Part 25 Ibu

108 10 0
                                    

Para pelayat sudah pulang beberapa saat lalu. Meninggalkan keluarga besar ibu mertuaku yang masih berkumpul di rumah mas Ridwan. Mbak Dini sudah berpulang. Menyisakan kesedihan pada orang-orang yang ditinggalkannya.

Dari orang-orang yang berkumpul, mataku terfokus pada mas Ridwan. Dia terlihat sangat terpukul dan begitu rapuh. Aku melihat besarnya cinta untuk mendiang istrinya tersebut. Berkali-kali aku mendengar dia meminta maaf kepada foto mendiang mbak Dini yang dipeluknya karena datang terlambat. Mungkin dia pikir, foto tersebut bisa mendengarnya.

Mas Ridwan datang sangat terlambat. Dia bahkan baru datang saat jenazah mbak Dini sudah di bawa ke rumah. Alam yang menyambut kedatangannya dengan murka. Ia menumpahkan segala amarahnya pada orang yang telah membesarkannya tersebut. Tidak peduli mata setiap orang tertuju padanya.

"Papa puas? Mama sekarang sudah gak ada Pa! Kemana Papa disaat-saat terakhirnya? Papa seharusnya ada di sisi Mama saat Mama menghembuskan napas terakhirnya!"

Mas Ridwan hanya diam, menerima apa pun yang Alam katakan. Remajanya sudah terlalu pintar untuk ia bodohi. Ia tahu, anak sulungnya tersebut tahu akan kelakuan bejatnya.

Bahkan sampai pengantaran jenazah mbak Dini ke peristirahatan terakhirnya, mereka tak saling bicara. Dan satu hal yang membuatku terharu adalah, mas Ridwan turun sendiri ke liang lahat untuk ikut menguburkan jenazah mbak Dini. Melihat apa yang di lakukannya, tidak akan ada yang percaya kalau dia suka main gila dengan perempuan muda di luaran sana.

"Mas ...." Aku memberanikan diri untuk menyapanya. "Aku turut berduka cita atas meninggalnya mbak Dini."

"Benarkah itu Alya?" tanyanya ambigu.

Aku bingung apa maksud pertanyaan mas Ridwan.

"Benarkah kamu ikut bersedih untuk rasa kehilanganku? Atau saat ini kamu sedang menertawakanku karena aku tengah menerima akibat dari perbuatanku?"

"Aku tidak berpikiran seperti itu Mas."

"Jujurlah pada dirimu sendiri Alya."

"Mas tidak boleh menjudgeku seperti itu. Asal mas tahu, aku tidak ikut bersedih untuk rasa kehilangan Mas. Aku ikut bersedih untuk anak-anak mbak Dini yang kehilangan ibunya. Mas harusnya introspeksi diri, mungkin ini teguran dari Tuhan untuk mas."

"Kamu sedang menasihatiku atau menasihati diri kamu sendiri Alya? Dan sekarang kamu sudah kenal Tuhan?" Mas Ridwan menatap tajam ke arahku, "cukup tentang aku Alya, pikirkanlah diri kamu sendiri. Orang tuamu sudah tiada, sekarang Andi adalah satu-satunya keluargamu. Menurutmu, apakah Andi akan menerimamu jika dia tahu apa yang kamu lakukan di belakangnya?"

Aku bungkam. Memilih untuk pergi meninggalkannya.

Aku keluar mengendarai mobilku. Tujuanku saat ini adalah ke rumah kedua orang tuaku, atau setidaknya yang tersisa. Apa yang di katakan mas Ridwan mengganggu pikiranku.

Ku pandangi sisa-sisa bangunan yang menjadi saksi bisu tumbuh kembangku dari kecil hingga dewasa. Bayangan kedua orang tuaku kembali berkelebat dalam pikiran, terlihat sangat nyata. Setelah kejadian itu, inilah kali pertama aku kembali ke sini.

Aku keluar dari mobilku untuk lebih mendekat ke arah puing-puing bangunan bekas kebakaran tersebut. Tidak hanya bangunan, kebakaran tersebut telah mengambil kedua orang tuaku beserta kenangan kami dengan paksa. Tanganku mengepal, aku ingin segera menemukan pelakunya.

"Saya turut berduka cita atas apa yang menimpa keluargamu," ucap seseorang di belakangku.

Aku menoleh seketika. Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda. Tak jauh dari tempatnya berdiri, sebuah mobil Audi Q8 berwarna hitam metalik berdiri menampakkan kegagahannya. Berusaha memberitahu semua orang tentang status sosial pemiliknya.

