Chapter 0.7

36.1K 2.7K 129
                                    

“Terima kasih kau sudah mengantarku pulang.” Ucapku pada Niall.

Ia tersenyum padaku, “Sama-sama. Senang bisa bekerja sama denganmu.”

Aku pun berpamitan padanya, lalu turun dari mobil. Aku melambaikan tanganku pada Niall sebelum ia benar-benar pergi meninggalkanku. Setelah mobilnya sudah tidak terlihat lagi, aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kulihat Paman Jack yang sedang menonton tv saat aku tiba di rumah, sementara Bibi Sandra yang nampak membaca sebuah buku.

“Aku pulang.” Ujarku yang langsung membuat mereka berdua memandang padaku.

“Kau sudah pulang. Apakah pemuda itu yang mengantarmu?” balas Bibi Sandra, membuat pipiku memanas. Sering sekali Bibi membahas Niall. Ia mengatakan padaku jika Niall cukup tampan dan terlihat seperti pria baik-baik. Memang benar apa yang ia katakan, ia tidak seperti Harry.

Berbicara soal Harry, ia sukses membuatku merasa kesal. Pertama, soal pertanyaannya yang memintaku untuk menemaninya malam ini, ew. Kedua, saat di rumahnya tadi, ia tak pernah melepaskan pandangannya sedikit pun dariku. Ketiga, ia bersikap layaknya orang paling pintar tadi, walaupun aku tahu dia memang pintar. Keempat, dia sempat meremehkanku. Kelima, sebelum aku pulang, ia memberikanku senyuman –atau lebih pantas disebut seringaian paling aneh.

Aku tidak habis pikir mengapa Niall bisa berteman dengan orang seperti Harry. Jelas-jelas mereka berbeda. Niall tidak seperti Harry. Niall termasuk pria baik-baik, sementara Harry? Jangan kau tanyakan.

“Uh, Niall maksudmu?” tanyaku pada Bibi untuk memastikan.

Bibi menganggukkan kepalanya, membuatku sedikit malu. Aku paling senang sebenarnya jika harus membahas pria bernama Niall itu, entahlah.

“Iya, dia yang mengantarku tadi.”

“Kurasa dia menyukaimu, eh?” aku sedikit terkejut dengan pernyataan Bibi. Menyukaiku? Oh, tidak mungkin. Aku baru beberapa hari menjadi mahasiswi baru disana. Tidak mungkin Niall menyukaiku secepat itu.

“Tidak, dia tidak mungkin menyukaiku.” Balasku.

“Tidak ada yang tidak mungkin, Cleverley.” Lagi, aku dibuatnya merasa malu untuk kesekian kalinya. Kuharap aku tidak akan pingsan setelah ini. “Lebih baik kau ganti pakaianmu sekarang dan bergabung denganku untuk minum teh.” Lanjut Bibi Sandra, membuatku langsung berjalan menuju kamarku yang ada di lantai dua.

Setibanya di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Seketika aku membayangkan Niall saat pandanganku mengarah pada langit-langit kamar. Ah, pria itu mempesona sekali. Sikapnya padaku, caranya berbicara, senyumannya… Tuhan, apakah aku menyukai Niall? Lagi pula siapa yang tidak suka padanya?

Aku pun meraih satu bantal, lalu membawanya ke atas wajahku. Secara tiba-tiba wajah Niall menghilang, dan yang muncul adalah wajah Harry, sialan. Kenapa aku harus membayangkan pria itu?

…..

Aku berjalan menuruni anak tangga membawa serta buku-bukukku. Hari ini adalah hari yang spesial untukku, kuharap begitu. Aku merasa lebih baik dari hari kemarin, plus aku bermimpi indah semalam.

“Selamat Pagi.” Sapaku pada Paman dan Bibi.

“Pagi.” Balas mereka berdua.

Aku menempati satu kursi, meletakkan sebentar buku-buku yang sedang aku bawa di salah satu kursi yang kosong. Menu pagi ini adalah telur goreng dan kacang merah, menu sarapan kesukaanku. Saat di Irlandia, aku sering menjadikan dua makanan ini sebagai menu sarapan spesialku. Disamping menyehatkan, cara memasaknya pun terbilang cukup atau bahkan sangat mudah.

“Cleverley, malam ini aku dan Bibimu akan menghadiri seminar. Dan kemungkinan tidak bisa pulang, tidak apa-apa kan jika kau berada sendiri di rumah?” ujar Paman.

Complicated [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang