11. I'll Stay With You

45 5 1
                                    

"Lo tau kan, gue gak pernah ke mana-mana? Gue selalu di sini kapanpun lo butuh. Kalau lo merasa semuanya terlalu berat, lo bisa berbagi itu ke gue. You know, it's better to be held than holding on. Gak apa-apa sedih, gak apa-apa marah, tolong jangan pendem semua kesakitan yang lo rasain sendiri, Nay. I'll go through the pain with you."

Raut wajah Dery sangat serius ketika mengatakan itu. Naya sendiri berusaha sekuat tenaga menahan diri agar tidak menangis.

"Gue.. gue cuma ngerasa bisa handle semuanya sendiri. Gue juga gak mau ngebebanin orang lain.." cicit Naya.

"Nay, gak ada yang ngerasa dibebanin sama lo. You are important to me. You are loved by many."

Keduanya diam sebelum Dery lanjut bicara. "Gue boleh nanya gak?"

Naya mengangguk.

"How many times you did that again after you met him in Bandung?"

"Once. Setelah ketemu di Bandung itu, all of the sudden he texted me again. Dia malah ngajak gue ketemu. Dan gue jadi kalut banget waktu itu.."

"Terus..lo mau?"

"Gue belum bales messages dia sampe sekarang. I can't.."

"It's okay. Tapi please jangan nyakitin diri lo sendiri lagi. Kalau lo ngerasa perlu konseling lagi, gue bisa temenin."

"Gue emang udah buat appointment untuk konseling, tapi gue bisa sendiri kok, Der."

"Nay, In this rain you're not alone, we are in the rain. Let me help you, ya?"

"Lo.. kenapa baik banget sih, sama gue?"

"Masa masih nanya? You already knew the answer, I guess."

"Gue gak biasa diperhatiin dan dipeduliin segininya sama orang. Ya dulu waktu pacaran sama Damar he did sih, sebelum semuanya berantakan. Tapi dari kecil gue udah terbiasa ngapa-ngapain sendiri. Even orang tua gue bilang sendiri gue mandiri dari gue kecil. The truth is, awalnya karena mereka lebih spoiled adek gue makanya gue jadi kebiasa apa-apa sendiri. Atau mereka lebih suka praising kakak gue. Karena itu gue jadi merasa harus bisa semuanya sendiri. Not that gue iri atau gimana sama saudara gue. Cuma ya gue jadi tumbuh asing sama perhatian dan kepedulian kayak lo sekarang ini ke gue. Dari awal gue kenal lo tuh, lo baik banget sama gue Der, padahal gue gak ngerasa sebaik itu juga ke lo.."

"Nay, lo gak perlu ngapa-ngapain untuk merasa pantes nerima perlakukan baik orang lain. Adalah pilihan gue untuk peduli sama lo. Karena kenyataannya lo pantes nerima semua itu. And you have to know that you are important. Makasih ya, udah bertahan selama ini. Mulai sekarang kalau lo sakit, lo bisa bagi itu sama gue. Cry if you feel sad, take a rest if you feel tired. I'll stay with you."

***

Laskar baru saja masuk gedung FISIP ketika dia melihat Abby yang baru keluar dari lift. "Abby? Mau ke mana?"

"Eh, Laskar? Mau balik kosan nih, gue baru sadar tugas gue ketinggalan."

"Gue anter aja yuk, biar cepet."

"Lo gak ada kelas emangnya?"

"Kelas gue masih satu jam lagi. Ayo gue anter aja lo buru-buru kan?"

"Sorry ya Kar, gue kayaknya kalau ketemu lo ngerepotin mulu deh.."

"Ya elah santai, kayak sama siapa aja."

Setelah sampai di depan pagar kosan Abby, gadis itu segera turun dan belari masuk ke dalam. Laskar menunggu di motor. Tak berapa lama kemudian, Abby kembali. Keduanya pun tanpa basa-basi segera berkendara balik ke kampus. Sebab mereka dikejar waktu—Abby sih lebih tepatnya, karena kelas gadis itu sudah dimulai. Namun dosen Abby memberikan toleransi keterlambatan selama lima belas menit untuk mata kuliahnya, sehingga masih ada sedikit waktu untuknya.

King of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang