"Mau cerita? I'm hearing you," kata Retha. Dia dan Naya sudah berada di kamarnya saat ini. Dengan keadaan Naya yang sudah lebih baik.
Naya bergeming. Dia yang duduk di karpet bulu bersama Retha hanya menundukkan kepala sambil memainkan jari-jari tangannya. Ada begitu banyak hal yang dipikirkannya sampai dia tidak tahu harus mulai dari mana. Untuk saat ini, dengan kehadiran Retha bersamanya dia sudah merasa cukup.
"It's okay, I'm not forcing you to talk. Have you eaten? Makan aja gimana?" kata Retha lagi.
"Gue nggak laper Tha, lo aja."
"Enggak, you have to eat. Sushi okay? It's your favs. Gue delivery ya."
Setelah itu Retha melakukan sesuatu dengan ponselnya. Beberapa saat kemudian terdengar suara ART di rumah Retha mengetuk pintu dan memanggil nama Retha. Gadis itu pun berjalan ke pintu menghampiri ARTnya. Mereka terlihat berbicara sebentar sebelum Retha meninggalkan kamar bersama dengan ARTnya. Begitu sampai di ruang tamu, Retha melihat ada Dery duduk di sana.
"Dery?"
"Tha, sorry gue dateng tanpa diundang. Gue—"
"No it's okay. Mau ketemu Naya kan pasti? Anaknya ada di kamar gue, wait gue panggilin," kata Retha dan kembali ke kamarnya begitu saja.
Begitu sampai di kamarnya, Retha hanya melongokkan kepalanya di pintu, dia bicara dengan Naya dari sana. "Nay, Dery is here."
Naya mengerutkan keningnya. "Huh?"
"Your Dery is in my living room, like, now. You want to meet him or not? Kalau nggak ya gue suruh pulang."
"I'll go there," kata Naya sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Benar saja, begitu di ruang tamu, Naya langsung bisa melihat Dery yang duduk di sofa. Entah bagaimana caranya laki-laki itu bisa ada di sana, Naya juga tidak tahu. Retha yang tadi berjalan kemari bersamanya menepuk bahu gadis itu dua kali, "Take your time," kata Retha sebelum dia putar balik, kembali ke kamarnya.
Dery berdiri sesaat setelah melihat kehadiran Naya. Dia berjalan mendekati gadis itu, membuat Naya jadi terdiam. Mereka kini berdiri berhadapan, Naya bisa melihat jelas kekhawatiran di mata laki-laki di depannya. Gadis itu menggigit bibir bagian dalamnya dan menunduk, rasa-rasanya ia akan menangis lagi. Sejujurnya dia malu karena entah sudah yang keberapa kalinya ia menangis di depan Dery. She feels weak and she doesn't like it.
Melihat Naya yang akan menangis Dery langsung merengkuh gadis itu, mendekapnya erat. Naya bisa mendengar embusan napas panjang Dery. "Thank God, I'm seeing you now and also that you're good. I was fuckin' worried," ucap Dery samar karena dia menenggelamkan wajahnya di tengkuk Naya.
Tangan Naya yang sebelummya menggantung perlahan ia lingkarkan di punggung Dery. Ia mencari keamanan dari pelukan laki-laki itu yang terasa hangat. This guy's hug indeed her safest place. She starts depending on him and she doesn't know whether it's good or bad thing. Because no one stays but yourself. And now, she thinks of how if this guy left? What would she do then?
Naya menangis, namun kali ini karena perasaan takut akan kehilangan laki-laki yang sedang memeluknya saat ini. Dia tidak suka menggantungkan dirinya pada orang lain karena dengan begitu dia memberikan celah untuk orang lain menyakitinya. She doesn't want to get hurt anymore, for real. Tapi tanpa disadari dia sudah terlalu bergantung pada Dery.
Kedua orang itu berpelukan selama beberapa saat sampai Naya mengurai pelukannya lebih dulu dan mundur selangkah. Ketika dia melihat wajah Dery, Naya bertemu pandang dengan tatapan sedalam palung mariana laki-laki itu. Tatapan yang belum pernah Naya lihat dari mata Dery yang biasanya berbinar jenaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
King of Hearts
General FictionBagi Renjani Nayanika, perasaan, keresahan dan ketakutannya tidak seberapa penting untuk orang lain. Apapun itu, cukup hanya ia saja yang tahu. Sebab dia paham, pada akhirnya, yang tinggal hanya dirinya sendiri. Dia paham, orang lain bisa pergi--den...