“Sudah sampai mbak.” Entah kali ke berapa sopir taksi mengingatkan Alya bahwa tujuan mereka sudah sampai, namun Alya masih bergeming. Sang sopir semakin bingung karena beberapa menit berlalu, penumpang yang ia bawa hanya diam seraya menatap ke arah sebuah rumah mewah yang menjadi destinasi perjalanannya.
Alya kembali menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia memejamkan mata sejenak sebelum kemudian berucap, “saya mau pergi ke tempat lain pak, bisa bapak antar?”
“Tentu saja, memangnya mbak mau pergi kemana?”
“Terminal.”
“Baik.”
Perjalanan lebih hening dari sebelumnya, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Alya meyakinkan hatinya kalau keputusannya sudah benar.
“Pak, tolong berikan ponsel ini kepada pak Tedi, pemilik rumah yang tadi kita singgahi.” Alya memberikan ponselnya yang sudah ia matikan daya sebelumnya kepada sopir taksi ketika mobil yang ia tumpangi sudah sampai di Terminal, “dan ini ongkosnya.”
Sopir taksi menerima ponsel yang Alya berikan, juga uang pecahan seratus ribuan sebanyak tiga lembar sebagai ongkos taksi.
“Mbak, ini ongkosnya kebanyakan,” ujar sang sopir.
“Gak papa pak, buat tambah-tambah beli susu cucu bapak.”
“Terima kasih ya mbak.”
“Sama-sama pak.”
Pertemuan mereka pun berakhir di sana. Mereka menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing.
***
“Tolong tuan, jangan lakukan ini ... Saya mohon.” Seorang wanita paruh baya berlutut di hadapan Tedi seraya menangis pilu, “Anda bisa melakukan apa saja kepada saya sebagai gantinya, tapi tolong, jangan penjarakan anak saya, dia masih muda, masa depannya masih panjang.”
“Seharusnya anda berpikir matang-matang sebelum bermain-main denganku!”
“Saya tahu, saya minta maaf Tuan, saya minta maaf.”
“Maafmu tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula Ibu Elin! Saya tidak menyangka, musuh saya ternyata ada di rumah saya sendiri. Anda dan anak-anak anda adalah kriminal!”
Bu Elin semakin tergugu mendengar jawaban Tedi. Padahal ia sudah merendahkan dirinya agar Tedi mau mencabut tuntutannya terhadap Sony.
Bukti-bukti yang menyeret Sony sangat kuat. Tedi membayar detektif swasta lainnya untuk menyelidikinya, setelah detektif sebelumnya tewas. Ia menemukan berkas-berkas hasil penyelidikan detektif sebelumnya yang memperkuat posisi Sony sebagai terdakwa.
Sony dituntut dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Tedi dan Alya, juga pembunuhan berencana terhadap orang tua Alya dan detektif swasta yang Tedi sewa. Sangat sulit bagi Sony untuk bebas dari jerat hukum, apalagi Tedi tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi.
“Sekarang, pergilah dari rumah saya! Jangan merendahkan diri lebih dalam lagi, karena keputusan saya sudah bulat,” usir Tedi.
Bu Elin berdiri dan menatap Tedi dengan penuh kebencian, “baiklah, kalau Anda masih berencana memenjarakan Sony, saya juga akan melaporkan Anda atas kasus perselingkuhan dan penculikan terhadap cucu saya!” ancam bu Elin.
Tedi menatap lucu ke arah bu Elin, dan tertawa terbahak-bahak, “ha ... ha ... ha ..., Anda mengancam saya ibu Elin? Lakukan! Lakukan saja apa yang Anda inginkan!” Tedi menghentikan tawanya, “Anda tahu betul apa konsekuensinya jika bermain-main dengan saya!”
Tekad bu Elin tiba-tiba melemah. Ia tahu, melawan Tedi ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Ia memilih untuk pergi dari rumah Tedi dengan amarah yang masih memuncak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)
RomanceAlya dan Andi yang sudah berpacaran semenjak SMA memutuskan untuk menikah setelah lulus kuliah. Bagaimana mereka menjalani kehidupan rumah tangganya?