak dalam kandungannya tidak bersalah. Tolong mas, turunkan ego kamu sedikit saja. Dan kali ini biarkan hati nurani kamu yang bicara.”
Tedi menatap Alya yang masih cantik walau sedang khawatir. Ia kemudian berlari ke arah mobilnya dan menyuruh bu Elin untuk membantu Siska naik ke mobilnya. Ia masih enggan untuk menyentuh Siska.
“Kamu juga ikut Al!” titah Tedi.
Tedi dan Alya duduk di depan, sementara Siska dan ibunya duduk di belakang. Siska tidak berhenti mengaduh, ia bahkan hampir hilang kesadarannya. Dan hal itu membuat bu Elin semakin panik.
Sementara itu, bu Ningrum nampak putus asa menatap kepergian semuanya. Ia kemudian berlari masuk ke rumahnya dan masuk ke ruang kerja Tedi. Ia mengacak-acak dokumen-dokumen yang ada di sana, mencari surat berharga yang mungkin bisa ia bawa pergi sebelum diusir oleh Tedi. Ia tidak mau jatuh miskin setelah kepergiannya dari rumah Tedi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)
RomanceAlya dan Andi yang sudah berpacaran semenjak SMA memutuskan untuk menikah setelah lulus kuliah. Bagaimana mereka menjalani kehidupan rumah tangganya?