19. Sweeter Than Honey

29 2 6
                                    

Jumat malam jelas waktunya untuk bersenang-senang, karena besoknya weekend! Bagi anak muda yang berjiwa happy go lucky seperti Jaya, jelas tidak mungkin melewatkan yang satu ini. Jaya keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan Juan yang baru datang. Juan terlihat masih memakai setelan kuliah lengkap dengan ransel yang hanya disampirkan di sebelah bahunya. Sudah pasti dia baru pulang kuliah. Secinta itu Juan sama kampus sampai jam sepuluh malam baru pulang.

"Ju, dari kampus lo?"

"Iya, capek banget anjir."

"Ya lagian betah amat sih di kampus."

Juan mendengus. "Mau ke mana lo?"

"Friday night nih, ya happy happy lahh boy! Ikut gak lo?"

"Badan gue mau remuk anjir, skip gue."

"Yah makanya jangan terlalu mendedikasikan hidup lo buat kampus Ju, dibayar juga kagak."

"Ah gak tau lah, udah gue mau istirahat dulu. Sana lo jalan deh,"

"Emang mau jalan yeee."

Setelahnya Juan masuk kamar dan pintunya tertutup rapat. Jaya melangkah dengan hati riang keluar rumah kos menuju mobilnya. Malam ini, dia sudah janjian dengan teman mabu-mabunya untuk bersenang-bersenang bersama.

Setibanya di club, Jaya menghampiri teman-temannya yang sudah menempati table. Mereka sebenarnya teman kampusnya juga, tapi akrab justru karena dunia malam. Pertemanan yang didasari karena sama-sama suka bersenang-senang. Agak toxic memang, tapi Jaya tidak terlalu peduli.

Jaya langsung menyalami teman-temannya begitu sampai di table. Bermacam-macam minuman beralkohol sudah tersedia. Jaya mengambil tempat di paling ujung lalu mulai ikut dalam obrolan teman-temannya.

Saat suasana sudah mulai memanas, Jaya ikut temannya untuk turun ke dance floor. Baru beberapa menit, sudah ada perempuan yang berusaha menarik perhatiannya dengan terus mendekatkan tubuh mereka. Jaya mengamati penampilan perempuan itu—rambut panjang yang curly hasil dicatok di bagian bawahnya, sabrina dress sebatas lutut, serta make up dengan kesan bold. Ya..typical lah. Tidak ada yang terlalu spesial dari perempuan itu. Tapi Jaya akui wajahnya manis. Jaya membiarkan saja ketika perempuan itu mulai menari mengikuti dentuman musik dengan jarak hanya beberapa senti di depannya.

Ketika perempuan itu makin merapatkan tubuh mereka, dan wajahnya sudah semakin mendekat ke wajah Jaya, mata Jaya justru mengawasi sekeliling dan pandangannya menangkap seseorang yang dikenalnya. Sedang menari bersama lingkaran teman-temannya, terlihat sangat menikmati dan tidak terusik.

Jaya melengos ketika si perempuan didepannya ingin mencium bibirnya. Karena merasa ditolak, perempuan itu langsung pergi dengan wajah memerah. Sebagian karena mabuk sebagian karena malu dan kesal.

Jaya mulai melangkah mendekat ke arah seseorang yang dilihatnya tadi. Bak belut licin, tahu-tahu dia sudah berada di dekat orang itu, padahal suasana sangat crowded di dance floor. Orang yang didekatinya belum sadar akan kehadirannya. Yang lebih dulu menyadari justru temannya, kemudian temannya memberi kode agar orang itu menengok ke belakang. Sesaat setelah seseorang itu menengok ke belakang, Jaya bisa melihat kekagetan di wajahnya yang memerah.

"Jay?"

"Hai, Tha." Jaya memamerkan senyumannya.

"What a coincidence that we meet here."

"I don't believe in coincidence. How about destiny?"

"Bullshit," kata Retha sambil tertawa.
"Lo sama siapa?" tanyanya lagi.

King of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang