31. Haven't Talked Yet

16 1 0
                                    

"Naya? Kok bengong?" Maminya kembali bertanya karena Naya hanya diam.

"Mam, can we not talk about him?" Naya kelihatan jelas gusar.

Tami tergelak, menyadari bahwa ada yang tidak beres. Dia juga baru sadar, bahwa dulu ketika Naya menceritakan kenapa putus dengan Damar saat ditanya olehnya, anaknya itu hanya menjawab seadanya dan langsung mengalihkan topik setiap kali Tami menyinggung nama Damar. Tami saat ini betul-betul baru sadar bahwa itu adalah sebuah sinyal kalau sesuatu telah terjadi pada Naya. Dia lalai akan hal itu.

"Nak, apa ada sesuatu yang salah sama kamu dan Damar dulu?" Tami bertanya pelan.

Naya bergeming, lalu setelah beberapa saat, akhirnya keluarlah cerita mengenai Damar begitu saja. Bagaimana perpisahannya dengan laki-laki itu menciptakan trauma untuknya dan juga penyebab utama dia pergi ke psikolog. Meski tetap merasa tidak nyaman menceritakannya, tapi kali ini dia tidak menangis, Naya berhasil mengendalikan emosinya dan tetap tenang. Lagi-lagi ada yang mencelos di hati Tami, sebab baru mengetahui kalau anaknya mengalami sesuatu yang menyakitkan dan harus menghadapinya seorang diri. Selama ini dia memang abai terhadap perasaan anaknya. Dan dia menyesal akan hal itu.

Waktu memang tidak bisa diulang, Tami memang sudah terlanjur tidak ada di sana ketika seharusnya memberi dukungan moril untuk Naya. Tapi dia sudah berikrar, bahwa mulai sekarang, dia akan berusaha untuk lebih memahami perasaan Naya dan lebih aware pada apa-apa yang terjadi dengan anak-anaknya, tanpa terkecuali.

Mungkin Tami memang belum jadi ibu yang baik dan adil bagi anak-anaknya, tapi di dalam hatinya, rasa sayang kepada setiap anaknya sama besar dan kuatnya. Tami setuju bahwa jadi orang tua memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi dia akan selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan salah adalah gurunya yang paling jujur.

***

Kurang lebih sudah seminggu berlalu sejak Dery dan Naya nggak saling bicara satu sama lain. Antara sengaja dan enggak, Dery selalu sok sibuk kalau di kampus, padahal kerjaannya cuma mendekam di studio kalau lagi gak ada kelas atau kegiatan lain. Dia ngehindarin Naya. Sesuatu yang bikin teman-temannya heran sebab biasanya, anak itu kan selalu apa-apa Naya.

Dery tahu dari Jaya—yang dikasih tahu Retha, katanya sudah beberapa hari Naya pulang-pergi dari kampus ke rumah orang tuanya. Dery lega, artinya hubungan gadis itu dengan orang tuanya sudah lebih membaik. Jujur dia kangen Naya, tapi dia juga gak mau muncul di hadapan gadis itu sebelum Naya sendiri yang mencarinya. Sebab terakhir kali, Naya bilang dia butuh waktu, kan? Jadi ini yang dilakukan Dery sekarang, memberi ruang supaya gadis itu bisa berpikir dengan tenang.

Saat sedang jalan melewati taman FISIP untuk ke kelas berikutnya, tanpa sengaja Dery melihat Naya muncul dari arah yang berlawanan dengannya. Sementara gadis itu sendiri belum sadar karena sibuk dengan ponsel di tangannya. Dery ingin berlari mendekat ketika Naya nggak sengaja kesandung, bikin gadis itu oleng tapi untungnya nggak sampai jatuh. Namun kakinya membeku ketika setelahnya mata Naya bertemu pandang dengan matanya. Dua-duanya terkejut. Naya yang lebih dulu menormalkan diri dan kembali berjalan, mendekat ke tempat Dery berdiri diam.

Begitu jarak yang tersisa di antara keduanya hanya sekitar satu meter, kecanggungan melingkupi keduanya. Dery masih diam memerhatikan Naya, dalam hatinya bersyukur karena Naya kelihatan baik-baik saja, bahkan jauh lebih baik dari terakhir kali dia melihat gadis itu. Sementara Naya, dia diam karena menyadari kalau dia sangat merindukan laki-laki di depannya.

"Mau ke mana, Nay?" Dery lebih dulu mengeluarkan suara. Sial, setelah sekian lama gak ketemu, basa-basi lo basi banget Der, Dery merutuki dirinya sendiri.

"Mau pulang nih, lo?"

"Oh, gue mau ke kelas lagi."

"Oh.."

King of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang