Naya menyemprotkan perfume ke pergelangan tangan serta lehernya sebagai sentuhan terakhir penampilannya. Dia kemudian memasukkan botol perfume yang memang selalu dibawanya ke mana-mana itu ke dalam tas. Setelahnya dia keluar dari kamar dan turun ke bawah, berjalan ke dapur untuk mengambil minum dan menemukan maminya yang sedang membuat sesuatu.
"Kamu udah mau jalan? Kirain mau sore-sorean pulangnya." Maminya yang menyadari kehadiran Naya bicara.
"Iya Mam, aku udah ada janji soalnya."
"Pulang ke kosan naik apa? Gak mau bawa mobil aja? Itu mobil di garasi nganggur gak ada yang pake semenjak kamu sama Janesh merantau."
"Gak usah deh Mam, kosan aku juga parkirannya gak terlalu luas nanti malah jadi ribet. Aku dijemput temen nanti."
"Oh, temanmu mau jemput? Suruh masuk aja sekalian, pas banget ini Mami lagi bikin lasagna kita makan bareng-bareng."
"Makasih Mam, tapi kita udah ada janji takutnya nanti gak keburu kalau makan dulu. Maybe next time?"
"Ya udah dibawa aja ya? Ini udah ada yang jadi Mami ambilin sebentar. Temen kamunya di mana sekarang?" Maminya melangkah ke arah oven dan mengeluarkan lasagna yang masih mengepul dari dalam sana. Setelah itu dia mengambil kotak makan dari lemari kabinet dan meletakkan lasagna itu di sana. Maminya kemudian berjalan ke sisi lain lemari kabinet dan mengeluarkan sebuah paper bag, lalu memasukkan kotak makan ke dalamnya.
"Lagi di jalan, tadi sih bilangnya sebentar lagi sampe."
Maminya menyerahkan paper bag itu kepada Naya. "Nih, buat dimakan di jalan. Kamu hati-hati ya."
"Makasih ya Mam, aku pergi dulu."
Selepas pamit pada Maminya, Naya melangkah keluar rumah dan menunggu di teras. Dia tidak bohong pada Maminya ketika dia bilang sudah ada janji, karena memang dia ada janji dengan psikolognya. Mata gadis itu melihat ART di rumahnya baru masuk ke pekarangan, di kedua tangannya terdapat goodie bag yang terisi penuh, sepertinya baru pulang belanja.
"Kak Naya udah mau pergi?" sapa si ART itu ketika memasuki teras rumah.
"Iya nih, Mba. Mba abis pulang belanja?"
"Iya Kak, kakak hati-hati ya di jalan. Mba mau masuk dulu naro ini," kata ART itu sambil menunjukkan goodie bag di kiri dan kanan tangannya.
Naya tersenyum dan mengangguk. Setelah ARTnya masuk ke dalam rumah dan menghilang, mata Naya menangkap mobil yang sudah sangat dikenalnya berhenti di depan pagar rumahnya. Penjaga rumahnya baru ingin keluar menghampiri si pemilik mobil ketika Naya lebih dulu beranjak, "Temen aku Pak, gak apa-apa." Penjaga rumahnya pun mengangguk dan balik badan.
Naya melangkah ke arah mobil Dery dan begitu sampai pintu mobil sudah dibukakan oleh Dery dari dalam. Naya masuk dan mengenakan sabuk pengaman. Setelahnya Dery menyalakan mesin mobil dan meninggalkan komplek perumahan Naya.
"Lo udah makan belum?" Naya membuka pembicaraan ketika mereka sudah di jalan besar.
"Belum, tadi gue kesiangan bangunnya hehe."
"Ih harusnya bilang aja sama gue, nanti gue pergi sendiri aja kalau lo gak bisa kan."
"Kan gue udah janji, Nay." Dery senyum, seperti biasa.
Naya melirik Dery dan memanyunkan bibirnya. Dia mengeluarkan kotak makan dari dalam paper bag yang dibawanya tadi. Masih hangat.
"Untung nyokap gue bawain ini. Tadi Mami lagi bikin lasagna terus karena gak bakal sempet kalau makan di rumah dulu jadi dibekelin aja," katanya sambil membuka kotak makan, aroma harum bumbu lasagna langsung menguar di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
King of Hearts
General FictionBagi Renjani Nayanika, perasaan, keresahan dan ketakutannya tidak seberapa penting untuk orang lain. Apapun itu, cukup hanya ia saja yang tahu. Sebab dia paham, pada akhirnya, yang tinggal hanya dirinya sendiri. Dia paham, orang lain bisa pergi--den...