21. Everything Is Great?

27 2 0
                                    

Sejak menumpahkan semuanya pada Dery di malam laki-laki itu menangkap basah bekas perbuatan Naya melukai dirinya sendiri, pelukan Dery memang terasa seperti tempat teraman untuknya. Naya menangis—lagi, namun kali ini ada seseorang yang ternyata bisa meringankan sedikit kesedihannya. Tindakan impulsif Naya datang ke kosan Dery kini terasa benar. Dia memang butuh laki-laki itu.

Naya menangis dan kali ini bahkan lebih lama dari sebelumnya. Bagian bahu kaos yang dipakai Dery sampai basah karena air matanya. Dan laki-laki itu masih diam tanpa bersuara, satu-satunya yang dilakukan Dery adalah mengelus belakang kepala Naya selagi gadis itu menangis tersedu-sedan.

Setelah lebih tenang, Naya mengurai pelukannya dengan Dery. Laki-laki itu menghapus jejak basah di wajah Naya. Kemudian dia pamit pada gadis itu untuk mengambil minum ke dapur. Dery kembali tidak lama kemudian dengan membawa segelas air putih dan memberikannya kepada Naya. Naya meneguk air di gelas sampai tandas, haus karena terus-terusan menangis.

"Feel better?" Akhirnya Dery bertanya.

Naya mengangguk. "Sorry ya, gue nyusahin lo mulu." Suaranya serak khas orang habis menangis.

Dery menghela napas. "Lo tuh gak nyusahin gue, Renjanii."

Kemudian Naya diam. Dery juga tidak bertanya apa-apa—karena dia memang tidak pernah memaksa Naya. Dia selalu berusaha mengerti kondisi Naya. Dery hanya akan menemaninya, memastikan gadis itu merasa lebih baik. Dia tidak pernah menuntut apalagi menghakimi.

"Gue...abis ketemu Damar." Setelah diam beberapa saat, Naya memantapkan hati untuk bercerita.

Dery terlihat kaget. "Dia gangguin lo lagi?"

"Enggak, gue nerima ajakan dia buat ketemu. Kita ngobrol, gue dengerin cerita dia—dari perspektif dia. Dan gue akhirnya ngungkapin apa yang gue rasain pada saat itu ke dia, yang sebelumnya cuma bisa gue pendem."

"Terus? Gak terjadi apa-apa kan di sana? Maksud gue, gak ada yang aneh kan? Lo baik-baik aja?"

"Yah, intinya dia minta maaf dan bilang kalau semua hal yang terjadi itu bukan salah gue. He wishes me happiness. Dan gue mencoba buat bener-bener mengikhlaskan semua yang udah terjadi. Now that I have a better closure with him, I'll try to live in peace with the pain. The aches will always be there, but I think I can get used to it. Setelah itu udah, gue langsung pergi duluan."

Mata Dery menyorot Naya dalam. "Gue bangga sama lo Nay."

Naya kembali menunduk karena merasa rikuh dengan tatapan Dery. "Maafin gue ya nggak bilang ke lo mau ketemu Damar, padahal lo udah pesen kalau ada apa-apa tentang Damar bilang ke lo.."

"Gak apa-apa. Yang penting sekarang lo di sini, lo gak berusaha kuat sendiri ketika lo sakit. Lo nyari gue and it's a good thing."

Dari arah luar, tiba-tiba Juan datang dengan tergesa-gesa. Melihat ada dua orang di ruang tamu dengan posisi duduk berhadap-hadapan—dengan penampilan Naya yang bisa dibilang berantakan, wajahnya sembab dan memerah karena habis menangis, rambutnya juga kusut di beberapa bagian, Juan kelihatan shock sampai mendadak diam di tempat seperti patung. Dia jadi keki.

Berusaha memecah suasana yang jadi canggung, Dery akhirnya mengeluarkan suara. "Ngapain diem disitu? Gak mau masuk lo?"

"Ya ini mau..kaget dulu bentar," kata Juan.

Naya tidak berani melihat ke arah Juan karena dia malu. Gadis itu dengan panik merapikan penampilannya, menyisir rambutnya ke bagian depan dan mengusap-usap pakaiannya. Apa saja yang bisa dia dilakukan supaya kelihatan sibuk.

"Abis dari mana lo?" Dery kembali bertanya.

"Abis rapat."

"Buset dah sabtu nih bosss, masih rapat aja. Eh, tapi kok udah balik sih, emang lo pergi dari kapan deh?"

King of HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang