Part 6 Tantangan Diterima

177 15 0
                                    

Dengan mengendarai Audi A6 seri lama berwarna silver, aku memasuki pelataran rumah ibu mertuaku. Mobil ini adalah mobil milik Tedi hadiah dari mendiang ayahnya ketika lulus kuliah 10 tahun yang lalu. Walaupun mobil lama, tapi sangat terawat. Tedi memberikannya kepadaku sebagai inventaris karena sudah seminggu ini aku bekerja menjadi sekretaris pribadinya.

Aku segera masuk usai memarkirkan kendaraan yang tadi aku bawa di halaman rumah. Sekilas aku melihat ke arah rumah mbak Dini, ramai sekali orang. Sepertinya mbak Dini sudah pulang dari rumah sakit.

“Kamu dari mana Al?” tanya Andi.

Rupanya sekarang ia ada di rumah. Seminggu terakhir ini kami memang jarang bertemu. Terkadang aku berangkat ketika ia masih tertidur. Dan ketika aku pulang, Andi tidak di rumah. Seminggu ini Andi sibuk bolak-balik rumah sakit untuk ikut menjaga mbak Dini, bergantian dengan ibu dan mas Ridwan.

“Kerja,” jawabku singkat.

“Jangan bohong kamu Al!”

“Siapa yang bohong sih! Udah sana, aku capek!”

“Kenapa gak bilang sama aku kalau kamu kerja?”

Aku menatap lekat bola mata Andi, “seminggu ini kamu kemana aja?”

“Kamu kan tahu aku sibuk jagain mbak Dini.”

“Nah itu masalahnya Ndi, kamu terlalu fokus sama keluarga kamu, sampe kamu mengabaikanku.”

“Setidaknya kamu bisa memberitahu aku kan?”

“Andi, aku kerja! Tuh udah.”

“Kamu jangan kekanak-kanakan gini dong Al.”

“Siapa yang ke kanak-kanakan sih, udah sana ih, aku capek mau istirahat.” Aku masih mencoba mendorong Andi yang menghalangi jalanku untuk masuk ke rumah.

“Kenapa kamu kerja?”

“Kenapa? Ya karena aku butuh uang lah.”

“Apa gara-gara minggu lalu ibu tidak masak, jadi kamu memilih untuk bekerja di luar tanpa sepengetahuan aku? Supaya kamu punya uang untuk beli makan? Iya?”

“Gak ada hubungannya, Andi!”

“Lalu kenapa? Waktu itu ibu buru-buru Al. Ibu bilang Ibu sudah nyiapin bahan makanannya kok di kulkas.”

“Aku kan udah bilang, gak ada hubungannya. Lagian aku udah lupain kejadian itu kok.”

“Lalu kenapa? Kamu disini tidak kekurangan makanan, pakaian, dan kita juga sudah mempunyai tempat tinggal. Kenapa kamu memilih bekerja di luar?”

“Ndi, kebutuhan hidup aku tuh gak melulu soal makan, pakaian, dan rumah yang notabene adalah milik ibu kamu. Aku juga punya kebutuhan lain.”

“Kebutuhan apa? Kamu tinggal bilang Al, aku akan penuhi kok.”

“Dengan minta uang ke ibu kamu?”

“Memang masalahnya apa? Sejak kita pacaran kamu tidak pernah mempermasalahkan dari mana uangku berasal kan?”

“Sekarang kita sudah menikah Ndi, itu bedanya.”

“Aku gak ngerti deh jalan pikiran kamu.”

“Aku yang gak ngerti jalan pikiran kamu!”

Ibu mertuaku datang ditengah-tengah perdebatan kami.

“Kalian kenapa sih ribut-ribut di sini? Apa gak bisa ngobrolnya di dalem aja?”

Aku menabrak tubuh Andi dan segera masuk ke kamarku. Kesal rasanya ketika capek pulang kerja malah diinterogasi di depan pintu.

Samar-samar aku mendengar perbincangan antara ibu dengan Andi.

Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang