***
"Ini salah satu dari sekian banyak hal yang Mama dan Papa takutkan jika kalian punya hubungan spesial dengan teman perempuan."
Ketika Mama mengakhiri ceritanya, gue masih betah menunduk. Rasanya kepala gue mendadak berat saking peningnya karena mendengar penuturan Mama dan Papa tentang apa yang menyebabkan Teh Ody masuk rumah sakit.
"Sebelum menjadi orang tua, Mama dan Papa juga pernah berada di usia kalian. Tertarik pada lawan jenis, tertantang untuk melakukan hal baru, dan ingin melakukan apapun sesuka hati." Suara Mama terdengar berat, bersamaan dengan napas yang dia hela berkali-kali.
"Rakha, Rayi ..." Kepala gue perlahan terangkat saat Mama menyebut nama kami bergantian.
Di hadapan gue, Papa tengah mengusap-usap punggung Mama naik turun.
"Akan sangat tidak elok kalau Mama menjadikan apa yang terjadi pada Ody sebagai pelajaran, but you have to. Please always be kind, be nice to other people, and don't ever cross the line." Mama menatap kami sungguh-sungguh, tatapannya seolah memohon agar kami menanamkan dan menerapkan apa yang dikatakannya barusan.
"Tolong. Jangan. Pernah. Menyakiti. Siapapun." Lanjutnya dengan penuh penekanan pada setiap kata yang dia ucapkan.
Ujung mata gue melirik kedua tangan Rakha yang berada di pangkuannya mengepal hingga memperlihatkan urat-urat tangannya. Gue tahu dia marah, karena gue juga begitu. Terlebih, dia punya perasaan khusus pada Teh Ody.
Sejak pulang dari rumah sakit malam itu, Rakha menjadi lebih pendiam. Pulang sekolah dia mengurung diri di kamar dan bicara seperlunya. Bahkan dia sempat bertengkar dengan Mama karena nggak dibolehin pergi ke Garut untuk menemui Teh Ody.
Setelah melalui banyak proses yang melibatkan pihak keluarga, kampus, bahkan pihak berwajib dan dilakukan pendampingan, Teh Ody dibawa ke rumah Budenya di Garut. Dan untuk laki-laki berengsek yang ternyata bernama Adrian, dia masih hidup. Masih bisa makan dan masih bisa menghirup oksigen dalam jumlah banyak.
Ternyata hukum di negara ini sulit. Gue kira setelah ada korban dan bukti, pelaku bisa segera dihukum dan ditahan. Ternyata enggak. Korban udah rugi, tapi masih aja dipersulit. Tapi Mama tetap bersikukuh ingin mengusut masalah ini sampai si Adri-ih gue nggak sudi nyebut namanya-berengsek ini dikeluarkan dari kampus.
Teh Ody dipukuli pacarnya sampai nggak sadarkan diri. Itu yang Mama ceritakan kepada kami setelah didesak untuk bercerita berkali-kali. Kemudian, mengalirlah cerita mencengangkan lainnya dari mulut Mama.
Mama bilang, Teh Ody menjalin hubungan asmara dengan laki-laki berengsek ini dari SMA. Kemudian mereka melanjutkan pendidikan di kampus yang sama dan hubungan itu terus berlanjut hingga saat ini (sekarang udah dipaksa putus sama Om Wisnu). Terhitung udah empat tahun mereka bersama, dan selama itu pula pacarnya Teh Ody sering main tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Teen Fiction[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.