Berbagi rahim yang sama, lahir di tanggal yang sama, juga tumbuh besar bersama, gue dan Rakha nyaris nggak punya rahasia. Kami udah saling tahu, saling mengerti, dan saling menerima segala kekurangan serta kelebihan yang kami punya. Bahkan, kami saling tahu kapan pertama kali kami berdua mengalami yang namanya mimpi basah.
Gue pikir gue tahu semuanya soal Rakha, dan begitu pula sebaliknya. Tapi untuk pertama kalinya dalam hidup, selama lebih dari enam belas tahun gue menghirup oksigen di bumi, gue merasa ada yang Rakha sembunyikan dari gue. Soal cewek.
Seminggu berlalu sejak gue melihat Rakha keluar dari rumah Lala, gue menemukan sebuah clue setiap harinya. Gue beberapa kali mendapati mereka berangkat atau pulang sekolah bareng, melihat mereka makan siang bareng di kantin sambil ketawa-ketawa, dan sore ini, waktu gue baru pulang bimbel, gue mendapati Lala ada di dapur rumah gue. Ini tuh jelas banget nggak, sih, kalau mereka ada apa-apa?
"Kalian ngapain?"
Rakha dan Lala kompak menoleh.
"Eh Ray, udah balik lo?" Rakha bertanya sebelum kembali fokus mengaduk-aduk teflon yang isinya entah apa. "Ini udah, kan, Nin?"
Lala menatap teflon di hadapan Rakha, "Udah. Matiin apinya terus tinggal dicampur ke spaghetti-nya."
Gue yang penasaran, berjalan mendekat ke arah mereka. "Kalian bikin apaan, sih? Pasta?"
"Spaghetti Brulee! Lo harus cobain Ray, bikinan gue, nih!" Rakha menjawab antusias. "Gue sedang berguru ke Chef La Nina." Rakha menyenggol lengan Lala.
"Aduknya yang rata ya, Kha. Harus kecampur semua sausnya." Lala menyodorkan wadah berisi spaghetti yang udah direbus.
"Siap!" Selanjutnya Rakha mulai menuangkan saus spaghetti ke dalam wadah, kemudian mengaduknya sesuai instruksi Lala.
"Gue pengen nyicip, dong." Gue mengulurkan tangan hendak mencomot sedikit spaghetti dari dalam wadah.
"Heh! Belum jadi ini, harus dipanggang dulu." Rakha memukul punggung tangan gue.
"Jorok banget, belum cuci tangan juga." Si jutek Lala berujar pelan, tapi tetap bisa gue dengar.
Gue mengurungkan niat buat nyicip, dan memilih mengambil gelas dari lemari.
"Nanti dikasih kok Ray kalo udah jadi." Ujar Rakha yang kini mulai menuangkan spaghetti yang udah tercampur saus ke dalam loyang.
"Nggak usah, gue bisa bikin Indomie." Balas gue sewot setelah menandaskan satu gelas air putih.
"Yaelah gitu doang baper." Rakha berkomentar. "Tinggal bikin saus yang putihnya, kan, Nin? Apa, sih, namanya gue lupa."
"Saus bechamel," Lala kini mulai melelehkan mentega.
Gue mengamati keakraban Rakha dan Lala dalam diam. Berbagai asumsi mulai bermunculan di kepala setelah gue mulai merangkai puzzle kedekatan mereka berdua. Apalagi saat ini Lala sedang tertawa kencang karena Rakha melontarkan candaan garingnya.
Gue hampir aja menjatuhkan gelas yang gue pegang saat suara Papa terdengar dari arah pintu. "Rakha, ayo! Nanti keburu Maghrib."
"Astaga hampir aja lupa!" Rakha menepuk dahinya, "Nin, gue tinggal nggak apa-apa, kan? Ini tinggal dipanggang aja, kan, ya?"
Lala mengangguk dan Rakha berlalu meninggalkan dapur. "Aku ngambil jaket bentar, Pa!"
"Belum beres bikin spaghetti-nya?" Tanya Papa.
"Tinggal dipanggang aja, Om." Lala mematikan kompor dan mulai menuangkan saus yang gue lupa namanya ke atas spaghetti yang berada di dalam loyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Teen Fiction[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.