Part 10 Do Action!

157 14 0
                                    

“Maksud kamu apa Al?” tanya Andi tiba-tiba.

Aku yang baru saja merebahkan diri diatas tempat tidur kembali duduk.

“Kamu ngomong apa sih Ndi?”

“Maksud kamu apa mengajak papa dan mama makan malam bersama, mentraktir mereka, apa yang sebenarnya mau kamu tunjukkan?”

“Aku gak ngerti arah pembicaraan kamu Ndi.”

“Kamu pasti mau menunjukkan pada orang tua kamu, kalau kamu bisa menghasilkan uang sendiri sementara aku tidak. Iya kan Alya?”

“Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Coba pikir apa yang kamu lakukan tadi? Pamer mobil, pamer gaji, kamu hanya ingin merendahkanku bukan?”

“Aku tidak punya pemikiran seperti itu Ndi. Aku hanya ingin berbagi kebahagiaan, merayakan gaji pertamaku dengan orang-orang yang aku sayang, salahnya dimana?”

“Sejak awal ini memang sudah salah. Tidak seharusnya kamu bekerja. Terlebih lagi di perusahaan Tedi.”

“Kalau aku tidak boleh kerja, kenapa bukan kamu saja?”

“Saat ini aku sedang berada dalam kondisi tidak bisa meninggalkan keluargaku Alya!”

“Itu hanya alasan kamu saja.”

“Kamu!”

Andi mengeratkan tangannya di hadapanku. Rahangnya mengeras. Nampak sekali kalau ia tengah menahan amarah.

Andi merebahkan dirinya membelakangiku. Kemudian menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Ia begitu marah sampai tidak menyadari kalau aku hampir terjatuh karena ia tadi menarik selimut yang bagian ujungnya aku duduki.

Aku memandangi kepala bagian belakang Andi yang masih bisa ku lihat. Tidak mengerti mengapa Andi semarah ini. Apa salahnya jika aku mentraktir orang tuaku makan, toh itu adalah uangku sendiri. Bagian mana dari apa yang ku lakukan yang telah membuatnya marah. Aku sama sekali tidak merendahkannya di hadapan orang tuaku.

“Ndi ....” Aku masih mencoba membujuknya untuk berbalik, namun Andi masih bergeming.

Tiba-tiba aku teringat janji kami sebelum berangkat tadi sore. Aku merapatkan tubuhku dengan tubuh Andi, lalu memeluknya dari belakang. Namun yang selanjutnya terjadi di luar dugaan. Andi menepis tanganku. Ada apa dengannya? Tidak biasanya dia menolakku. Apa ia semarah itu.

Ting.

Suara notif ponselku berbunyi, yang artinya ada satu pesan masuk. Aku segera mengambilnya dari dalam tas, lalu membaca perlahan isi pesan tersebut.

[Al, besok kita pergi ke Surabaya, aku mau melihat progres pembangunan cabang baru kita di sana. Kamu persiapkan barang-barang pribadi kamu untuk 3 hari ke depan.]

Aku menoleh ke arah Andi yang masih tertidur membelakangiku. Kalau bisa, aku ingin menolak perintah Tedi kali ini. Aku tidak ingin pergi sementara hubunganku dan Andi sedang tidak baik-baik saja.

Ketika aku sedang mengetik balasan untuk Tedi, sebuah panggilan telepon masuk dari nomor Tedi.

“Halo,” sapaku begitu panggilan terhubung.

Belum tidur Al?” tanya seseorang di seberang sana.

“Belum.”

Aku beranjak bangun untuk pindah ke ruang keluarga supaya tidak mengganggu tidur Andi.

“Kenapa mas?” tanyaku seraya mendaratkan diri di atas sofa ruang keluarga.

Sudah baca pesanku?”

Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang