"Terus lo di mana sekarang?" tanya perempuan di ujung telepon.
"Gue lagi berdiri mepet tembok, sumpah mau nangis gimana dong ini.. Gue gak berani kemana-mana, Nay."
"Aduh gue juga bingung, Tha.. Kalau misalkan lo jalan sambil mepet tembok kayak kepiting jalan gitu gimana? At least sampe ada toilet," kata Naya dari seberang telepon.
"Bercanda lo ya? Yang bener-bener aja sih Nayaa." Retha merengek.
"Ya.. abis yang kepikiran sama gue itu doang. Eh, atau enggak minta tolong orang lewat aja, Tha?"
"Ya makin malu dong Nay?? Ini aja udah gak tau lagi muka gue mau taro di manaa."
Saat masih mendengarkan saran-saran temannya yang sama sekali tidak membantu itu di telepon, dari arah samping seseorang mendekati Retha.
"Sorry, Retha kan ya?" sapa orang tersebut. Dia menghampiri Retha karena gadis itu kelihatan gusar.
"Nay, udah dulu ya ada Jaya nih," kata Retha.
"Hah? Jaya? Jaya yang Jay itu? Temennya Dery? Halo? Tha?" tanya Naya beruntun. Sementara Retha tidak menjawab lagi dan menutup teleponnya secara sepihak.
"Iya, lo.. Jay kan?"
Jaya mengangguk. "Lo lagi ngapain? Ada masalah?"
Retha bingung mau jawab apa. Dia malu. Malu banget setelah sebelum ini dia diberi tahu oleh stranger kalau dia bocor, Retha sedang di mall, baru habis dari salon dan tidak sadar kalau hari ini dia datang bulan. Dia kemudian menelepon Naya setelah merapatkan dirinya ke tembok supaya orang lain tidak ada yang menyadari kebocorannya lagi. Maksud hati ingin minta saran Naya apa yang harus dia lakukan, tapi temannya itu juga tidak membantu sama sekali. Sampai Jaya datang seperti malaikat penolong dikala dirinya terjepit seperti sekarang ini.
Retha sadar Jaya satu-satunya yang bisa dia andalkan untuk menolongnya sekarang, tapi dia tidak bisa bohong kalau dia malu juga karena bagaimanapun dia tidak dekat dengan Jaya. Bertemu juga baru sekali saat menonton acara Dies Natalis kampus beberapa waktu lalu. Jadi Retha bingung bagaimana ngomong pada Jaya dia butuh pertolongan.
"Itu.. anu.. nggg.." Retha malah seperti orang gagap.
Jaya memiringkan kepalanya karena bingung, tidak mengerti maksud Retha.
"Ngomong aja Tha, santai.." kata Jaya lagi. Dia tersenyum dan Retha bisa melihat lesung pipi di wajah laki-laki itu.
Ganteng banget anjir, sempat-sempatnya Retha membatin mengagumi ketampanan laki-laki di depannya.
"Sorryyyy banget sebelumnya ngerepotin, tapi gue boleh minta tolong gak?" Retha akhirnya memberanikan diri bertanya.
"Minta tolong apa tuh?"
"I'm on my period, baru sadar tadi, terus bocor—you know kan? Gue gak expect bakalan begini jadi kalau lo bersedia gue mau minta tolong to buy me some pads so I can get away from this wall karena gak mungkin gue nempel terus di sini kaya cicak. Please? Gue udah mau nangis gak tau mau minta tolong siapa sampe tiba-tiba lo dateng nyamperin.." jelas Retha, mukanya memerah karena menahan malu.
Eh gemes amat deh nih cewek, batin Jaya setelah mendengar penjelasan panjang Retha. Dia bahkan tidak bisa menahan senyumnya.
"Boleh kok, santai aja Tha," kata Jaya. Secepat itu pula dia melepas leather jacket yang dipakainya sehingga kini hanya tersisa kaos hitamnya saja.
Jaya menyerahkan jaketnya pada Retha. "Nih lo pake dulu. Lo tunggu sini gue ke Guardion dulu beli pads buat lo."
Retha tidak langsung mengambil jaket Jaya, dia malah diam memperhatikan jaket itu. Bingung dan malu semuanya campur aduk jadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
King of Hearts
Fiksi UmumBagi Renjani Nayanika, perasaan, keresahan dan ketakutannya tidak seberapa penting untuk orang lain. Apapun itu, cukup hanya ia saja yang tahu. Sebab dia paham, pada akhirnya, yang tinggal hanya dirinya sendiri. Dia paham, orang lain bisa pergi--den...