-Cley's POV-
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam sebuah flat. Harry mengatakan beberapa hari yang lalu ia baru menyewa flat ini. Hal ini semakin meyakinkanku jika Harry—maksudku ayahnya adalah orang yang sangat kaya.
Aku memandang sekilas pada ornamen-ornamen di flat ini sebelum akhirnya suara Harry berhasil menghentikan kegiatanku.
“Wine untukmu.” ucap Harry seraya menyerahkan padaku satu gelas berukuran sedang yang berisi wine.
Aku meraih gelas itu dari tangannya, kemudian meminumnya perlahan. Harry nampak melirik ke arahku—atau bisa dikatakan dari tatapan yang ia berikan, ia sungguh berharap aku menghabiskan wine ini. Namun tidak, aku berhenti saat wine tersisa setengah gelas. Ia memandangku dengan bingung, kemudian kembali menuangkan wine tersebut ke dalam gelas milikku.
“Kau harus terbiasa dengan minuman ini Cleverley, karena kau akan menyukainya.” ucap Harry seraya memberikanku cengiran kecil.
“Aku tidak terbiasa Harry.” balasku.
“Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Tapi kau harus menemaniku pergi ke klub malam ini. Aku akan bertemu dengan Liam, Zayn, dan Louis disana.” ujar Harry seraya meletakkan kaki kanannya di atas kaki kirinya.
Terkadang aku berpikir; kenapa mereka jarang mengajak Niall? Bukankah Niall bagian dari mereka?
“Bagaimana dengan Niall?” tanyaku pada Harry.
Ia terkekeh, memandangku dengan tatapan 'kau bercanda?'. Ia sempat menghabiskan wine itu sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku, “Peduli apa kau pada Niall? Dia hanya seorang pengacau di kelompok kami.” jawaban itu membuatku terdiam. Pengacau?
“Maksudmu?”
“Sudahlah, kau tidak perlu tahu. Kau hanya mahasiswi pindahan, Cleverley. Jadi, jangan banyak bertanya, oke?”
Setelah ucapan Harry itu, aku memilih untuk bungkam. Bahkan disaat Harry berusaha untuk membuat suasana menjadi sedikit lebih hidup. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka berempat—Harry, Louis, Zayn, dan Liam—maksudku, ayolah, Niall kan teman mereka. Kenapa harus bersikap seperti itu?
Dan tentang pernyataan Harry tadi; Dia hanya seorang pengacau di kelompok kami. Aku benar-benar tidak mengerti—maksudku, pengacau? Niall tidak terlihat seperti seorang pengacau, Harry lah yang lebih pantas disebut pengacau.
Aku melipat kedua tanganku di depan dada saat suasana benar-benar hening. Hanya ada suara rintikan hujan di luar. Aku dan Harry sama-sama memilih untuk bungkam. Aku sempat memergoki Harry memandang padaku, namun aku memilih untuk tidak menggubrisnya.
“Aku ingin pulang,” ucapku memecahkan keheningan.
Harry menoleh, lalu memberikan tatapan yang datar. Tanpa berbicara, ia meraih kunci mobil dan berjalan keluar. Dengan itu aku segera mengikutinya dari belakang.
.....
“Terima kasih karena kau mau mengantarku pulang,” ucapku pada Harry, namun ia tidak menanggapiku. Kurasa ia hendak balas dendam padaku karena aku terus bersikap dingin tadi padanya.
Tanpa banyak berbicara, aku langsung turun dari mobil dan melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah.
Setibanya di dalam, aku langsung melempar tasku ke atas sofa, lalu duduk disana. Kulihat Jeaz yang nampak mewarnai kuku-kukunya.
“Apakah pacarmu yang mengantarmu tadi? Siapa namanya? Harry, ya?” tanya Jeazline secara tiba-tiba.
Aku memutar mataku karena lagi-lagi Jeazline menyebut Harry sebagai pacarku, “Bukankah aku sudah mengatakan padamu? Dia bukan pacarku, dia hanya teman. Lagi pula dia bukan tipeku.” jawabku lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated [H.S]
FanfictionShe was too good for him and he was too dangerous for her. [Written in Bahasa] WARNING: This book contains complicated storyline and mature content. So, if you are under 17, just please be a wise reader. Ps. This book is stupid as hell. I warn you.