Aku berjalan menyusuri koridor kampus. Saat ini waktu masih menunjukkan pukul setengah 8 pagi, dan aku mendapatkan kelas pagi. Kuharap aku tidak bertemu dengan pria itu, Harry. Namun kenyataan berkata lain, aku melihatnya disana, sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya, termasuk Niall. Niall berbeda sekali dari Harry, dia sangat baik.
Aku mengalihkan pandanganku secara tiba-tiba saat mataku bertemu dengan mata Harry. Dan dengan langkah yang cukup cepat, aku mencari kelasku pagi ini.
Sebelum masuk ke dalam kelas, aku berniat untuk mengambil bukuku di loker. Langkahku terhenti begitu melihat sosok Harry di depanku, ia sedang mengambil sesuatu dari dalam lokernya. Sialan, kenapa dia bisa ada disana? Dan kau tahu apa? Loker Harry berada di bawah loker milikku, double sialan. Aku pun berjalan perlahan ke arah belakang, namun aku merasakan seseorang menghalangiku. Pun aku membalikkan tubuhku, mendapati Niall disana. Thank God.
“Maaf...” ucapku perlahan.
“That's okay. Kenapa kau berjalan seperti tadi?” bagus, sekarang apakah aku harus mengatakan jika aku sedang menghindar dari temannya? “Cleverley?” aku menggelengkan kepalaku begitu mendengar suara Niall lagi. Pikiranku kacau sekali pagi ini.
“Uh—tidak, bukan apa-apa. Kalau begitu, aku masuk ke kelas. Jadi, sam–” ucapanku terhenti saat melihat Harry berjalan menghampiri kami berdua. Dan disaat itulah aku berusaha untuk bersikap biasa saja.
“Niall, mate, aku membutuhkan bantuanmu.”
“Oh, yeah, tentu. Cley, kurasa kita berada di kelas yang sama. Lantai 3 ruang 301, bukan begitu?” aku melebarkan mataku begitu mendengar jika Niall berada di kelas yang sama denganku.
“Ya, bagaimana kau tahu?”
“Ini, aku menemukan jadwal mata kuliahmu. Kau meninggalnya di kelas bahasa Perancis. Lain kali tolong lebih berhati-hati.” God, ini Jadwal yang aku cari semalam.
“Thanks. Aku mencari kertas ini semalaman, dan kau menemukannya. Thank you very much, Niall.”
“Tidak perlu berterima kasih seperti itu. Aku hanya ingin membantumu. Kalau begitu, aku pergi dulu. Kita akan bertemu 15 menit lagi, bye!”
“Bye!” saat aku sedang melambaikan tanganku pada Niall, kulihat Harry menoleh ke belakang, memberikan seringaian licik padaku.
Tunggu, apakah aku akan berada di kelas yang sama dengannya? Demi apapun, aku tidak mau. Dia hanya akan membuatku frustasi.
.....
Aku menempati satu kursi kosong di dekat jendela, dan memandangi sebentar betapa indahnya kota London dari sini. Saat aku sedang menikmati pemandangan, aku merasakan ponselku bergetar. Dan kulihat sebuah pesan dari Jeazline.
From: Jeazline
Kau menikmati harimu di Inggris, huh? Kau senang bukan? Kau beruntung karena Paman dan Bibi masih mau menerimamu. Bagaimana jika tidak?
Ps. Aku senang kau tidak ada disini :)
Aku berusaha untuk menahan emosiku. Untunglah dia kakak kandungku. Jadi, aku menyayanginya, sangat menyayanginya.
To: Jeazline
Aku senang berada disini, dan aku sangat beruntung.
Ps. Aku merindukanmu xx
Setelah membalas pesan dari Jeazline, aku meletakkan kembali ponsel itu di dalam tasku. Dan beberapa saat kemudian, beberapa mahasiswa memasuki ruang kelas, termasuk Niall dan teman-temannya.
Niall segera berjalan menghampiriku, lalu duduk tepat disampingku. Sementara Liam berada di depanku, Harry berada disampingnya, lalu Zayn di belakangku, dan Louis disamping Zayn. Jujur, aku merasa sedikit canggung duduk di keliling pria seperti ini.
“Kudengar kau pindahan dari Irlandia?” ucap seseorang yang tepat berada di depanku, Liam.
“Iya, aku pindahan dari Irlandia.”
“Kenapa kau pindah? Bukankah Irlandia itu keren?” tanya Liam lagi.
“Uh—Ibuku yang mengirimku kesini.” jawabku dengan sedikit gugup.
“Jadi kau tinggal sendiri disini?” tanya seseorang dari arah belakangku—Zayn.
Aku mengubah posisi dudukku agar bisa menatap Zayn. “Tidak, aku tinggal bersama dengan Paman dan Bibiku. Mereka berdua yang membiayai kuliahku disini.”
“Jadi, kau tinggal bersama dengan Paman dan Bibimu?” aku mengangguk perlahan menanggapi ucapan Louis.
Entah kenapa aku merasa sedikit nyaman bersama dengan mereka. Jelas sekali mereka berbeda dengan teman-temanku di Irlandia. Begitu juga dengan Paman dan Bibi, mereka berbeda dengan ayah, ibu, dan Jeazline. Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih.
Di sekolah, aku termasuk gadis pendiam, tidak suka dengan keramaian dan lebih suka menyendiri. Menurutku sendiri lebih baik dibandingkan kau bersama dengan orang-orang yang bahkan tidak menghargaimu sama sekali. Sekarang aku tahu, Ibu menetapkan pilihan yang sangat tepat untukku.
“Cleverley?” aku membuyarkan pandanganku begitu merasakan seseorang menepuk bahuku, itu Niall. “Are you okay?”
“Yes, i'm okay.”
“Apakah pertanyaan mereka terlalu pribadi untukmu? Kalau iya, maafkan mereka. Mungkin mereka hanya ingin mengenalmu lebih akrab. Jadi, aku harap kau—”
“Tidak Niall, aku baik-baik saja. Aku tak merasa terganggu dengan pertanyaan mereka. Jadi, kau tidak perlu seperti itu. Mereka keren, kau tahu?” ujarku dengan tawa kecil, membuat Niall ikut tertawa.
Jika boleh aku akui, tawanya itu renyah sekali, dan sangat menawan. Benar-benar pria Irlandia yang mempesona.
.....
“Kau pulang sendiri?” tanya Niall. Saat ini kami sedang berjalan menyusuri koridor kampus bersama dengan Zayn, Louis, dan Liam. Tidak ada Harry, dan itu keren. Aku senang dia tidak ada disini. Uh, bukan bermaksu jahat, namun lebih baik jika tanpa dirinya.
“Tidak, Pamanku akan menjemputku.” balasku perlahan.
“Baiklah. Kalau begitu aku pulang lebih dulu.”
“Tentu, hati-hati.”
“Thank you, Cleverley. Take care of yourself too.” aku menganggukkan kepala. Dan tak lama Niall pergi meninggalkanku.
Sekarang aku sendiri. Aku pun memutuskan untuk menunggu Paman di kafeteria. Aku bisa memesan kopi hangat dan snack untuk mengisi perutku yang kosong karena aku belum makan sejak tadi pagi.
Setibanya di kafeteria, aku langsung menempati tempat yang kosong. Suasana disini masih sangat ramai, mungkin banyak mahasiswa yang mendapatkan kelas sore atau malam. Aku meletakkan tasku di atas meja, lalu mulai memesan makanan.
Selesai memesan makanan dan minuman, aku kembali ke tempatku. Namun langkahku terhenti begitu melihat Harry menempati kursi disampingku. Benarkah aku harus duduk disampingnya? Gila.
Dengan memberanikan diri, aku berjalan menghampirinya, lalu meletakkan nampan berisi makanan dan minuman tersebut di atas meja. Seketika pandangan Harry mengarah padaku, membuat tubuhku membeku.
“Uh—kau menempati tempatku.” ujarku memberanikan diri.
“Lalu? Memang kafeteria ini milikmu?” aku menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Harry. “Jadi, aku bisa menempati tempat dimana pun yang aku mau, termasuk disini. Bukankah kau ingat peringatanku kemarin padamu?” seketika aku teringat pada ucapannya kemarin. Ah sial, kenapa dia harus mengatakan peringatan yang bahkan tidak penting itu? Bersikap baiklah padaku atau sesuatu yang buruk terjadi padamu.
“Fine, kau bisa menempati tempat ini, dan aku akan mencari tempat—”
“Duduklah, tidak ada penolakan.”
** ** **
Chapter 0.2! Hope you enjoyed this! Dan sekali lagi, alur ceritanya sedikit aku ubah :) karena menurutku yang dulu itu masih berantakan hehehe xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated [H.S]
FanfictionShe was too good for him and he was too dangerous for her. [Written in Bahasa] WARNING: This book contains complicated storyline and mature content. So, if you are under 17, just please be a wise reader. Ps. This book is stupid as hell. I warn you.