“Kau pulang dengan siapa tadi?” kudengar suara Paman Jack, membuat langkahku seketika terhenti.
Pun aku menoleh ke arahnya, mendapati Paman sedang memandangku dengan tatapan membunuh. Kedua tangannya dilipat di depan dada, matanya memancarkan sesuatu yang berbeda—atau lebih tepatnya memberitahukan padaku jika Ia sedang—marah?
Aku mencoba untuk mencari jawaban yang tepat. Semakin aku lama menjawab, semakin tajam tatapan yang Paman berikan padaku.
“Temanku.” balasku singkat.
“Siapa namanya?”
Sialan. Aku harus menjawab apa? Tidak mungkin aku mengatakan jika 'teman'ku itu adalah Harry. Paman bisa sangat marah padaku.
“Harry, dia adalah temanku—tapi tunggu, aku tidak pergi sendiri. Aku bersama dengan Gigi—dia adalah pacar Harry.” pintar sekali. Kelebihan baruku sekarang adalah berbohong, bahkan aku berbohong jika Gigi berpacaran dengan Harry.
Paman terlihat percaya padaku dari anggukkan kepala yang Ia berikan. Syukurlah Paman bukan seseorang yang sangat ingin tahu tentang; dengan siapa aku pergi, kemana aku pergi, apa yang aku lakukan, dan berbagai macam pertanyaan omong kosong lainnya. Setidaknya Paman bersikap lebih santai dibandingkan dengan kedua orang tuaku.
Setelah itu, Paman memintaku untuk pergi ke kamar, dan langsung tidur. Aku pun melangkahkan kaki menuju kamarku. Setibanya di kamar, aku langsung mengunci pintu kamar, dan tidak lupa mengunci jendela kamarku. Kau tahu, 'seseorang' bisa saja menyelinap masuk jika kau tidak mengunci jendelamu.
Kemudian aku merebahku tubuhku ke atas tempat tidur—sementara kakiku masih berada di lantai. Ada satu hal yang mengganggu pikiranku saat ini; Apakah Paman akan mengizinkan aku berpacaran dengan Niall?
Mengingat jika Paman selalu bersikap protektif padaku. Dia bahkan sangat selektif pada 'teman pria' yang sedang dekat denganku.
.....
Aku membuka lokerku, lalu meraih sebuah buku dari dalam sana sebelum akhirnya menutup loker itu kembali, dan menguncinya.
Pagi ini aku belum bertemu dengan Niall, namun aku sudah melihat Liam dan Zayn tadi. Berbicara tentang mereka—Niall, Harry, Liam, Zayn, dan Louis, aku masih sangat penasaran dengan 'masalah' sebenarnya yang mereka hadapi—walaupun masalah mereka bukan urusanku.
Saat aku hendak melangkahkan kakiku, seseorang secara tiba-tiba menutup kedua mataku dengan tangannya. Aku pun langsung menghentikan langkahku.
“Niall?”
“Niall? Niall. Kau tidak bisa membedakan antara aku dengan Niall?” sontak aku langsung membalikkan tubuhku begitu mendengar suara itu—Harry.
“Harry?”
“Harry. Itu baru benar.”
Aku mengernyitkan dahiku memandang pria yang sekarang ada dihadapanku. Sungguh, ada banyak mahasiswa di kampus ini kenapa harus Harry yang berdiri di hadapanku saat ini? Ayolah, apakah dia tidak bosan bertemu denganku?
“Dimana Niall?” tanyaku pada Harry.
Ia nampak mengernyitkan dahinya sebelum menjawab pertanyaanku, “Tidak tahu. Dan bukan urusanku. Kau tahu, mungkin saja Niall sedang tidur dengan seorang pelacur, eh? Dia memang kelihatannya baik, namun tentu, sifat buruknya tidak akan pernah hilang.” aku hampir ingin menampar Harry karena ucapannya, namun aku mencoba untuk menahan. Tidak, aku tidak boleh termakan oleh omong kosongnya.
Pria seperti Harry sangatlah licik. Dia akan melakukan apapun untuk menjatuhkan seseorang—temannya sekalipun.
“Kau sudah selesai?” tanyaku pada Harry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated [H.S]
FanfictionShe was too good for him and he was too dangerous for her. [Written in Bahasa] WARNING: This book contains complicated storyline and mature content. So, if you are under 17, just please be a wise reader. Ps. This book is stupid as hell. I warn you.