26. A Way to Heal

19 1 2
                                    

"Punya lo?" tanya Dery. Bikin Naya gugup setengah mati, padahal Dery bertanya dengan biasa saja. Tidak ada intimidasi sama sekali.

Meski ragu, Naya tetap menganggukkan kepalanya.

"Sejak kapan? Kok gue nggak tau?" Dery bertanya lagi.

"Itu baru gue beli kok, tadi, gak doyan juga. Buat lo aja," kata Naya. Secepat kilat mengambil barangnya yang dipegang di tangan kiri Dery sedang tangan kanan laki-laki itu memegang kotak rokok.

Dery terkekeh menyadari Naya yang gugup. "Easy, girl, gue gak mau marahin lo, kok. It's your choice, gue cuma mau ngasih tau aja sih, gak bagus buat kesehatan."

"But you did, tho. Gak bagus buat kesehatannya gak berlaku di gue doang kan? Harusnya di lo juga."

"Udah terlanjur jadi habbit, susah."

Naya mendelik.

"Ya udah, mau pulang kan? Gue ambil kunci dulu ya, sebentar," kata Dery sebelum masuk ke dalam, meninggalkan Naya di teras seorang diri.

Entah kenapa, Naya merasa seperti tersangka. Padahal dia nggak melakukan kesalahan apapun dan Dery juga gak marah sama dia.

***

Minggu pagi, Laskar sudah sibuk mencuci tas campingnya yang berdebu karena lama tidak dipakai. Dia membawa tas itu melewati ruang tamu dan menjemurnya di luar. Membuat air yang menetes dari tas membasahi lantai. Juan yang baru keluar dari kamarnya melotot begitu melihat ruang tamu yang becek. Juan paling nggak suka lihat yang berantakan, jadi dia ambil kain pel dan mengelap bagian lantai yang basah. Laskar yang baru kembali masuk ke ruang tamu melongo melihat Juan.

"Buset, rajin bener," ucap Laskar enteng.

"Kerjaan lo, ya?! Bisa gak sih, airnya gak usah sampe becek di lantai gini?" sungut Juan.

"Gimana caranya, gue tanya? Namanya juga basah."

"Ya lo apain kek, ini lantainya jadi kayak kebanjiran, risih gue. Udah mana yang ngepel juga gue!"

"Nggak ada yang nyuruh lo ngepelin juga, Jujuuu."

"Iya, terus sama lo bakal dibiarin aja kan pasti?"

Laskar meringis. Juan tuh, kalau soal kebersihan dan kerapihan memang gak ada lawan diantara teman-temannya yang lain. Dia paling gak bisa melihat sesuatu yang berantakan. Well-organized dan perfeksionis parah. Laskar curiga, jangan-jangan Juan punya OCD.

Mendengar ada yang ribut-ribut, memicu Mark keluar dari kamar masih dengan muka bantalnya. "What's wrong, guys? Ganggu orang tidur, tau gak?"

"Nih, si Laskar ngerusuh," kata Juan.

"Orang nyuci tas camping doang, ngerusuh dari mananya?" Laskar jelas gak terima.

"Nyucinya rusuh."

"Lo aja yang ribet."

"Dih? Lo kok malah ngatain gue??"

Mark jadi pusing mendengarkan perdebatan dua temannya, dia pun berusaha menengahi mereka. "Guys, please stop! Masih pagi nih, gak usah ribut bisa?"

"Dia yang mulai duluan!" sungut Juan sambil menunjuk Laskar.

"Lah? Kok jadi gue? Lo duluan yang ribet!"

Mark maju dan berusaha melerai dua temannya yang malah semakin semangat beradu mulut. Namun tidak ada yang mendengarkannya sama sekali. Mark mengacak-acak rambutnya, pasrah dengan kelakukan temannya. Kemudian tiga penghuni kosan yang lainnya ikut muncul dari kamar masing-masing karena mendengar suara berisik.

King of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang