Kesembilan orang yang baru saja selesai mendirikan tenda itu kini sedang duduk-duduk di depan tenda mereka. Beristirahat sembari mengobrol ringan. Ide Dery yang tercetus secara spontan ketika temannya sedang beradu mulut beberapa waktu lalu terealisasikan juga oleh mereka. Full personel, Juan yang sempat ragu gak bisa ikut karena ada kegiatan lain pun hadir.
Semuanya antusias, sebab bisa dibilang ini adalah trip pertama mereka yang betul-betul niat sejak mereka berteman. Mereka bahkan sampai beli perlengkapan kemah baru, sebab selain Laskar, yang lain memang awam dengan kegiatan alam seperti ini. Karena itu juga, Laskar memilih tempat camping yang aksesnya tidak terlalu sulit. Gak butuh hiking jauh-jauh.
Bumi perkemahan yang posisinya di kaki Gunung Gede Pangrango dipilih oleh Laskar sebagai tempat camping mereka. Tempat camping yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, kawasan konservasi dan hutan lindung. Laskar sebelumnya pernah hiking ke Gunung Gede Pangrango, jadi dia memang sudah tahu mengenai tempat kemahnya ini.
Orang bilang, waktu akan terasa seperti cepat berlalu kalau dihabiskan bersama orang-orang terkasih, apalagi kalau ditambah suasana yang mendukung. Dan itu memang benar, karena tanpa terasa senja mulai menampakkan dirinya. Semburat jingga yang menghiasi langit sore hari kala mengiringi sang surya bersembunyi dari peraduannya nampak cantik.
Mereka pun mulai sibuk menyiapkan makan malam, meskipun gak ada yang jago masak—semuanya cuma bikin makanan cepat saji, tapi tetap terasa spesial. Katanya, makan di alam mau apapun itu memang jadi lebih nikmat. Sebenarnya wajar sih, kegiatan di alam kan menguras tenaga, kalau sudah capek makan apapun pasti dilahap. Apalagi makannya bersama-sama. Jadi, apa yang menjadikannya spesial adalah momennya itu sendiri.
Begitu langit sudah gelap, para lelaki mulai membuat api unggun. Sementara para perempuan masuk ke tenda, beristirahat sejenak. Sekitar jam delapan malam, mereka semua keluar, duduk melingkari api unggun. Berusaha mencari kehatangan dari udara malam yang dingin.
"Guys-guys gue bawa ini!" Dejun berseru. Memamerkan sebuah card game dengan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Apaan tuh?" tanya Laskar yang duduk di samping Dejun, dia merebut paksa card game di tangan Dejun lalu membuka kotaknya dan membaca-baca isi di dalamnya, "Truth or dare? Boleh nih, seru-seru juga isi kartunya."
"Mau nggak guys?" Dejun meminta pendapat teman-temannya yang lain.
"Milih targetnya gimana?" Mark bertanya.
Dejun kelihatan sedang berpikir, lalu dia memungut ranting yang terletak tidak jauh dari tempatnya duduk, "Nih, kita nyanyi terus oper-operan ranting ini, siapa yang megang pas lagu berhenti dia yang kena."
"Lagunya?" Mark bertanya lagi.
"Balonku ada lima aja lah, gak usah yang panjang-panjang. Nyanyi sampe dor ya, nanti yang megang pas di dor berarti dia yang kena. Biar tambah seru dan semuanya sportif kalau gak mau ngelakuin dikasih hukuman....—" Dejun memanggantungkan kalimatnya, kembali berpikir, "—minum air garem campur kecap! Gimana?" sambung Dejun. Teman-temannya yang lain setuju-setuju saja meski meringis waktu mendengar hukumannya.
Permainan pun dimulai, semua orang meneriaki Dery ketika bagian laki-laki itu memegang ranting dan dia sengaja melama-lamakan, bikin yang lain jadi gregetan. Sementara dia cuma ketawa-ketawi, malah senang melihat teman-temannya terpancing emosi.
Begitu sampai di lirik 'dor', ranting dipegang oleh Mark. Semua berseru heboh menyorakinya. Kemudian Mark memilih kartu dare, sebuah pilihan yang tepat untuk awalan yang seru. Dia terperangah begitu membaca kartu yang diambilnya, "Wait, why you didn't told us there's a card like this?!?" sungut Mark pada Dejun.
KAMU SEDANG MEMBACA
King of Hearts
General FictionBagi Renjani Nayanika, perasaan, keresahan dan ketakutannya tidak seberapa penting untuk orang lain. Apapun itu, cukup hanya ia saja yang tahu. Sebab dia paham, pada akhirnya, yang tinggal hanya dirinya sendiri. Dia paham, orang lain bisa pergi--den...