“Maaf.” ucap seseorang ketika dengan tidak sengaja Ia menabrakku. Aku mengangguk, mendongakkan kepalaku untuk melihat—
“Niall?”
“Cleverley?”
Aku terdiam untuk beberapa saat, begitu pun dengannya. Suasana berubah menjadi sangat canggung, aku merasa asing dengan Niall. Sudah beberapa hari belakangan ini aku tidak berjumpa dengannya, karena semenjak kejadian dimana Niall menamparku, Ia tak pernah menampakkan dirinya di kampus.
Setelah beberapa saat hanya diam, tanpa mengatakan apapun. Aku memilih untuk pergi meninggalkan Niall yang masih berdiri disana. Aku sempat menengok ke belakang—ke arah Niall. Kulihat Ia yang tak kunjung beranjak dari tempatnya.
“Kau putus dengan Niall?” tanya seseorang secara tiba-tiba, Gigi.
Aku menggerdikan bahuku, karena memang aku tidak tahu status dari hubungan yang aku miliki dengan Niall. Kami bahkan belum mengatakan ingin berpisah atau semacamnya. Sebenarnya aku masih berharap pada Niall, namun sikapnya membuatku berpikir dua kali.
Harry—aku merasa nyaman ketika berada di dekatnya. Dia sedikit berbeda dengan Niall, walaupun saat pertama kali bertemu ia sungguh menyebalkan dan bersikap begitu dingin.
“Lalu bagaimana hubunganmu dengan Harry?” aku terdiam mendengar pertanyaan Gigi ini. Hubungan? Aku bahkan tak memiliki hubungan khusus dengan Harry. Kami hanya teman, dan aku tak memiliki perasaan khusus padanya.
Kurasa.
“Hubungan apa? Kami tidak memiliki hubungan khusus. Dia hanya temanku.”
“Teman seperti apa? Friends with benefit, huh?”
“Dia hanya temanku, oke? Bisakah kita membahas topik lain? Seperti kau yang akhir-akhir ini sangat akrab dengan Zayn.”
“Kami akrab karena kesamaan minat. Zayn suka dengan lukisan, begitu juga denganku.” aku memutar mataku mendengar alasan yang memang aku akui cukup konkret.
Zayn dan Gigi memiliki minat yang sama, yaitu melukis. Walaupun terkesan masa bodoh dan dingin, tapi Zayn sebenarnya baik dan cukup menyenangkan. Sama seperti Harry, walaupun Ia sangat menyebalkan, namun setidaknya Ia tak pernah berbuat kasar pada wanita.
Oh, apakah barusan aku menyindir seseorang? Masa bodoh, karena aku sudah tidak peduli lagi.
Untuk apa aku peduli pada seseorang yang tidak peduli padaku? Itu sama saja kau mengharapkan sesuatu, namun tidak bisa mendapatkannya—atau harapanmu sangat tinggi.
.....
Siang ini aku dan Gigi berencana untuk meminjam buku di perpustakaan. Bersama-sama kami melangkahkan kaki menyusuri lorong hingga tibalah di depan sebuah pintu bertuliskan 'Perpustakaan'. Aku langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.
Suasana di dalam cukup tenang, tidak seperti hari biasanya yang cenderung ramai. Perpustakaan kampus memang tidak pernah terlihat tenang seperti ini.
Aku melangkahkan kaki menuju sebuah lorong rak. Disitulah aku bertemu lagi dengan Niall. Ia memandangku dari bawah hingga ke atas. Aku berusaha untuk santai dan tidak mempedulikannya.
Ketika aku hendak mengambil sebuah buku yang memang kebetulan terletak di dekatnya, Ia meraih tanganku dan membawaku ke dalam pelukannya. Aku berusaha untuk melepaskan diriku, namun Ia semakin memelukku dengan erat.
“Cleverley, maafkan aku.” ucapnya.
“Niall kita masih berada di area kampus, tolong lepaskan aku.” balasku dengan suara yang nyaris seperti sebuah bisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated [H.S]
FanfictionShe was too good for him and he was too dangerous for her. [Written in Bahasa] WARNING: This book contains complicated storyline and mature content. So, if you are under 17, just please be a wise reader. Ps. This book is stupid as hell. I warn you.