Gue masih memandangi 3 buah foto yang terpampang di mading sekolah. Belum seminggu masuk semester baru, gue udah disuguhi berita yang well ... cukup bikin kaget.
"Mau berapa lama lagi lo berdiri di sini? Hayu ah buru ke kantin, entar keburu penuh!" Utuy menepuk bahu gue sambil terus asik mengunyah keripik singkong.
"She's so cool!" Komentar Jose sambil bertepuk tangan.
"Kelas gue bakalan cari dukungan dan kampanye abis-abisan buat Nina. So, be prepared ya guys ... jagoan kalian bakalan lewat." Lanjut Utuy congkak.
"Kelas kalian yang ngusulin Lala buat maju?" Mulut gue gatel banget buat nggak nanya.
Utuy menggeleng, "Enggak, dia inisiatif sendiri. Entahlah kesambet apa tiba-tiba nyalon jadi Ketua Bazaar." Jelasnya sambil berjalan pergi menuju kantin.
Setiap tahun, anak kelas XI di sekolah kami akan dipilih menjadi Ketua Bazaar. Sebenernya Bazaar ini semacam acara Pensi yang nantinya akan menampilkan pertunjukan musik yang mengundang banyak bintang tamu, penampilan anak-anak ekskul seni, dan mengadakan stand tiap kelas, terus tiketnya dijual untuk umum.
Bazaar sekolah kami dikenal dengan nama Triple One Project atau TOP, yang mana nama itu diambil dari nama sekolah kami, yaitu SMAN 111. Setiap tahunnya, TOP mengusung tema berbeda yang dipilih berdasarkan hasil voting siswa satu sekolah. Dan lo tahu nggak, sih? Posisi Ketua Bazaar di sekolah kami ini bergengsi banget. Pokoknya lebih keren daripada Ketua OSIS. Proses pemilihannya berlangsung layaknya Pemilu Presiden dengan masa kampanye selama satu minggu untuk memaparkan visi-misi, tema acara, grand design, juga siapa aja bintang tamu yang akan diundang.
Mantep dan pusing banget emang. Makanya gue kaget waktu lihat foto dan nama Lala masuk bursa calon Ketua Bazaar dan mejeng di mading sekolah. Yang bikin gue lebih kaget lagi, Lala adalah kandidat Ketua Bazaar perempuan pertama dan satu-satunya selama lebih dari 30 tahun TOP ini eksis. Berani banget si Lala ini!
"Mas Ray! Mas Ray! Udah lihat foto Kak Nina di mading belum?" Gue yang baru aja bergabung di meja panjang kantin, segera disambut suara nyaring Lolo.
"Kak Nina nyalon jadi Ketua Bazaar dooooong!" Lanjutnya lagi.
Gue mengangguk, "iya, udah lihat."
"Widiiiiih kayaknya enak tuh udang tepungnya, No. Nyicip dong?" Utuy mengulurkan tangannya ke arah kotak bekal Nino.
"You guys bring lunchbox everyday? That so cute!" Jose tertawa melihat Nino dan Lolo yang duduk bersisian sambil memakan bekal yang mereka bawa dari rumah.
"Yes, they bring bekal everyday, Jo. And of course I will nyicip everyday too." Jawab Utuy yang kini beralih pada kotak bekal milik Lolo dan mencuri nugget dari sana.
"They're like-" Jose menepuk bahu gue, "What's that Ray? Two kids with the bald head?"
"Upin Ipin," jawab gue setelah berhasil mencomot satu udang tepung milik Nino.
"Ah yeah, Upin Ipin!" Jose menjentikkan jari tangannya yang dibalas dengkusan oleh Lolo.
Lolo dari TK emang rajin bawa bekal, jadi jarang jajan sembarangan. Anak kesayangan Tante Flo ini emang higienis, sih, anaknya. Dia mana doyan jajan aci-acian yang dikasih bumbu tabur plus saos super banyak kayak Utuy. Di dalam tasnya akan selalu ada dua jenis tisu (basah dan kering) dan juga hand sanitizer. Kalau Nino, kayaknya dipaksa Tante Bibi suruh bawa bekal.
"Aaaaa dong, No! Gue pengen buncisnya." Gue membuka mulut di hadapan Nino.
"Enakkkkk," komentar gue ketika Nino menyuapi gue satu sendok tumis buncis yang dicampur pake telor orak-arik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] The Book of Us: YOUTH, DREAM.
Novela Juvenil[Completed] [Seri ke-tiga The Book of Us] Our dream begin in youth.