Daydreaming is what you do when you're away from home. You dream of the day when you'll be home.
***
Gue nggak pernah terlalu tertarik merayakan tahun baru. Berbeda dengan Rakha yang dengan semangat sengaja tidur siang biar bisa melek sampai pagi, mandi dari sore, terus pergi bareng Bang Lanang dan Utuy buat jalan. Gue, sih, tidur normal aja habis nonton film spesial tahun baru yang tayang di televisi. Atau kalau nggak mager mampir ke rumah Om Bani buat numpang makan. Karena Om Bani nggak pernah absen bakar-bakar daging tiap tahun baru.
Keluarga gue juga nggak pernah sengaja pergi ke suatu tempat buat tahun baruan kayak keluarganya Nino atau Lolo. Papa sama Mama lebih memilih tidur daripada ngantuk nungguin hitung mundur sambil meniup terompet atau menyalakan kembang api.
Tapi tahun ini agak beda, karena gue ada di rumah Yangkung. Gue merasa bersalah saat Yangkung bilang gue nengokin kalau lebaran doang. Rakha juga sempat ikut, tapi cuma dua hari. Dia lanjut pergi ke rumah Kakek di Bogor. Biar adil katanya, semua didatangi. Gue nggak ikut karena gue lebih suka di sini hehehehe.
Seminggu di rumah Yangkung, bikin gue betaaaaah dan jadi pengen tinggal di sini (lagi). Yangti adalah perempuan paling lemah-lembut yang pernah gue kenal. Kalau bangunin salat Subuh, beliau bakalan usap-usap rambut atau tepok-tepok pantat. Kerjaannya nyuruh gue makan mulu. Pokoknya beda banget sama Mama yang kerjaannya ngomel every single time.
Rutinitas gue habis sarapan adalah jalan-jalan keliling komplek sambil berjemur bareng Yangkung. Sampai rumah bantuin Yangti bersih-bersih, nyiram tanaman, abis itu baru mandi. Abis itu tidur siang, terus sorenya ngobrol-ngobrol bertiga sambil nge-teh di halaman belakang. Nggak ada omelan, damai, dan tenteram.
Ada satu kegiatan rutin yang gue lakukan tiap dateng ke Tangerang, yaitu nengokin Tante Naya dan Om Tian. Tante Naya adalah adik bungsu Mama, dan Om Tian adalah suaminya. Mereka berdua udah tenang di atas sana. Biasanya kami ziarah ramean sebelum lebaran. Tapi hari ini, gue cuma pergi berdua sama Yangkung.
Gue pribadi belum pernah melihat sosok Tante Naya maupun Om Tian secara langsung. Karena mereka meninggal waktu gue masih bayi. Gue hanya tahu lewat foto dan video.
Setelah selesai baca doa, gue menatap Yangkung yang masih terduduk di sisi pusara Tante Naya. Tangannya mengusap nisannya berulang kali dengan mata menerawang.
"Bapak dateng sama Ray. Yang lain belum sempet ke sini lagi." Ucap Yangkung lirih. Gue menunduk dan memegang kelopak bunga yang tadi gue tabur. Menunggu Yangkung yang tampaknya masih ingin berlama-lama di sini.
"Bapak kangen, Nay." Kepala gue terangkat karena suara Yangkung barusan terdengar begitu berat dan sedih.
Yangkung masih mengusap-usap nisan Tante Naya dan gue masih betah memandanginya tanpa suara. Hari ini nggak ada Yangkung yang jenaka dan sering tertawa, nggak ada Yangkung yang sering bercanda dan suka ngasih kata-kata mutiara dan petuah absurd. Yang ada hanya Yangkung yang tampak muram dan sedih. Ini pertama kalinya gue melihat Yangkung kayak gini. Yangkung kayak ... kosong dan hampa.
***
Sampai di rumah, Yangkung masih gloomy. Yangkung diam aja dan memilih berdiam diri di dalam kamar. Malamnya Yangkung baru keluar kamar saat gue hampir selesai nonton Spider-Man Far from Home di televisi.
Yangkung duduk di sebelah gue setelah meletakkan satu gelas besar berisi air putih ke atas meja. "Maaf ya kamu jadi nggak bisa rayain tahun baruan. Yangkung udah tua, kena angin malem dikit langsung masuk angin." Ucapnya sambil terkekeh.
Gue tertawa, "Aku kurang suka rayain tahun baruan, kok, Kung. Mending tidur."
"Bener? Nggak nyesel, kan, nggak ikut Rakha ke rumah Kakekmu di Bogor?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Teen Fiction[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.