Wanita tersebut berjalan mendekat ke arahku. Dia mengamati mobilku dari bagian belakang hingga ke bagian depannya. "Saya berterima kasih kamu menjaga dengan baik mobil peninggalan suami saya." Wanita tersebut menjeda kalimatnya sebelum melanjutkan memperkenalkan diri, "saya Ningrum, ibunya Tedi."

Deg.

Caranya memperkenalkan diri sudah di pastikan kalau wanita di depanku ini tahu siapa aku. Dan ... Apakah dia juga tahu bagaimana hubunganku dengan anaknya?

***

Wanita yang mengaku bernama Ningrum tersebut duduk di hadapanku. Hanya meja yang menjadi pembatas antara aku dengannya. Aku mengamati caranya menikmati kopinya. Ia menyesapnya dengan elegan.

"Ceritakan, bagaimana kalian bertemu Alya. Benar nama kamu Alya?" ucapnya.

"I-iya tante."

"Apa saja yang kamu terima dari anakku? Apakah sesuai dengan yang kamu berikan? Ah, melihat wajah cantikmu, aku yakin Tedi membeli dengan harga yang sesuai." Bu Ningrum kembali menikmati kopinya. "Saya sudah mengenal puluhan wanita seperti kamu. Saya sudah tidak asing lagi. Saya juga mengenal bagaimana sifat anak saya."

Aku susah payah menelan saliva. Tenggorokanku seakan mengering. Aku yakin, orang tua di depanku ini tahu semuanya. Atau jangan-jangan ....

"Tinggalkan anak saya!"

Aku diam terpaku menatap caranya berbicara.

"Saya sudah tahu siapa kamu. Kamu wanita bersuami yang tengah menjalin hubungan dengan pria beristri. Tidakkah kamu merasa malu pada mendiang orang tuamu kalau mereka melihat kelakuanmu dari atas sana?" bu Ningrum menjeda kalimatnya sejenak. "Tidakkah kamu tahu kalau menantu saya sedang mengandung cucu saya?"

"Saya ...."

"Tinggalkan anak saya, Alya! Kamu tidak mau kan di cap sebagai perusak rumah tangga orang seumur hidup kamu? Pergunakanlah kecantikan kamu untuk hal yang lebih berguna!"

"Saya tidak bisa tante." Tenggorokanku seakan tercekat untuk melanjutkan kalimat selanjutnya, "saya mencintai anak tante."

Bu Ningrum terpaku mendengar kejujuranku.

"Apa yang anda lakukan di sini bu Ningrum?" suara bariton seseorang mengejutkan kami berdua.

"Te-Tedi?" Bu Ningrum nampak tergagap melihat kedatangan Tedi.

"Sudah saya katakan jangan mencampuri urusan saya."

"Ini tidak seperti yang kamu lihat Nak, Ibu hanya-"

"Anda tidak perlu membuang-buang energi untuk menjelaskan apa pun kepada saya. Seharusnya Anda tahu, saya tidak mungkin membiarkan Alya berkeliaran tanpa pengawasan dari saya. Saya tidak ingin kekasih saya mendapatkan gangguan dari orang-orang seperti Anda!"

Bu Ningrum nampak mengedarkan pandangan. Aku melihat matanya menangkap sesosok pria kekar yang berdiri cukup jauh dari kami, namun tentu mata elangnya masih bisa melihat jelas ke arah kami.

"Oh, jadi kamu menyewa bodyguard untuk wanita jala*g ini?"

"Jangan sekali-kali menyebutnya dengan sebutan Jala*g! Panggilan itu hanya cocok buat Anda."

"Kamu ...."

Bu Ningrum merasa geram. Ia kemudian meninggalkan kami dengan sedikit mengentakkan kakinya.

Tedi duduk di sampingku, ia mengusap pipiku pelan, "kamu baik-baik saja Al? Apa wanita itu menyakitimu?"

Aku menggeleng, "aku baik-baik saja Mas."

Tedi tersenyum, "syukurlah kalau begitu."

"Mas, ibu kamu tahu tentang hubungan kita?"

"Dia selalu mengawasi aku Al."

"Ehm ... Apa mungkin kalau orang yang kita cari adalah ibu kamu sendiri Mas?"

Tedi menatap intens ke arahku. Jelas ia tahu apa yang aku maksud.

Pernikahan Pasangan Populer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang